Pagi hari yang cerah tak membuat Ash merasa senang. Ada kantung hitam di bawah matanya, pertanda ia tak tidur semalaman. Ia membuka jendela dengan lesu, membiarkan cahaya matahari langsung menerpa wajahnya.
"Sial!" serunya sambil menunduk cepat, menghindari sinar matahari. "Aku bisa mati kena cahaya matahari, padahal aku bukan vampir," gumamnya, matanya terasa pedih.
Ash berjalan ke lantai satu menuju kamar mandi, mengambil air dari ember lalu membasuh wajahnya. "Hah~ aku terlalu terbawa suasana semalam," gumamnya lirih sambil melihat bayangannya yang suram di air.
"Harusnya aku tidur sebentar lagi," pikirnya, tapi kemudian ia menggeleng kuat. "Tidak-tidak! Aku harus belanja hari ini!"
...---...
Sementara itu, di tempat lain, para gadis yang sudah mencari Ash seharian mulai kebingungan.
"Hei, apa kalian menemukannya?" tanya Luna dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Tidak, kami sudah berkeliling di seluruh kota tapi tidak ada tanda-tanda," jawab Koharu sambil menghela napas panjang.
"Ash, kamu pergi ke mana?" gumam Luna pelan, matanya tak bisa menyembunyikan kecemasan.
"Mungkin dia sudah pergi meninggalkan kita," tukas Risa dengan nada sinis.
Luna langsung menatap Risa dengan marah. "Ash bukan orang seperti itu!" tegasnya.
"Buktinya, dia menghilang begitu saja tanpa kabar," balas Risa sambil mengangkat alis.
Koharu yang baru datang berlari ke arah mereka. "Semuanya, aku punya informasi tentang Ash!" serunya, nafasnya terengah-engah karena berlari.
Semua orang langsung menatap ke arahnya. Dengan cepat, Luna meraih tangan Koharu. "Di mana?! Di mana dia?!" tanyanya dengan penuh harap.
"Te-tenang dulu, Luna," ucap Koharu, mencoba menenangkan Luna. "Aku baru saja dengar dari Daniel, pedagang yang pernah memberikan kita tumpangan ke kota ini. Katanya Ash kemarin pergi ke guild pedagang setelah mampir ke tokonya."
"Guild pedagang?" Mata Luna berbinar, tanpa menunggu lama ia langsung berlari menuju guild.
"Luna, tunggu!" teriak Risa, melihat Luna yang sudah jauh di depan.
"Tch!" Risa mendecak kesal lalu ikut berlari mengejar, diikuti oleh Koharu dan yang lainnya.
Sesampainya di guild pedagang, Luna tanpa ragu menyerobot antrian panjang yang langsung membuat kegaduhan di dalam ruangan.
"Hei, nona! Jangan menyerobot antrian!" teriak seorang pedagang yang berdiri di dekat meja resepsionis.
Luna menunduk meminta maaf, "Maaf, tapi tolong biarkan aku bertanya sebentar saja."
"Luna!" seru Risa, akhirnya berhasil masuk ke dalam guild bersama yang lain.
"Luna, kamu harus tenang," ucap Koharu mencoba menenangkan situasi.
"Benar, kita tak bisa gegabah seperti ini," tambah Azusa dengan nada dingin, tapi jelas-jelas menegur.
Luna menunduk sekali lagi, menyadari kalau mereka telah membuat keributan. "Maaf," ucapnya, suara sedikit menyesal.
"Jadi, ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis yang akhirnya memperhatikan mereka.
"Apakah ada seseorang bernama Ash yang datang ke sini kemarin?" Luna langsung bertanya.
Resepsionis mengerutkan kening, sepertinya asing dengan nama itu. Ia menoleh ke rekannya, "Ada yang tahu seseorang bernama Ash?"
Dua resepsionis lain menggeleng, tapi seorang wanita di meja ketiga mengangkat tangan. "Ya, dia datang kemarin. Dia mencari rumah sewa."
Luna segera menghampiri meja itu. "Di mana rumah sewanya?"
"Letaknya di pinggiran kota. Aku akan memanggil seseorang untuk menunjukkan jalan ke sana," jawab resepsionis dengan tenang.
Beberapa saat kemudian, seorang pekerja guild datang dan membawa mereka menuju rumah Ash.
"Terima kasih," kata Koharu dengan lembut kepada pekerja yang telah memandu mereka.
"Semoga harimu menyenangkan," jawab pekerja itu, lalu pergi kembali ke guild.
Para gadis berdiri di depan rumah kayu sederhana berlantai dua. Luna menatapnya dalam diam, masih tak percaya Ash ada di sini.
"Ash ada di sini, ya?" gumam Luna, sedikit lega namun masih ragu.
Koharu mendekati pintu dan hendak mengetuk, namun pintu itu terbuka dengan sendirinya. "Eh? Tidak terkunci?" gumamnya dengan heran.
"Permisi..." ucapnya pelan, mencoba mengintip ke dalam.
