Di pinggiran kota, tepatnya di rumah milik Ash, terdengar teriakan seorang gadis dari dalam sebuah kamar.
"Hei... Ash, apa kau berniat meninggalkan kami? Memang benar kami-lah yang seenaknya ingin ikut denganmu... jika kamu memang mau berpisah—" ucap Luna dengan nada sedih, namun belum selesai, Ash langsung menyela.
"Tidak, aku tak bermaksud meninggalkan kalian. Benar-benar, aku hanya lupa karena terlalu terbawa suasana kemarin. Aku minta maaf!" ujar Ash sambil menundukkan kepalanya, meminta maaf dengan tulus atas kesalahannya.
"Benarkah?" Luna menatap mata Ash dengan tatapan penuh harap, matanya berkaca-kaca.
Ash tersenyum lembut, lalu mengusap kepala Luna dengan penuh kasih sayang, "Iya, maaf karena telah membuatmu khawatir."
"Ahem! Anoo, apa kalian bisa bermesraannya saat berdua saja?" tiba-tiba Risa berseru, menatap Ash dengan senyum kesal.
Ash mengangkat tangannya, menghentikan gerakan mengusap kepala Luna. "Aku mau memasukkan barang dulu," ia berbalik dan keluar dari kamar menuju ke lantai satu untuk memasukkan semua barang yang ada di gerobak ke dalam rumah.
Saat Ash sedang mengangkut barang, para gadis berjalan menuruni tangga dan melihat Ash yang mengangkut barang.
"Apa masih banyak?" tanya Luna dengan nada khawatir.
Ash menurunkan sebuah kotak berisi mineral tembaga. "Ya..." jawabnya tampak lelah.
"Biarkan kami membantu, oke?" ucap Luna dengan senyum penuh semangat.
"Kalau begitu, kalian angkat yang ringan-ringan saja," balas Ash, merasa lega.
Dengan bantuan para gadis, barang-barang berhasil diangkut ke dalam rumah dengan cepat. Saat itu waktu sudah menunjukkan tengah hari, dan matahari bersinar terik di langit.
"Terima kasih," ucap Ash tulus kepada para gadis yang telah membantunya.
"Hei, Ash," panggil Luna dengan wajah merah padam.
Melihat ekspresi Luna, Ash bertanya canggung, "A- ada apa, Luna?"
"A- apa aku boleh tinggal de- denganmu di sini?" jawab Luna dengan suara pelan, wajahnya memerah karena malu.
Ash tersenyum dan menjawab tanpa ragu, "Boleh, kok."
Mendengar jawaban Ash, Risa mengerutkan keningnya. "Tunggu! Jika Luna tinggal di sini, maka kami juga!" sela Risa, tak ingin ketinggalan.
"Tentu, aku juga tak keberatan. Di lantai dua ada tiga kamar. Aku pakai satu, dan masih ada dua kamar yang tersisa, kalian pakai saja," balas Ash dengan tenang.
Azusa yang mendengar jawaban Ash tampak curiga. "Apa jangan-jangan kau sudah merencanakan ini?" tanya Azusa untuk memastikan.
Ash bangkit berdiri dan menggeleng. "Tidak juga, aku baru memikirkannya sekarang. Ini akan menghemat biaya hidup, dan aku bisa mengawasi—" saat itu Ash langsung menghentikan ucapannya.
"Mengawasi?" Azusa bertanya, penasaran.
"Mengantuk! Aku tidak tidur tadi malam. Maaf, aku mau tidur dulu," jawab Ash cepat dan melangkah menuju tangga. "Biarkan barang-barangnya di sini, kalian juga istirahat-lah. Jika mau makan, aku sudah beli bahan makanan. Dapur ada di belakang," lanjutnya sambil menguap.
Para gadis hanya bisa menjawab "Ya" dengan ekspresi heran.
"Jadi bagaimana?" Risa mulai bertanya hal apa yang akan mereka lakukan ke depannya.
"Ya, karena sudah diizinkan kita akan tinggal di sini. Benar kata Ash, ini akan menghemat biaya hidup," jawab Azusa, sambil membawa bungkusan berisi sayur-mayur, daging, dan gandum.
"Ya, aku juga setuju dengan Luna dan Azusa," lanjut Koharu.
"A- aku juga..." sambung Tama, sedikit ragu.
"Kalau begitu sudah diputuskan, ya!" seru Luna dengan semangat. "Aku akan ke penginapan untuk check out!" lanjutnya berseru sambil berlari keluar dari rumah menuju ke penginapan.
Risa menghela napas melihat teman-temannya yang dengan cepat menerima untuk tinggal satu rumah dengan seorang laki-laki. "Yasudah, mari kita susun dulu barang-barang ini," ucapnya.
"Baiklah!/Hu'um," sahut Koharu dan Tama serempak.
Tiga jam berlalu...
Ash akhirnya terbangun dari tidurnya, merasa segar setelah istirahat. Ia melihat keluar jendela, menatap langit yang berwarna jingga, dengan hembusan angin hangat yang menerpa wajahnya. Ketika itu, Ash mencium aroma harum dari luar, bau sate daging yang sedang dibakar.
"Kurasa aku akan cari makan dulu," gumamnya, lalu meloncat keluar dari jendela. Berjalan dengan santai menuju ke area yang cukup ramai, di mana banyak orang beraktivitas.
Di salah satu kedai, ia berteriak, "Paman, aku beli dua tusuk!" dengan senyum lebar.
"Ini dia!" balas penjual, sambil memberikan dua tusuk sate daging besar kepada Ash.
Ash memberikan uangnya, lalu berjalan pergi dari kedai, duduk di pinggir sebuah pancuran air yang ada di dekat sana. Ia menatap orang-orang yang berlalu di depannya. Saat itu, ada sosok berjubah yang lewat, jubahnya lusuh di tengah kerumunan orang berpakaian bersih. Sosok itu berhenti sejenak, menoleh ke arah Ash.
"Hmm?" Ash merasa ditatap dan langsung waspada, namun sosok itu menghilang saat seseorang lewat, menutupi pandangannya.
Siapa orang tadi? batin Ash bertanya-tanya.
Dengan cepat, Ash menghabiskan sate-nya lalu berjalan kembali ke rumah untuk menyusun dan melanjutkan pembuatan perabotan. Namun, saat sampai di depan pintu, ia terkejut karena Tama yang tiba-tiba menabraknya saat hendak keluar.
"Aw!"
"Eh? Kau tak apa-apa, Tama?" sontak Ash langsung bertanya sambil mengulurkan tangannya.
"I- iya, terima kasih," saut Tama tanpa sadar menerima uluran tangan Ash.
Saat sudah berdiri, dan membuka matanya, Tama terkejut melihat wajah Ash yang sangat dekat dengan wajahnya. "Kyaa!" ia langsung berteriak.
Tak lama kemudian, banyak suara langkah kaki terdengar. "Ada apa Tama!?" teriak para gadis yang berlarian mendekat.
"Eh, ah, tidak..." Tama terlihat bingung, melihat ke arah Ash dan teman-temannya. "A- aku hanya terkejut melihat Ash..."
Saat itu, yang lainnya baru sadar bahwa Ash yang seharusnya tidur bisa berada di depan pintu. "Ah! Bukannya kau tadi tidur?" seru mereka.
"Ya, perutku lapar, jadi aku pergi keluar untuk cari makan, hahaha," jawab Ash sambil menggaruk rambutnya, merasa sedikit canggung.
"Kapan kau keluar? Kami tak melihatmu keluar dari kamarmu sama sekali," Luna meminta penjelasan.
"Ah, soal itu... Aku keluar dari jendela kamarku," jawab Ash, tersenyum kikuk.
"Ya?" Mereka tampak bingung, karena kamar seharusnya berada di lantai dua dan cukup tinggi.
"Emm... Ini bukan hal yang aneh, kan?" Ash bertanya, berusaha mengalihkan perhatian mereka. "Lagipula, Kalian sudah selesai mengatur barang-barang?"
"Belum!" seru Risa, "Ayo kita selesaikan sekarang juga!"
"Saya akan membantu," ucap Koharu, mengangguk.
Ash tersenyum melihat semangat mereka. "Kalau begitu, mari kita kerjakan bersama! Setelah ini, kita bisa makan bersama."
Para gadis mengangguk serentak, semangat kembali menyala dalam diri mereka. Kegiatan mengatur rumah pun dimulai, penuh canda dan tawa, menandakan awal petualangan baru bagi mereka semua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Frando Wijaya
next Thor 😃
2024-09-09
0