Dipanggil Ke Dunia Lain Untuk Kedua Kalinya
Ruang kelas 11-D tampak riuh dengan percakapan para siswa. Mereka terlibat dalam obrolan khas kelompok-kelompok pertemanan yang sudah terbentuk sejak awal tahun ajaran.
Kelompok A dikenal sebagai kelompok anak-anak berandalan. Mereka kebanyakan anggota ekstrakurikuler olahraga seperti sepak bola dan basket, dengan tujuh orang yang selalu terlihat bersama.
Di sisi lain, ada kelompok B, yang terdiri dari lima orang pecinta anime, atau lebih sering disebut wibu. Mereka asyik membahas serial terbaru yang ditonton semalam.
Kelompok C adalah kumpulan lima gadis dari keluarga kaya. Mereka selalu berbincang tentang belanja, liburan, atau rencana akhir pekan mereka di mal.
Lalu ada kelompok D, sepuluh siswa yang tidak terlalu menonjol. Mereka hanya menjalani hidup sekolah dengan santai tanpa ada ambisi berlebihan.
Namun, di luar kelompok-kelompok itu, ada Ash Kisaragi. Dia selalu duduk sendirian di pojok belakang, dekat jendela. Tatapannya yang kosong seakan tak mempedulikan hiruk pikuk di sekitarnya. Ash bukan tipe yang suka bergaul, tapi jika diajak bicara, dia akan merespons seperlunya. Namun, hari ini suasana kelas akan berubah drastis.
Sementara itu, di kelompok C, seorang gadis mulai memancing perhatian.
"Hei, kalian tahu nggak? Luna baru saja ditembak seseorang kemarin," ujar salah satu gadis dengan suara agak berbisik, tapi cukup untuk menarik perhatian yang lain.
"Luna?" tanya seorang gadis lain dengan cepat. "Siapa yang menembaknya?"
"Jinguji, dari kelas 11-B," jawabnya.
"Jinguji yang jago main bola itu?" Tanya gadis lain dari kelompok itu dengan mata berbinar.
"Iya, yang itu!" jawab gadis pertama, tersenyum puas karena bisa membawa kabar yang mengejutkan.
Luna, yang duduk tak jauh dari kelompok itu, langsung merasa malu. Wajahnya memerah, dan dia buru-buru menutupi wajahnya dengan tangan.
"Eh, Luna! Jadi gimana? Apa kamu menerimanya?" salah satu gadis dari kelompok C tiba-tiba berbalik, menanyakan langsung kepada Luna.
Luna menggeleng pelan, "A-aku menolaknya."
"Eh, serius?" semua gadis di kelompok itu tampak terkejut. "Padahal dia kan keren banget, Luna! Kamu nggak tertarik sama sekali?"
Luna hanya menggeleng lagi, tampak semakin malu dengan perhatian yang mendadak tertuju padanya.
Di sisi lain kelas, kelompok B juga sedang asyik dengan percakapan mereka.
"Kalian udah nonton anime musim ini?" tanya salah satu anggota mereka dengan penuh antusias.
"Udah dong, gila, manis banget ceritanya," jawab yang lain, tersenyum lebar.
"Tapi ini nyiksa, ya? Aku nggak bisa berhenti nonton walaupun tahu hatiku bakal hancur."
"Rasa sakit itu sungguh nikmat!" mereka tertawa bersama.
Saat itu, bel tanda masuk berbunyi, dan suara obrolan mulai mereda. Pagi ini, wali kelas 11-D yang juga guru matematika, memasuki ruangan.
"Pagi, semuanya. Silakan duduk, pelajaran akan segera dimulai," ujar sang guru dengan suara tenang, namun penuh wibawa.
"Iya, Bu," sahut para siswa, meskipun terdengar kurang bersemangat. Mereka segera duduk di tempat masing-masing, termasuk Ash yang dari tadi diam memperhatikan dari sudut kelas.
"Baiklah, hari ini kita akan—" suara sang guru tiba-tiba terputus ketika sebuah cahaya terang muncul di lantai kelas.