Mereka masuk ke dalam rumah yang terlihat kosong, tapi bersih. Mereka mencari di setiap ruangan hingga akhirnya tiba di lantai dua. Salah satu ruangan berantakan dengan perabotan kayu yang tersebar di mana-mana, dan ada sebuah futon yang terlihat tak rapi.
"Sepertinya dia keluar..." gumam Luna sambil menghela napas.
...---...
Sementara itu, di pasar, Ash bersin keras.
"Hahchoo! Siapa yang sedang membicarakanku?" gumamnya sembari mengusap hidung.
Dia mengedarkan pandangannya di pasar yang ramai, memikirkan para gadis yang mungkin sedang mencarinya.
Ah, aku lupa memberitahu mereka, batinnya.
Sambil menghela napas panjang, ia melanjutkan belanja di toko alkemis, membeli botol, beberapa alat alkemis, serta bahan makanan dan logam.
Sebelum kembali ke rumah, Ash mampir ke guild petualang untuk mencari teman-temannya.
"Oya-oya, lihat siapa yang datang?" seru seorang petualang berbadan besar dengan gaya rambut mohawk.
"Apa teman-temanku datang ke guild tadi?" tanya Ash, langsung menuju poin utama.
"Oi, oi! Kau pikir kau bisa seenaknya tanya begitu? Jangan sok, meski kau dikelilingi gadis-gadis cantik," balas petualang itu dengan jengkel.
Ash menatapnya dengan sinis tapi tak menghiraukannya. "Apa ada yang tahu?" tanyanya pada petualang lain.
Tak seorang pun menjawab hingga resepsionis guild angkat suara. "Tidak, mereka belum datang ke sini. Ada masalah?"
Ash menggeleng, "Tidak, terima kasih." Tanpa basa-basi lagi, ia keluar dari guild.
Setelah gagal menemukan teman-temannya di guild, ia kembali ke penginapan. Pemilik penginapan mengonfirmasi bahwa para gadis sudah pergi sejak pagi untuk mencarinya.
"Begitu, ya... Terima kasih," jawab Ash, lalu pergi lagi.
Ia mampir ke toko Daniel, menjual beberapa batu sihir goblin dan meminjam kereta kuda. "Teman-temanmu juga mencarimu ke sini tadi," kata Daniel.
Ash mendesah. "Mereka benar-benar mencariku di mana-mana, ya?"
"Sepertinya begitu. Mungkin mereka ada di guild pedagang sekarang."
Ash kembali ke rumah dengan membawa banyak barang di keretanya. Saat tiba, ia melihat pintu rumah terbuka lebar. "Tunggu... apa aku lupa menguncinya?" pikirnya panik.
Ia bergegas masuk ke dalam rumah, memegang gagang pedangnya dengan kewaspadaan. Rumah di lantai satu terlihat sama, namun ia mendengar suara dari lantai dua.
"Dari suaranya, lebih dari dua orang..." gumamnya, lalu perlahan naik ke tangga, langkahnya pelan namun waspada.
Sampai di lantai dua, Ash mendengar suara lebih jelas dari dalam kamarnya. Dengan cepat ia menendang pintu, "Jangan bergerak, dasar pencuri—!" serunya sambil mengacungkan pedang.
"Kyaa!" Tama terjatuh, wajahnya pucat saat pedang Ash terarah ke wajahnya.
"E-eh?" Ash tertegun saat melihat bahwa orang yang ia kira pencuri ternyata adalah para gadis.
Ash langsung menurunkan pedangnya, wajahnya yang sebelumnya tegang kini berubah kaget. "Kalian? Kenapa kalian ada di sini?"
Luna mendekatinya dengan wajah kesal. "Ash! Kau ke mana saja? Kami sudah mencarimu sejak pagi!" suaranya terdengar gemetar, antara marah dan lega.
"Kau tidak bilang apa-apa dan tiba-tiba menghilang," tambah Risa, menatapnya dengan tatapan tajam, meskipun ada sedikit kelegaan di balik amarahnya.
Ash menggaruk belakang kepalanya, merasa bersalah. "Maaf... aku terlalu sibuk belanja dan lupa memberi tahu kalian."
"Belanja?" Koharu menoleh ke arah kereta yang penuh dengan barang di luar. "Oh, begitu... tapi kau harusnya bilang! Kami semua khawatir."
Tama masih duduk di lantai, menatap Ash dengan mata berkaca-kaca. "K-kau mengagetkanku..."
Ash menunduk, merasa semakin bersalah. "Maaf, Tama... aku tidak tahu kalian di sini."
Azusa, yang sejak tadi hanya diam, akhirnya berbicara dengan tenang. "Lain kali, jangan pergi tanpa kabar. Kami bukan cenayang yang tahu ke mana kau pergi."
Ash tertawa kecil, meski canggung. "Ya, aku janji tidak akan mengulangi lagi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Frando Wijaya
next Thor 😃.
2024-09-06
0