Di Toko...
Ash duduk santai di balik meja kasir, meskipun merasakan ada guncangan yang aneh. Ia tetap tak peduli, sudah memberi mantra agar barang-barang di sana tidak jatuh dengan mudah.
"Apa yang sedang terjadi?" gumamnya dengan lirih, namun suaranya teredam oleh keramaian di luar.
"Hei, apa terjadi sesuatu yang gawat?" Azusa, yang tampak khawatir, mendekati Ash.
"Ntahlah, kurasa kau bisa tanya pada mereka," jawab Ash, masih dengan nada acuh tak acuh.
Bam!
Pintu toko terhempas dengan keras, dan para gadis bergegas masuk dengan wajah penuh kepanikan.
"Apa yang terjadi?!" Azusa langsung menghampiri mereka, suaranya bergetar karena khawatir.
"Dari arah utara kota ada kerumunan monster yang bergerak kemari," jawab Risa, suaranya lebih tenang dibandingkan yang lain, meskipun raut wajahnya menunjukkan ketegangan.
"Stampede..." Ash bergumam tanpa sadar saat mendengar hal itu.
"Guild Master bilang semua petualang yang ingin bertarung berkumpul di gerbang utara. Bagaimana ini, Ash-kun?" Luna meminta saran, matanya penuh harap.
Ash melihat ke arah Luna, lalu memangku kepalanya dengan tangan sambil memejamkan mata. "Maaf, tapi aku tak akan ikut," ucapnya dengan senyum simpul, tampak tenang meski situasi genting.
Risa berjalan cepat mendekat, memukul meja dengan keras. "Kenapa kau tak ikut? Kau punya kemampuan dan kekuatan! Kenapa?!" serunya, tatapannya tajam dan penuh rasa frustrasi.
Seakan tak peduli, Ash menjawab dengan santai, "Kenapa pula kau bertanya? Jawabannya sederhana... kenapa aku harus mempertaruhkan nyawaku untuk dunia dan orang yang tak kukenal?"
Kata-kata Ash seperti petir di siang bolong bagi Risa. Rasa gusar melanda hatinya. Ia ingin menampar wajah Ash, tangannya sudah siap namun ia menahannya. Dengan helaan napas penuh kekecewaan, ia menurunkan tangannya. "Huft~ Tak kusangka kau seorang pengecut."
Risa keluar dari toko dengan penuh kemarahan dan kecewa.
"R-Risa!" panggil Luna saat melihat Risa yang menjauh.
Para gadis menatap Ash dengan ekspresi campur aduk—marah dan kecewa.
"Maaf, aku tak akan pergi," ujar Ash, senyumnya masih terlukis di wajahnya, seolah tidak menyadari betapa mendalamnya perasaan para gadis itu.
Tanpa sepatah kata pun, para gadis berlari mengejar Risa, wajah mereka menampilkan rasa kecewa yang mendalam.
Ash menghela napas panjang, menjatuhkan tubuh bagian atasnya ke atas meja, dan memejamkan mata. "Aku merasakan ada energi besar yang menyelimuti kota ini... sihir penghalang, yah? Seharusnya mereka bisa menghadapi stampede," batin Ash.
Setelah sejenak berdiam, Ash bangkit dan berjalan keluar dari tokonya. Ia melihat ke kiri dan ke kanan, lalu menuju jembatan kecil yang membatasi daerah kumuh dengan pinggiran kota.
Ia menatap air sungai yang cukup keruh. "Padahal aku baru sampai di kota ini dan membuka toko, lalu sekarang terjadi stampede? Apa dunia sedang bercanda denganku?" keluhnya, mengangkat wajahnya menatap langit mendung.
Tiba-tiba, sosok berjubah lusuh berdiri membelakanginya. "Kenapa kau masih ada di sini?" suara lembut sosok itu memecah kesunyian.
Ash menoleh ke belakang dengan waspada, merasakan aura misterius yang memancar dari sosok tersebut.
"Apa kau tak ikut bertarung dengan yang lain untuk menahan stampede?" sosok itu bertanya lagi.
"Haha, aku ini hanya orang biasa, seorang pedagang. Lalu kau menyuruhku untuk bertarung?" Ash menjawab, nada sinis terdengar dalam suaranya.
"Sampai kapan kau akan terus menutup matamu?" ucap sosok itu dengan nada kecewa.
Ash berbalik, "Apa yang kau maksud?" balasnya, mulai merasa terprovokasi.
"Apa kau akan membiarkan nyawa orang-orang tak bersalah hilang begitu saja? Anak-anak akan jadi yatim piatu, sepasang kekasih akan kehilangan pasangannya, teman dekat bahkan sahabat seperjuangan... Apa kau yakin? Pahlawan Ash..." nada serius sosok itu mulai menyentuh jiwanya.
Mata Ash terbelalak, dengan cepat ia menarik pedangnya dan mengarahkannya tepat di leher kanan sosok itu. "Berengsek! Siapa kau!?" teriak Ash dengan ketus.
Terdengar tawa kecil. Sosok itu membuka tudung yang menutupi wajahnya, "Bahkan kau sudah melupakan suaraku, yah?"
Sosok itu bersinar dengan cahaya keemasan, lalu jubah lusuhnya menghilang dan berubah menjadi sebuah gaun putih yang indah.
...Sosok itu......
Ash terdiam mematung saat melihatnya, dengan perlahan ia menurunkan pedangnya. "E- Eri... Erine?" ucapnya terbata.
Sosok itu adalah seorang Dewi bernama Erine. Ia adalah Dewi yang memiliki julukan sebagai penjaga kedamaian, ketenangan, dan kelimpahan. Erine jugalah yang memanggil Ash ke isekai untuk pertama kalinya.
"Lama tak berjumpa, Pahlawan Ash," ucap Erine dengan senyum hangat.
"Kenapa... kenapa Anda bisa ada di sini, Dewi Erine?" Ash bertanya, bingung dan penuh rasa hormat.
"Ceritanya cukup panjang, aku akan memberi tahumu nanti. Untuk sekarang kita harus berfokus pada stampede," balas Erine, sorot matanya menunjukkan kepastian.
Ash terdiam sejenak, menundukkan kepala dengan wajah kesal. "Maaf, Dewi Erine, tapi aku benar-benar tak ingin bertarung."
"Aku masih tak bisa melupakannya. Semua hal yang telah dilakukan oleh dunia ini padaku. Aku tak ingin lagi berjuang demi dunia, di ibu kota ada banyak pahlawan lain yang dipanggil... minta tolong saja pada mereka," lanjut Ash sembari berbalik badan, ingin melupakan tanggung jawab.
Erine mendekat dan memeluk Ash dari belakang, "Kumohon... hanya kamu yang bisa kuandalkan. Pahlawan lain tak akan sanggup untuk melawannya meskipun mereka semua bersatu."
"Itu tak bisa dipercaya. Aku bahkan bisa mengalahkan raja iblis dalam duel satu lawan satu. Tak mungkin mereka yang punya kelompok besar bisa kalah," balas Ash, tampak skeptis.
"Apa kau tak khawatir dengan mereka?" Erine menatapnya, penuh harapan.
"Mereka hanya teman sekelas. Aku tak benar-benar dekat dengan mereka. Aku tak peduli dengan apa yang terjadi pada mereka," balas Ash dingin.
"Lalu bagaimana dengan kelima gadis itu?" Erine melepaskan pelukannya dan menatap tajam mata Ash, suaranya bergetar penuh emosi.
Ash berbalik, "Apa Anda bermaksud mengancam saya, Dewi Erine?"
Erine menggelengkan kepalanya pelan, "Tidak, aku hanya akan memberitahu-mu kalau nyawa mereka terancam."
"Heh, itu mustahil. Kota ini memiliki sihir pelindung yang cukup kuat. Stampede bahkan bisa ditahan," balas Ash, percaya diri dengan kekuatan pelindung kota.
"Pelindung ini akan hancur..." ujar Erine dengan tatapan serius.
Tak lama setelah itu...
Duarr!!
Sebuah sinar laser berwarna hitam melubangi pelindung kota hingga para penyihir tak mampu menahan kekuatan itu dan terjatuh pingsan, menyebabkan hilangnya sihir pelindung.
Mata Ash terbelalak. Ia melihat ke atas saat laser itu menghancurkan pelindung, "A- Apa yang..."
"Sudah ku bilang, kan?" ucap Erine, wajahnya tegas.
...----------------...
Disaat yang bersamaan...
Di gerbang kota bagian utara, semua kesatria dan petualang berkumpul untuk menghadapi stampede yang akan datang. Para penyihir dan pengguna busur berada di atas dinding benteng agar bisa melihat dan menyerang musuh dengan leluasa. Priest atau healer berada di bagian dalam kota, tepatnya di sebuah tenda yang didirikan untuk tempat pengobatan pasukan yang terluka. Sisanya adalah para kesatria dan petualang yang akan bertarung di barisan depan.
"Diperkirakan para monster akan sampai dalam kurun waktu dua jam lagi. Jika ada yang mau lari, lakukanlah sekarang! Kami memerlukan orang yang siap mempertaruhkan nyawanya untuk kota dan orang-orang berharga yang tinggal di sini. Jika ada yang tak memiliki hal yang berharga atau tak mencintai kota ini, bisa pergi. Kami tak akan memaksa kalian untuk bertarung!" seru Guild Master dari atas benteng.
"Kita kasih paham para monster itu!"
"Yeaahhh!!!!"
-Wush~
Duarr!!
Sebuah laser melesat menghancurkan pelindung kota. Semua kesatria dan petualang terduduk dengan wajah terkejut saat melihat hal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
story
Kok gk asing. Apa kau pake ChatGPT buat review kah thor, atau buat penyempurnaan aja?
2025-01-05
0
story
Sudah aku duga. /Skull/
2025-01-05
0
Frando Wijaya
next Thor 😃
2024-09-13
1