Satu minggu telah berlalu dengan cepat. Latihan yang intens membuat para gadis kini sudah cukup mahir menggunakan kemampuan mereka. Ash yang mengamati perkembangan mereka merasa bahwa waktunya telah tiba untuk menghadapi pertarungan nyata.
"Baiklah, semuanya," kata Ash dengan nada tegas, matanya menatap mereka satu per satu. "Latihan hari ini sudah cukup. Istirahatlah, karena besok lusa, kalian akan menghadapi pertarungan nyata melawan goblin."
Semua gadis tampak terkejut mendengar instruksi tersebut. Wajah-wajah mereka seolah mempertanyakan, "Sudah sejauh ini?".
Melihat reaksi mereka, Ash mencoba menenangkan. "Tenang saja, kalian sudah cukup kuat untuk menghadapi mereka. Aku jamin itu." Ia menyampaikan dengan senyum yang berusaha menumbuhkan rasa percaya diri.
Para gadis saling menatap dengan cemas, namun perlahan mereka mengangguk, menyadari bahwa apa yang dikatakan Ash benar. Mereka telah tumbuh lebih kuat selama latihan ini.
"Oh, Tama," Ash tiba-tiba memanggil Tama dengan senyum penuh makna. "Besok pagi, apa kau bisa ikut denganku? Ada yang perlu kita lakukan."
Tama yang dikenal pemalu langsung bersembunyi di balik tubuh Risa, wajahnya menunjukkan kecemasan yang jelas.
Risa segera memasang wajah curiga. "Oi! Apa yang mau kau lakukan pada Tama?!" tanyanya ketus, melindungi Tama seperti seorang kakak yang posesif.
Ash menatap Risa dengan tenang dan menjelaskan. "Aku hanya ingin memberikan pelajaran tambahan. Kalian tahu kan, job Tama adalah Tamer, bukan penyihir seperti kalian."
Risa masih menatap Ash dengan mata menyipit, namun tak bisa menemukan alasan untuk terus mencurigainya. Ash lalu menambahkan, "Besok pagi kita akan jalan-jalan sebentar di hutan, jadi jangan khawatir."
Ash kemudian berjalan menuju gubuknya tanpa berkata lagi.
...---...
Di dekat api unggun, suasana antara para gadis mulai terasa tenang setelah kepergian Ash.
"Tenang saja, Tama. Ash orang yang bisa dipercaya," Luna menenangkan dengan senyum lembut, meski Tama masih tampak gelisah.
"A-aku tahu... tapi bukankah dia sedikit aneh?" Tama menjawab dengan suara pelan, matanya masih memandangi arah gubuk Ash.
Mendengar itu, Azusa menimpali, "Kau ada benarnya. Ash memang tampak aneh, seolah dia sudah tahu tentang dunia ini lebih dari kita semua." Nada suaranya mencerminkan keragu-raguan yang terselip dalam pikirannya.
Semua gadis mengangguk perlahan, menyetujui kesimpulan Azusa. Memang ada sesuatu yang berbeda dari Ash. Setiap gerakannya tampak terencana, setiap instruksinya selalu tepat, dan keahliannya dalam berbagai bidang cukup luar biasa.
Luna yang ikut merenung akhirnya mengingat sesuatu. "Kalian ingat saat kita tiba di dunia ini? Ash langsung meminta untuk berpisah dan saat pemilihan kemampuan, dia memilih keterampilan yang tidak termasuk dalam kategori tempur. Apa mungkin dia tahu bahwa sihir dan kemampuan bertempur bisa dipelajari tanpa memilih skill bawaan?"
Kata-kata Luna membuat mereka semua terdiam.
"Benar... waktu itu kita juga pernah melihatnya melawan anak-anak yang membawa senjata dengan hanya menggunakan pedang kayu, dan dia menang!" tambah Azusa, wajahnya memperlihatkan kekaguman yang bercampur kebingungan.
Koharu, yang mulai merasa suasana terlalu serius, mengangkat suara. "Ah, cukup! Yang penting, dia bukan musuh, kan? Lagipula, Ash adalah teman masa kecil Luna, jadi kita bisa percaya padanya, ya?"
Mendengar intervensi ceria Koharu, mereka tersenyum kecil, dan suasana tegang itu perlahan menghilang. Luna tersenyum lega, bersyukur Koharu bisa memecahkan kebekuan di antara mereka.
...---...
Keesokan paginya, Ash mengajak Tama masuk ke hutan seperti yang sudah dijanjikannya. Tama tampak gugup, tetapi Ash bersikap tenang dan meyakinkannya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Tama," Ash memulai saat mereka berjalan di hutan, "job-mu sebagai Tamer sangat penting. Untuk menjadi kuat, kau harus bisa mengendalikan monster. Kita akan mencoba mencari dan menjinakkan makhluk di sekitar sini."
Tama menelan ludah, namun mengangguk pelan. Ia merasa gugup, tetapi juga sedikit penasaran tentang apa yang akan diajarkan oleh Ash.
"Fokuskan mana-mu pada hewan yang akan kau temui. Rasakan hubungan dengannya, tetapi jangan memaksa," jelas Ash dengan suara tenang.
Mereka terus berjalan hingga terdengar suara bising yang menggema di tengah hutan—suara raungan monster yang membuat bulu kuduk berdiri.
Ash segera memperhatikan situasi, "Ada sesuatu yang tidak beres," bisiknya pelan. "Cepat, kita harus memeriksanya."