Siswa-siswa yang tergabung dalam kelompok otaku langsung bersemangat. "Jangan bilang ini lingkaran sihir pemanggilan dunia lain!" teriak salah satu dari mereka.
Ash yang duduk di belakang merasa ada yang tidak beres. Dia bangkit dari kursinya dan mencoba lari keluar kelas, tetapi terlambat. Seluruh ruangan sudah dipenuhi cahaya putih yang menyilaukan. "Sial... ini tidak lucu," gumam Ash kesal.
Seketika, semuanya berubah menjadi putih. Seperti kejadian dalam cerita isekai, sesosok dewi cantik dengan penampilan anggun muncul di hadapan mereka.
"Terima kasih telah menerima panggilan saya, wahai para pahlawan yang terhormat," ucap Dewi itu dengan elegan, suaranya mengalir lembut.
"Saat ini kalian berada di dimensi terpisah. Saya akan memberikan kemampuan agar kalian bisa hidup di dunia yang penuh monster, sihir, dan raja iblis. Dunia ini membutuhkan pahlawan untuk menyelamatkannya. Bolehkah saya meminjam kekuatan kalian, para Pahlawan yang Terpilih?"
Para siswa tampak terdiam, terpukau dengan kehadiran Dewi tersebut. Namun, Ash menunjukkan wajah kesal, seperti tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. "Kenapa aku juga terlibat dalam masalah ini?" pikirnya.
Semua siswa yang awalnya kebingungan, mulai menerima situasi. Kelompok otaku bahkan terlihat lebih bersemangat seolah mereka sudah lama menunggu momen seperti ini.
"Ini semua kemampuan yang bisa kalian pilih," ucap sang Dewi, sambil memunculkan papan transparan penuh tulisan. "Masing-masing dari kalian boleh memilih lima kemampuan."
Kemampuan bertarung, kemampuan sehari-hari, dan kemampuan pendukung tertulis di sana. Masing-masing siswa tampak antusias memilih apa yang mereka inginkan, terutama yang sudah sering melihat konsep ini dari anime atau game.
Saat giliran Ash tiba, dia menghela napas panjang sebelum membaca cepat daftar kemampuan.
Aku tidak butuh kemampuan bertarung. Fokus saja pada yang bisa membantuku untuk menjalani hidup. Pandai Besi, Alkemis, Pengrajin, Penilaian, dan Enchanting Item. Itu saja, pikirnya.
"Baik, saya akan memilih Pandai Besi, Alkemis, Pengrajin, Penilaian, dan Enchanting Item," ucap Ash dengan tenang.
Sontak, seluruh kelas menatap Ash dengan heran.
"Kenapa dia tidak mengambil kemampuan bertarung?" bisik beberapa siswa.
Setelah selesai memilih, Ash berjalan kembali menjauh dari kerumunan, kembali menyendiri. Tak lama, kelompok otaku mendekatinya.
"Hei, Bro, kenapa kamu nggak ambil kemampuan bertarung?" tanya salah satu dari mereka.
Ash menoleh sedikit dengan wajah datar. "Aku tidak butuh kemampuan bertarung. Aku juga tidak tertarik untuk mengalahkan raja iblis atau jadi pahlawan."
"Lho, tapi ini kesempatan besar! Kamu nggak mau jadi pahlawan, dapet kekuatan super, dan nyelamatin dunia?" tanya yang lain, penuh semangat.
Ash hanya menghela napas dan berdiri. "Kalian saja yang menikmatinya. Semoga kalian berhasil," ucapnya dengan nada rendah.
Setelah semua orang memilih kemampuan mereka, Dewi itu melanjutkan ritual pemindahan. "Kalian akan dipindahkan ke sebuah hutan dekat kota Ranvel, di kerajaan Erlasia," jelas Dewi itu. Cahaya terang muncul di bawah kaki mereka, dan sekali lagi, mereka harus menutup mata karena sinarnya yang menyilaukan.
Saat mereka membuka mata, para siswa menemukan diri mereka berada di sebuah hutan dengan pepohonan tinggi dan lebat. Suasana sunyi, hanya terdengar aliran air dari kejauhan.
