"Apa kamu kenal wanita itu Adriana?"
Tanya Vian pada Adriana. Walau sebenarnya hati Vian terasa nyeri menyaksikan staff kebanggannya di hadapkan dalam situasi yang tak seharusnya terjadi.
Adriana hanya menggelengkan kepalanya, tidak menjawab pertanyaan Vian.
"Itu Devin kan? Suamimu."
Vian kembali ingin memastikan lagi. Dia masih tidak percaya kalau Devin akan berbuat serendah itu di belakang Adriana.
"Iya pak."
Jawab Adriana lirih, dengan nafas tersengal menahan sesak di dadanya.
Raut wajah Adriana merah padam. Kedua bola matanya berkaca-kaca menahan buliran bening yang siap jatuh bebas di pipinya.
Rasanya sungguh sangat menyesakkan dada melihat orang yang dicintainya bersanding dengan wanita lain. Mereka nampak begitu mesra dan sangat akrab.
Jemari Vian melepaskan tangan Adriana, dia segera bangkit dari kursinya menuju meja Devin. Rupanya amarah Vian sudah tak terbendung lagi. Ingin rasanya Vian menghajar sepasang manusia yang tak tahu diri itu.
"Pak Vian saya mohon jangan buat keributan disini."
Adriana mencoba menahan amarah yang sudah membuncah di raut wajah Vian.
"Ini keterlaluan Adriana! Bagaimana bisa kamu membiarkan wanita lain bermanja-manja dalam pelukan suami kamu."
Vian semakin geram saat menatap meja Devin di seberang sana, apalagi posisi Jesi yang terlihat semakin manja di lengan Devin.
"Adriana mohon pak, jangan buat keadaan semakin rumit. Biarkan saya sendiri yang menyelesaikan masalah ini. Kalau sampai media bisnis tahu pak Vian buat keributan disini apa kata orang-orang nanti."
Mimik muka Adriana terlihat memelas di hadapan Vian. Wajahnya dia tundukkan menatap perut kecilnya yang dia usap dengan lembut.
Memang benar apa yang dikatakan oleh Adriana kalau media tahu aksi keributan antara Vian dengan Devin bisa-bisa reputasi Vian rusak sebagai pemimpin perusahaan.
"Apa kamu hamil Adriana?"
Tanya Vian penuh selidik setelah mengetahui tangan Adriana yang mengelus perutnya yang masih rata. Kemudian Adriana pun menganggukkan kepalanya.
"Saya mohon pak Vian jangan buat keributan disini. Demi anak saya pak."
Vian pun terpaksa mengurungkan niatnya untuk murka di hadapan Devin. Dia merasa tidak tega mendengar pengakuan Adriana yang tengah hamil.
Hati Vian begitu tak kuasa melihat Adriana dengan raut muka sedih. Pipi mulusnya kini basah akan buliran bening yang semakin deras mengalir di pipi wanita cantik itu. Air mata itu sulit Adriana tahan.
"Sebaiknya kita segera pergi dari sini."
Vian menarik handphone serta kunci mobil miliknya, lalu menggandeng Adriana dengan perasaan cemas. Tidak ada maksud lain seorang bos menggandeng staffnya. Vian hanya ingin memberikan perlindungan untuk Adriana saja, rasa empatinya begitu kuat. Vian tak ingin hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada Adriana yang dapat mengganggu kondisi psikologi dan mental Adriana.
Sesampainya di dalam mobil Vian kembali bertanya.
"Apa Devin sudah tahu kehamilan kamu?"
Vian bertanya tanpa menolehkan wajahnya. Matanya masih tetap fokus mengemudikan mobil.
"Belum pak."
Vian hanya menghela nafasnya kesal.
"Saya kira anggapan orang-orang tentang Devin itu benar. Ternyata saya salah."
Adriana tidak mengerti apa yang baru saja diucapkan Vian. Saat kuliah dulu mereka pernah satu kampus, walau mereka hanya sebatas saling tahu satu sama lain, tidak saling kenal dan akrab seperti teman biasanya.
"Anggapan orang-orang tentang apa ya pak?"
Adriana penasaran akan pernyataan Vian.
"Dulu semasa kuliah Devin begitu hits di kalangan wanita. Wanita mana yang tidak tergila-gila akan Devin, termasuk adik saya dulu sangat menyukai Devin. Namun cinta Devin begitu besar pada kekasihnya saat itu, dia tidak pernah ganti-ganti cewek."
Tutur Vian seperti sedang mengenang masa kuliahnya dulu.
Melihat kejadian di restoran tadi sungguh membuat Vian merasa kesal, apalagi setelah dia tahu kalau Adriana sedang mengandung darah daging Devin, tapi bisa-bisanya Devin bertindak seperti itu di belakang Adriana.
"Mungkin perempuan itu klien Mas Devin Pak."
Adriana mencoba menenangkan emosi Vian, walau sebenarnya hati Adriana merasa teriris dan perih. Adriana hanya tidak ingin rumah tangganya terlihat rapuh di mata orang lain.
"Adriana saya bukan laki-laki ABG yang tak pandai membaca situasi. Terlihat jelas cara wanita itu bersanding dengan Devin berbeda."
Adriana tertunduk mendengar apa yang dituturkan Vian. Rasanya semakin menyayat hati Adriana.
Baru saja Devin meyakinkan kembali hatinya, kini sudah Devin patahkan lagi.
"Lalu langkah apa yang akan kamu ambil untuk kedepannya?"
Vian sangat penasaran akan keputusan Adriana.
"Entahlah pak. "
Mata Adriana menerawang memalingkan pandangan ke samping kaca mobil.
"Jangan beri tahu Devin tentang kehamilan kamu. Sebelum semuanya jelas."
Vian memberikan masukkan untuk Adriana.
Vian memang sosok atasan yang begitu baik menurut Adriana. Dalam beberapa situasi Vian bisa menjadi teman bagi Adriana, dan ini bukan sekali dua kali terjadi perhatian Vian untuk Adriana.
"Rencana saya juga seperti itu pak."
Memang Adriana masih memilih waktu yang tepat untuk mengabarkan kehamilannya pada Devin.
"Kamu perempuan yang sabar dan kuat. Saya yakin kamu bisa melewatinya."
Adriana hanya tersenyum getir menanggapi ucapan yang dituturkan Vian.
Lika-liku kehidupannya sudah terlalu terjal. Sebelum Adriana kehilangan kedua orang tuanya dia pernah menjalin hubungan bersama pria sebelum Devin, namun cinta Adriana kandas terpaksa dia lepaskan dengan alasan status sosial yang berbeda.
Kini cintanya harus diuji kembali. Sungguh membuat hatinya perih jika mengingat kisah cintanya yang tak semulus perjalanan karirnya.
••••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Shaka Kirani Chellien
cobaan dedek bayi adriana. sabarr..
2020-10-02
1
Ilan Irliana
devin mh bego..
2020-04-01
1
Ai Roeckminie Sundy
sakitnya tuh d sini....
2020-01-11
3