Tanpa berpikir panjang, ia menggenggam tangan Tama, mengisyaratkan agar segera bergegas ke arah sumber suara. Mereka tiba di sebuah celah di antara pepohonan, dan di hadapan mereka, dua monster besar sedang bertarung dengan sengit.
Beruang hitam besar itu, dengan panjang sembilan kaki dan berat sekitar 300 kilogram, berdiri seperti raksasa di atas tanah. Bulu hitamnya yang tebal dihiasi surai putih mencolok, cakarnya tajam dan berbahaya, mampu membelah pohon dengan mudah. Monster ini, yang dikenal sebagai Death Grizzly, termasuk dalam kategori rank-C, monster berbahaya yang kulitnya sulit ditembus senjata biasa.
Di sisi lain, seekor serigala lebih kecil dengan bulu merah menyala sedang memberikan perlawanan gigih. Meskipun ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan beruang itu, sekitar sepertiga ukuran Death Grizzly, serigala tersebut bukan tandingan yang mudah. Api mengalir dari mulutnya, dan surai api yang membakar tubuhnya membuatnya lebih berbahaya. Itu adalah Red Wolf, monster kategori rank-D yang lebih gesit meski kekuatannya tak setara dengan lawannya.
Tama merasa napasnya tercekat melihat pertempuran di depan mata. "Ash, itu...," gumamnya.
Ash menatap kedua monster itu dengan tenang, menilai situasi. "Tama, naiklah ke atas pohon," bisiknya tanpa mengalihkan pandangan.
Tama mengangguk, sedikit gemetar, lalu dibantu Ash memanjat dahan pohon terdekat. Dari atas sana, ia bisa melihat pertempuran sengit antara kedua monster tersebut, serangan Red Wolf yang cepat dan penuh energi, namun sepertinya sia-sia melawan kekuatan besar Death Grizzly.
Ash menyeringai kecil. Beruntung sekali... aku datang mencari serigala, tapi malah dapat bonus beruang, pikirnya sambil menyandarkan diri ke batang pohon, menunggu saat yang tepat untuk bertindak.
Pertarungan terus berlanjut hingga akhirnya Red Wolf mulai terlihat lelah, napasnya terengah-engah, tubuhnya penuh luka akibat benturan dengan cakar-cakar besar Death Grizzly. Monster beruang itu masih berdiri kokoh, siap melancarkan serangan terakhirnya, ketika...
"Ops, maaf, tapi kau tak boleh membunuhnya." Ash melesat cepat, muncul di antara keduanya dan menahan serangan Death Grizzly dengan pedang besar berbahan batu yang telah diperkuat sihir.
Beruang besar itu terkejut, sejenak mundur, namun nalurinya mengatakan untuk tidak melawan lebih jauh. Sadar bahwa energinya sudah hampir habis, monster itu memutuskan untuk mundur. Tetapi Ash menghalanginya dengan senyum yang sedikit jahil.
"Hei, jangan begitu. Aku baru datang, dan kau mau pergi begitu saja?" ucap Ash dengan nada tenang namun tegas.
-Grrrr!
Death Grizzly menggeram dan menyerang dengan penuh amarah. Namun, Ash dengan gesit menghindari setiap serangan, lalu menangkisnya dengan punggung pedangnya, menghantam kepala beruang itu dengan kekuatan yang cukup besar hingga membuatnya terhuyung-huyung jatuh ke tanah.
"Baiklah, sekarang saatnya menahan pergerakanmu," gumam Ash sebelum mengucapkan mantra, "Ground Restraint!" Akar-akar tanah tiba-tiba muncul dari bawah, membelit tubuh Death Grizzly dan mengekangnya erat.
Serigala merah yang kelelahan tak punya pilihan lain selain menyerah, terperangkap di bawah mantra yang sama. Ash menoleh ke arah pohon dan tersenyum.
"Tama, sudah aman. Kau bisa turun sekarang!" serunya.
Tama perlahan turun, masih tampak cemas, namun ia segera mendekati Ash dengan ragu-ragu. "K-kau yakin kita bisa menjinakkan mereka?" tanyanya dengan suara gemetar.
Ash mengangguk penuh keyakinan. "Tentu saja. Sekarang gunakan skill-mu, jinakkan mereka."
Dengan tangan gemetaran, Tama mulai memusatkan mananya, mengarahkan tangannya ke arah Red Wolf. Lingkaran sihir berwarna ungu muncul di bawah tubuh serigala tersebut, menyelimuti seluruh tubuhnya. Sihir itu perlahan melahap sosok Red Wolf, membuatnya tunduk. Tama kemudian beralih ke Death Grizzly dan mengulang proses yang sama. Beberapa saat kemudian, keduanya berhasil dijinakkan.
Terdengar suara notifikasi di benaknya:
...Monster yang bisa dipanggil:...
...1. Red Wolf...
...2. Death Grizzly...
Tama menarik napas lega, wajahnya berangsur-angsur memerah karena keberhasilan yang tak terduga. "B-berhasil..." gumamnya pelan, hampir tak percaya.
Ash tersenyum bangga. "Luar biasa, Tama. Kau berhasil."
Dengan hati yang lebih ringan, mereka berdua kembali ke camp. Tama kini memancarkan aura percaya diri yang baru, sementara Ash merasa puas karena melihat gadis itu berkembang dalam perjalanannya sebagai Tamer.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments