Chapter 7 : Menjadi Guru

Malam telah berlalu dan fajar pun tiba. Ash membuka matanya perlahan, tubuhnya terasa sedikit kaku setelah begadang hingga larut. Ia menggeser posisi ke duduk, lalu menarik napas panjang sebelum melakukan peregangan ringan.

"Selamat pagi, Ash. Apa kamu sudah bangun?" Suara lembut Luna terdengar dari balik pintu gubuk. Cahaya matahari pagi yang masuk menyorot wajahnya, membuat senyum hangatnya semakin terlihat cerah.

Ash tersenyum kecil. "Pagi, Luna."

"Sarapan sudah siap. Cepatlah berkumpul bersama yang lain," ujar Luna dengan ramah sebelum pergi meninggalkan pintu, kembali ke kelompok mereka.

Keluar dari gubuk, Ash merasakan kehangatan sinar matahari pagi menyentuh kulitnya. Ia menatap sekeliling, melihat pemandangan yang selalu menyenangkan di pagi hari—langit yang biru bersih, udara segar yang membawa aroma dedaunan, dan bau harum masakan yang berasal dari dapur sementara mereka. Perutnya mulai berbunyi pelan, merespons aroma lezat yang menyebar.

Saat Ash berjalan mendekat ke tempat sarapan, pandangannya menangkap Azusa yang sedang memasak dengan wajahnya yang serius dan dingin. Bayangan peristiwa semalam tiba-tiba muncul di pikirannya.

Azusa... tadi malam dia berbeda, batin Ash sambil mengernyit. Kenapa aku masih memikirkannya?

Ia duduk di atas batang kayu yang digunakan sebagai bangku sementara. Tidak lama kemudian, Azusa datang menghampirinya dengan semangkuk sup di tangannya.

"Ini sarapanmu," ucap Azusa singkat tanpa ekspresi, seperti biasa.

"I-ya, terima kasih." Ash mengulurkan tangan untuk mengambil mangkuk itu, tetapi ketika tangan mereka bersentuhan, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Azusa, yang biasanya begitu tenang, tiba-tiba menarik tangannya dengan cepat, tak sengaja menumpahkan sup ke pangkuan Ash.

"Ah! Pa-panas!" teriak Ash kaget sambil melompat berdiri. Wajahnya meringis saat merasakan panas dari sup yang mengenai kulitnya.

Azusa tampak panik untuk pertama kalinya, wajahnya merah padam, dan ia dengan cepat mengeluarkan sapu tangan dari sakunya. "Ma-maaf! Aku benar-benar tak sengaja!" ucapnya terburu-buru sambil mencoba menghapus sup yang menempel di pakaian Ash.

Namun, Ash langsung menghentikannya. "Tidak, tak perlu. Aku bisa membersihkannya sendiri nanti di sungai," katanya, meskipun masih merasakan panas di kulitnya. Senyumnya tipis, mencoba menenangkan Azusa yang terlihat begitu gelisah.

"Tapi aku benar-benar merasa bersalah..." Azusa tampak sangat tak nyaman, wajahnya masih terlihat merah, mungkin karena malu.

Dari kejauhan, Risa dan Tama yang sedang mengamati kejadian tersebut saling melirik satu sama lain.

"Jarang sekali aku melihat Azusa panik seperti itu," komentar Risa sambil tertawa kecil.

"Iya, dia biasanya sangat tenang dan anggun. Apa mungkin sesuatu terjadi antara mereka?" tanya Tama dengan nada ingin tahu.

Risa hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum misterius. "Mungkin saja."

...---...

Ash kemudian pergi ke sungai untuk membersihkan bajunya yang kotor, meninggalkan Azusa sendirian dengan pikiran yang berkecamuk. Di tepi sungai, dia memandangi air jernih yang mengalir dengan tenang, mencoba meredakan kegelisahannya.

Kenapa aku jadi aneh seperti ini? Kenapa aku begitu gugup? batin Azusa gelisah, tak bisa berhenti memikirkan peristiwa semalam dan tadi pagi. Ia tak pernah punya pengalaman dekat dengan laki-laki, apalagi sampai menyentuh tangan mereka.

Di tengah lamunannya, suara lembut Risa terdengar, memanggilnya dengan penuh rasa ingin tahu. "Azu-sa!"

Azusa tersentak dan menoleh ke arah Luna yang datang menghampirinya. "A-Ada apa, Risa?"

"Kebalik, harusnya aku yang bertanya begitu," balas Risa dengan senyum penuh makna. "Azusa, kamu kelihatan berbeda hari ini. Apa terjadi sesuatu dengan Ash?"

Wajah Azusa langsung berubah merah. Ia memalingkan wajahnya, berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Ti-tidak... tidak ada yang terjadi," jawabnya cepat, meski suaranya sedikit gemetar.

Risa tertawa pelan, lalu merangkul Azusa dengan lembut. "Jangan bohong, Azusa. Kami semua bisa melihatnya. Kamu bisa cerita pada kami kapan saja, kamu tahu?"

Sebelum Azusa bisa menjawab, tiba-tiba Koharu muncul dengan ceria. "Eh? Apa yang terjadi di sini? Wah, wajah Azusa merah sekali!" Koharu berseru, seolah baru saja menemukan sesuatu yang sangat menarik.

Risa hanya tertawa lebih keras, sementara Azusa tampak semakin malu. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, tidak mampu menahan rasa malunya yang terus bertambah. Koharu, di sisi lain, tampak bersemangat. "Kamu pasti jatuh cinta pada Ash, ya?"

Azusa terkejut dan menatap Koharu dengan mata membelalak. "Ja-jangan bicara sembarangan, Koharu! Bukan seperti itu!"

Namun, dalam hatinya, Azusa tahu ada sesuatu yang mulai tumbuh—perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

...---...

Di tepi sungai, Ash merenung sambil mencuci bajunya yang kotor. Pikirannya kembali pada kejadian pagi tadi dan bagaimana Azusa bertingkah aneh sejak semalam. "Apa mungkin... ada sesuatu yang tidak kuketahui?" gumamnya pelan, menatap air yang mengalir dengan tenang. Meski begitu, ia tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana Azusa yang biasanya dingin tiba-tiba menjadi begitu canggung di dekatnya.

Sebuah senyuman kecil muncul di wajahnya, namun ia cepat-cepat menghapusnya. "Mungkin aku hanya terlalu memikirkannya."

Tak lama setelah itu...

Ash menatap air terjun di depannya dengan penuh rasa penasaran. Gemuruh air yang jatuh ke bawah memenuhi udara, memberikan rasa tenang.

Hmmm... biasanya ada goa di balik air terjun, kan? batinnya bertanya-tanya sambil memandangi tebing di belakang tirai air yang deras.

Tanpa berpikir panjang, Ash keluar dari sungai dengan pakaian basahnya dan mulai merayap di sepanjang tebing, menempel pada dinding yang licin. Perlahan, ia mendekati air terjun, berharap menemukan sesuatu yang tersembunyi di balik derasnya air.

Namun, setelah melihat lebih dekat, Ash hanya bisa tertawa kecut. "Benar, tak ada goa di sini," keluhnya sambil menghela napas panjang. "Sepertinya aku terlalu berharap."

Dengan kecewa, Ash kembali ke tempat perkemahan dengan pakaian yang masih basah, duduk di depan api unggun untuk mengeringkan dirinya. Aroma hangat dari sup yang mendidih di atas api memenuhi udara, menggoda perutnya yang mulai lapar. Tanpa berkata apa-apa, Ash meraih semangkuk sup yang telah disiapkan, lalu duduk di dekat api, membiarkan kehangatannya merambat ke tubuhnya yang basah.

Tiba-tiba, suara lembut terdengar dari belakangnya. "Ash, apa aku boleh duduk di sebelahmu?" tanya Luna dengan senyum manis menghiasi wajahnya.

Ash menoleh dan tersenyum kecil. "Tentu, tapi jangan terlalu dekat. Takutnya pakaian basahku bisa membuatmu ikut basah," jawabnya sambil tertawa kecil.

Luna duduk di dekatnya, matanya tertuju pada nyala api. Setelah beberapa saat dalam diam, ia bertanya dengan nada pelan, "Hei, berapa lama kita akan berada di dunia ini?"

Ash terdiam sejenak, menatap api yang berkobar di depannya. "Ntahlah," jawabnya datar, suaranya terdengar sedikit jauh. "Jika kalian serius berlatih dan menjadi kuat, mungkin dalam waktu satu tahun kalian bisa mengalahkan Raja Iblis dan kembali ke Bumi."

Luna mengernyitkan dahi, heran mendengar jawaban Ash yang tampak acuh tak acuh. "Kau sendiri, tidak ingin kembali ke Bumi?" tanyanya, menatap Ash yang tampak tak tertarik.

Ash menghela napas panjang, pandangannya tertuju pada api. "Aku tak punya alasan untuk kembali... tak ada yang menungguku di sana," jawabnya, nada suaranya terdengar sendu, seperti menyembunyikan sesuatu. Kemudian ia berdiri, membersihkan mangkuknya, meninggalkan Luna yang terdiam, menatap api unggun dengan ekspresi bingung.

Sambil berjalan ke sungai untuk mencuci mangkuknya, Ash menoleh ke belakang, memperhatikan Luna yang masih duduk sendirian di depan api unggun.

Maaf, Luna... Tapi aku benar-benar tak tertarik untuk kembali ke Bumi. batinnya berbicara.

Setelah selesai mencuci mangkuk, Ash kembali menghampiri Luna. Ia berdiri di hadapannya, kali ini wajahnya lebih serius. "Luna... apa kau benar-benar ingin kembali ke Bumi?" tanyanya dengan nada lembut.

Luna mengangguk pelan. Wajahnya mencerminkan kerinduan yang dalam, namun juga kebimbangan. "Aku rindu keluargaku... dan teman-temanku," jawabnya pelan.

Ash menutup matanya sebentar, menyilangkan kedua tangannya di dada, lalu mengangguk pelan. "Baiklah," ucapnya dengan senyum kecil yang menggoda. "Jika itu yang kalian inginkan, aku akan membantu kalian untuk mengalahkan Raja Iblis dan kembali ke Bumi."

Luna menatap Ash dengan kaget, tak menyangka mendengar kata-kata penuh tekad dari pria yang biasanya cuek itu. Wajahnya pun perlahan berubah, senyum cerah menghiasi wajahnya. "Terima kasih, Ash," ucapnya penuh kelegaan.

Ash tertawa kecil dan menepuk bahu Luna. "Bagus! Kalau begitu, panggil yang lain. Kita akan mulai berlatih dari sekarang!"

Tak lama kemudian, seluruh gadis berkumpul di depan api unggun, wajah mereka penuh dengan tanda tanya. Risa yang berdiri dengan tangan terlipat tampak paling bingung dari semuanya. "Ada apa, Ash? Kenapa kau memanggil kami semua pagi-pagi begini?" tanyanya dengan nada tajam.

Ash tersenyum penuh percaya diri. "Kalian akan kulatih agar menjadi kuat!" serunya, suaranya bergema di udara pagi.

"Hah? Kau melatih kami?" Risa menatap Ash dengan skeptis, mengangkat satu alis. "Orang yang hanya memilih skill sehari-hari, ingin melatih kami yang memiliki kemampuan sihir?" lanjutnya, suaranya penuh dengan ketidakpercayaan.

Ash tidak terpengaruh. Dengan tenang, ia menjawab, "Ya, tentu saja."

Risa terdiam, bingung mendengar kepercayaan diri Ash yang tidak tergoyahkan. Wajahnya tampak ragu, namun tidak berkata apa-apa lagi.

Setelah itu, Ash mulai memberikan penjelasan tentang dasar-dasar sihir. Dia berbicara tentang elemen-elemen dasar, cara merasakan mana yang mengalir dalam tubuh, serta pentingnya fokus dan imajinasi dalam mengendalikan kekuatan sihir. Penjelasannya memakan waktu sekitar setengah jam, dan para gadis mendengarkan dengan penuh perhatian meskipun beberapa dari mereka tampak bingung.

Setelah selesai menjelaskan, Ash berdiri di depan mereka, menatap dengan tatapan penuh keyakinan. "Sekarang, aku akan menunjukkan bagaimana caranya," ucapnya dengan senyum percaya diri.

Risa mendengus. "Aku ingin melihat ini," gumamnya pelan.

Ash menutup matanya, membiarkan pikirannya terfokus pada elemen api. Ia merasakan aliran mana dalam tubuhnya, mengalir melalui urat-urat nadinya menuju telapak tangan kanannya. Dengan lembut, ia memanggil energi itu, memvisualisasikan bola api dalam imajinasinya.

"Fireball," ucapnya pelan.

Seketika, bola api kecil muncul melayang di atas telapak tangan Ash, menerangi wajahnya dan membuat para gadis menatap dengan terperangah. Risa, yang tadinya meremehkan, sekarang menatap Ash dengan mata membelalak, begitu pula dengan yang lainnya.

Bagaimana dia bisa menggunakan sihir? Padahal dia tak punya skill atau job sihir, batin para gadis bertanya-tanya.

Ash memadamkan bola api itu dan menatap mereka dengan senyum penuh kemenangan. "Sudahi bengongnya, mari kita mulai latihan kalian," ucapnya santai, namun penuh semangat.

Terpopuler

Comments

Frando Wijaya

Frando Wijaya

oh? gk tertarik bumi lg huh...

2024-08-20

1

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 : Dunia Baru
2 Chapter 2 : Pertarungan Pertama
3 Chapter 3 : Perseteruan
4 Chapter 4 : Pilihan
5 Chapter 5 : Menjelajah
6 Chapter 6 : Eksperimen
7 Chapter 7 : Menjadi Guru
8 Chapter 8 : Tamer
9 Chapter 9 : Menyerang Desa Goblin
10 Chapter 10 : Pertarungan Di Desa Goblin
11 Chapter 11 : Memulai Perjalanan
12 Chapter 12 : Pedagang Daniel
13 Chapter 13 : Kota Ranvel
14 Chapter 14 : Mendaftar Sebagai Petualang
15 Chapter 15 : Menjadi Pedagang
16 Chapter 16 : Belanja
17 Chapter 17 : Persiapan
18 Chapter 18 : Kehidupan Yang Damai?
19 Chapter 19 : Naga Hitam
20 Chapter 20 : Stampede
21 Chapter 21 : Extinction Ray!
22 Chapter 22 : Sang Pahlawan
23 Chapter 23 : Masa Pemulihan
24 Chapter 24 : Pahlawan
25 Chapter 25 : Misi Yang Telah Terukir Kembali
26 Chapter 26 : Serangan Fang Wolf
27 Chapter 27 : Menuju Kota Sirius
28 Chapter 28 : Keluarga Bangsawan
29 Chapter 29 : Pertunangan
30 Chapter 30 : Bertambahnya Satu Orang Di Dalam Kelompok
31 Chapter 31 : Menuju Ibu Kota
32 Chapter 32 : Ibu Kota
33 Chapter 33 : Pertemuan Kembali
34 Chapterr 34 : Membuka Kios
35 Chapter 35 : Risa Melawan Ahli Tombak Gareth
36 Chapter 36 : Hati Yang Terluka
37 Chapter 37 : Pertandingan Pembalasan
38 Chapter 38 : Kecepatan Melawan Kekuatan
39 Chapter 39 : Risa Vs Ren
40 Chapterr 40 : Serangan Di Ibu Kota
41 Chapter 41 : Kematian
42 Chapter 42 : Mika Sang Flugel
43 Chapter 43 : Keputus-asaan
44 Chapter 44 : Kebangkitan Sang Pahlawan
45 Chapter 45 : Memulai Perjalanan Baru
46 Chapter 46 : Kota Chovo
47 Chapter 47 : Warna Asli
48 Chapter 48 : Sebuah Sekte?
49 Chapter 49 : Sebuah Kebenaran
50 Chapter 50 : Menyusup
51 Chapter 51 : Mendapatkan Teman Baru
52 Chapter 52 : Mengungkapkan Kebenaran
53 Chapter 53 : Perjalanan Menuju Ibu Kota Lindwon
54 Chapter 54 : Satu Hari Dengan Dua Kejadian
55 Chapter 55 : Konflik Dengan Seorang Bangsawan
56 Chapter 56 : Mengungkapkan Rahasia
57 Chapter 57 : Perasaan Yang Rumit
58 Chapter 58 : Cinta Dan Kewajiban
59 Chapter 59 : Hasutan
60 Chapter 60 : Akademi Sihir
61 Chapter 61 : Ujian Masuk
62 Chapter 62 : Elysium Blade
63 Chapter 63 : Kegaduhan
64 Chapter 64 : Melanjutkan Perjalanan Seorang Diri
65 Chapter 65 : Kejadian 200 Tahun Yang Lalu
66 Chapter 66 : Penghianatan
67 Chapter 67 : Pelelangan
68 Chapter 68 : Budak—Gadis Rubah
69 Chapter 69 : Menuju Kota Treal
70 Chapter 70 : Serangan
71 Chapter 71 : Kota Treal
72 Chapter 72 : Mimpi Buruk
73 Chapter 73 : Perjalanan Menuju Ibu Kota
74 Chapter 74 : Elven Garden
75 Chapter 75 : Roh Pahlawan
76 Chapter 76 : Dendam Dari Masa Lalu
77 Chapter 77 : Kebencian Yang Besar
78 Chapter 78 : Aku Adalah Dirimu
79 Chapter 79 : Kota Aqualis
80 Chapter 80 : Menuju Kota Bawah Air
81 Chapter 81 : Kawasan Terlantar
82 Chapter 82 : Permata Roh Pelangi
83 Chapter 83 : Perjalanan Terakhir
Episodes

Updated 83 Episodes

1
Chapter 1 : Dunia Baru
2
Chapter 2 : Pertarungan Pertama
3
Chapter 3 : Perseteruan
4
Chapter 4 : Pilihan
5
Chapter 5 : Menjelajah
6
Chapter 6 : Eksperimen
7
Chapter 7 : Menjadi Guru
8
Chapter 8 : Tamer
9
Chapter 9 : Menyerang Desa Goblin
10
Chapter 10 : Pertarungan Di Desa Goblin
11
Chapter 11 : Memulai Perjalanan
12
Chapter 12 : Pedagang Daniel
13
Chapter 13 : Kota Ranvel
14
Chapter 14 : Mendaftar Sebagai Petualang
15
Chapter 15 : Menjadi Pedagang
16
Chapter 16 : Belanja
17
Chapter 17 : Persiapan
18
Chapter 18 : Kehidupan Yang Damai?
19
Chapter 19 : Naga Hitam
20
Chapter 20 : Stampede
21
Chapter 21 : Extinction Ray!
22
Chapter 22 : Sang Pahlawan
23
Chapter 23 : Masa Pemulihan
24
Chapter 24 : Pahlawan
25
Chapter 25 : Misi Yang Telah Terukir Kembali
26
Chapter 26 : Serangan Fang Wolf
27
Chapter 27 : Menuju Kota Sirius
28
Chapter 28 : Keluarga Bangsawan
29
Chapter 29 : Pertunangan
30
Chapter 30 : Bertambahnya Satu Orang Di Dalam Kelompok
31
Chapter 31 : Menuju Ibu Kota
32
Chapter 32 : Ibu Kota
33
Chapter 33 : Pertemuan Kembali
34
Chapterr 34 : Membuka Kios
35
Chapter 35 : Risa Melawan Ahli Tombak Gareth
36
Chapter 36 : Hati Yang Terluka
37
Chapter 37 : Pertandingan Pembalasan
38
Chapter 38 : Kecepatan Melawan Kekuatan
39
Chapter 39 : Risa Vs Ren
40
Chapterr 40 : Serangan Di Ibu Kota
41
Chapter 41 : Kematian
42
Chapter 42 : Mika Sang Flugel
43
Chapter 43 : Keputus-asaan
44
Chapter 44 : Kebangkitan Sang Pahlawan
45
Chapter 45 : Memulai Perjalanan Baru
46
Chapter 46 : Kota Chovo
47
Chapter 47 : Warna Asli
48
Chapter 48 : Sebuah Sekte?
49
Chapter 49 : Sebuah Kebenaran
50
Chapter 50 : Menyusup
51
Chapter 51 : Mendapatkan Teman Baru
52
Chapter 52 : Mengungkapkan Kebenaran
53
Chapter 53 : Perjalanan Menuju Ibu Kota Lindwon
54
Chapter 54 : Satu Hari Dengan Dua Kejadian
55
Chapter 55 : Konflik Dengan Seorang Bangsawan
56
Chapter 56 : Mengungkapkan Rahasia
57
Chapter 57 : Perasaan Yang Rumit
58
Chapter 58 : Cinta Dan Kewajiban
59
Chapter 59 : Hasutan
60
Chapter 60 : Akademi Sihir
61
Chapter 61 : Ujian Masuk
62
Chapter 62 : Elysium Blade
63
Chapter 63 : Kegaduhan
64
Chapter 64 : Melanjutkan Perjalanan Seorang Diri
65
Chapter 65 : Kejadian 200 Tahun Yang Lalu
66
Chapter 66 : Penghianatan
67
Chapter 67 : Pelelangan
68
Chapter 68 : Budak—Gadis Rubah
69
Chapter 69 : Menuju Kota Treal
70
Chapter 70 : Serangan
71
Chapter 71 : Kota Treal
72
Chapter 72 : Mimpi Buruk
73
Chapter 73 : Perjalanan Menuju Ibu Kota
74
Chapter 74 : Elven Garden
75
Chapter 75 : Roh Pahlawan
76
Chapter 76 : Dendam Dari Masa Lalu
77
Chapter 77 : Kebencian Yang Besar
78
Chapter 78 : Aku Adalah Dirimu
79
Chapter 79 : Kota Aqualis
80
Chapter 80 : Menuju Kota Bawah Air
81
Chapter 81 : Kawasan Terlantar
82
Chapter 82 : Permata Roh Pelangi
83
Chapter 83 : Perjalanan Terakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!