"Apa kita benar-benar pindah ke dunia lain?" bisik salah satu siswa dengan penuh kekaguman.
"Sepertinya begitu," jawab temannya sambil memperhatikan sekeliling.
Namun, Ash langsung bergerak cepat. Ia mengaktifkan skill Penilaian, matanya yang biru mulai berpendar dengan pola sihir yang aktif. Semua informasi tentang lingkungan di sekitarnya muncul dalam bentuk panel deskripsi, mirip seperti antarmuka game.
"Hmm, sepertinya ini berfungsi dengan baik," gumamnya.
Ash segera mendekati guru mereka, Bu Natsumi, yang tampak kebingungan seperti siswa lainnya. "Bu, saya mau pergi dan melihat-lihat sekitar," ucap Ash.
"Jangan, Ash! Dunia ini berbahaya. Dewi itu bilang ada monster-monster buas!" seru Bu Natsumi, mencoba menghentikannya.
Ash mengabaikan larangan itu. Tanpa banyak bicara, dia berbalik dan mulai berjalan menjauh. "Ash!" teriak Bu Natsumi lagi, namun dia tahu Ash tidak akan mendengarnya.
Kelompok berandalan tertawa kecil melihat Ash pergi sendirian. "Biarkan saja dia, Bu. Lagipula, dia kan aneh dan nggak pernah gabung sama kita," ucap salah satu dari mereka dengan nada meremehkan.
"Iya, biarkan saja," sahut salah satu gadis dari kelompok C.
Bu Natsumi hanya bisa menghela napas, bingung harus melakukan apa. Dia tidak bisa meninggalkan para siswa lain hanya untuk mengejar Ash.
.
.
.
Setelah berpisah dengan yang lain, Ash berjalan menelusuri hutan. Ia berniat mencari sumber air, yang dalam pikirannya berarti menemukan sungai.
"Aku tak peduli dengan apa yang ingin mereka lakukan—menjadi pahlawan atau petualang, mengalahkan raja iblis. Persetan dengan itu semua! Aku hanya ingin hidup tenang," gerutu Ash sambil melangkah melewati semak-semak dan pepohonan.
"Yah, untuk pertama aku harus mengamankan sumber air dan mencari makanan. Aku tak tahu sejauh apa hutan ini dari kota yang bernama Ranvel itu."
Setelah berjalan selama lima belas menit, akhirnya Ash mendengar aliran air. Dan benar saja, itu adalah sebuah sungai yang jernih, bahkan ikan yang berenang dengan bebas dapat dilihat dengan jelas.
"Sumber air didapatkan, selanjutnya mencari tempat berteduh, lalu mencari makanan," gumam Ash lirih sembari melirik ke sekitar.
Apa ada orang yang mengikutiku?
Merasa ada yang memerhatikan dirinya, Ash melanjutkan langkahnya melawan aliran sungai. Ia mengabaikan perasaan yang mengganggu pikirannya, seolah sedang diikuti, dan mencoba fokus untuk mencari tempat berlindung.
Ia terus berjalan dan melihat ada tebing yang tinggi, serta sebuah air terjun yang berada di ujung sungai. "Sepertinya di sini cukup bagus. Aku akan mendirikan tempat berlindung di sini," pikirnya sambil tersenyum kecil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Al^Grizzly🐨
Harusnya Awalnya Ash bantu temannya juga...nanti setelah ketemu Kota..baru berpisah...apa dia sadar...mereka yang hidup bisa kembali ke dunia mereka lagi...ini namanya bukan Setia kawan..tidak bisa di harapkan untuk berteman.
2024-10-24
3
MataKatra
Pembangunan karakter Ash nya lumayan menarik. Saya jadi bertanya-tanya bagaiman nanti cara karakter utama itu bertahan hidup nantinya. Di dunia isikan, tanpa skill bertarung...
2024-11-19
1
Muhammad rizal
apakah ini adaptasi sebuah anime.
2024-11-15
0