Jam istirahat telah tiba. Angel bersama kawan-kawannya berkumpul di meja Amaira—si murid baru. Mereka menginterogasi murid itu karena meraih nilai 100 di mata pelajaran Fisika. Tampaknya, mereka tak percaya jika gadis itu benar-benar memperoleh nilai tersebut.
"Lo pasti nyontek, 'kan?!" tanya Angel setengah membentak.
"Itu sudah pasti, jarak antara bangkunya dan Naufal dekat banget." Salah satu dari anggot@ geng Angel menyambung.
Amaira memilih diam dan tetap fokus membaca buku seolah tak memedulikan tuduhan Angel dan kawan-kawannya. Sikap tak acuh gadis itu rupanya menyulut emosi Angel.
"Woi, gue lagi bicara ma lo!"
Angel menolak Amaira hingga ia jatuh tersungkur bersama kursinya. Gadis itu bangun sambil memperbaiki roknya. Ia menatap wajah Angel yang memerah dengan mata yang menyala. Namun, gadis itu tetap diam dan kembali duduk di bangkunya.
Angel semakin naik pitam dibuatnya, ia menarik kasar lengan gadis itu. "Lo denger enggak, sih? Apa Lo nganggap kita ini enggak ada?!"
Naufal yang sedari tadi melihat semuanya lantas tak tinggal diam. Ia berusaha mengalihkan perhatian Angel agar gadis itu tak terus mengusik Amaira.
"Angel, kamu ...." Naufal menjeda ucapannya sambil mencari alasan yang tepat untuk membuat Angel pergi. "Aldrin mencarimu," ucap Naufal secara tiba-tiba.
"Aldrin cari gue?" Angel memicingkan matanya. Seketika bibirnya tersenyum tipis. Ia kembali melirik Amaira, lalu mengatakan bahwa ia akan bermain-main kembali dengannya.
Gadis yang mendapat julukan primadona sekolah itu langsung pergi meninggalkan ruang kelas, diikuti ketiga temannya.
Ruang kelas hening seketika. Hanya ada Naufal dan juga gadis aneh itu. Naufal pun memberanikan diri mendekati gadis itu.
"Kamu enggak apa-apa?"
Amaira tidak meresponnya sama sekali. Ia hanya diam. Bahkan untuk menatap ke arah Naufal pun, enggan ia lakukan. Namun, cowok berkacamata itu mengerti dengan sikapnya.
Naufal kembali duduk di bangkunya. Sesekali, ia kembali melirik ke belakang sambil mencuri pandang ke arah Amaira.
Beberapa menit berlalu, keadaan kelas masih sunyi tanpa ada siapapun selain mereka berdua. Tiba-tiba gadis itu berdiri dan melangkah keluar kelas.
Naufal terhenyak. Dengan rasa penasaran yang tinggi, ia membuntuti gadis aneh itu dari belakang. Gadis itu berjalan pelan melewati beberapa ruang kelas sambil tetap menunduk. Sepanjang jalan yang ia lewati, tak lepas dari sorot pandang siswa-siswa yang melihatnya dengan tatapan aneh. Namun, ia tetap tak acuh dan terus melangkahkan kakinya.
Naufal masih setia membuntutinya. Ia belum tahu ke mana gadis aneh itu akan pergi. Namun, sepertinya gadis itu menuju perpustakaan sekolah yang letaknya berada paling belakang.
Naufal terus mengekor gadis itu dari belakang. Mereka melewati taman-taman sekolah yang dipenuhi pepohonan dan bunga-bunga yang Indah. Tampaknya, gadis itu berfirasat jika ia sedang diikuti seseorang. Dia membalikkan badannya seketika, lalu menatap sekeliling taman. Namun, ia tidak mendapati siapapun di belakangnya. Itu karena Naufal buru-buru bersembunyi di balik pohon.
Gadis itu berjalan kembali, dan Naufal tetap mengikutinya. Tiba-tiba gadis itu berhenti melangkah. Ia kembali membalikkan tubuhnya, tapi lagi-lagi Naufal bersembunyi. Kali ini ia bersembunyi di balik bunga-bunga yang tumbuh subur.
Begitu merasa Aman, Naufal keluar dari persembunyiannya. Namun, gadis aneh tadi sudah tidak ada. Naufal menengok ke kiri dan kanan mencari-cari sosok yang membuatnya penasaran selama dua hari ini.
"Kau mencariku?"
Tiba-tiba suara lembut seorang gadis datang dari arah belakang. Naufal berbalik dan mendapati gadis itu berdiri dengan tatapan tajam di balik masker yang menutupi hidung dan mulutnya.
Sontak, hal itu membuat cowok berkaca mata tersebut kaget dan menjadi salah tingkah.
"Hehehe ... aku hanya ... aku hanya ...." Naufal berkata gugup sambil menggaruk-garuk kepalanya. Ia tampak gelagapan memberi alasan. Bukankah ini memalukan? Ia ketahuan membuntuti gadis itu. Dan sekarang, alasan apa yang harus ia katakan?
"Kenapa kamu buntuti aku?" tanya Amaira datar.
"Aku cuma ingin mengenalmu. Semua teman-teman sekelas penasaran dengan wajahmu. Ada yang bilang kamu sumbing, ada juga yang bilang gigimu maju ke depan. Aku, aku ... cuma penasaran," ucap Naufal penuh hati-hati agar gadis itu tak tersinggung.
Gadis yang bernama Amaira itu terdiam. Namun matanya masih menatap tajam ke arah Naufal.
Melihat reaksi gadis itu membuatnya buru-buru berkata, "Jangan hiraukan ucapan mereka! Mereka bilang begitu karena kamu selalu memakai masker. Kamu juga selalu menunduk dan tidak mau bicara."
Naufal merasa salah tingkah. Tangannya menggaruk-garukkan kepala, lalu berpindah memegang telinganya. Sementara gadis itu terus menatapnya tanpa berkedip. Tatapan gadis itu membuatnya semakin canggung. Ia berusaha menarik sudut bibirnya, melempar senyum pada gadis itu.
Tiba-tiba tangan Amaira bergerak ke wajahnya. Ia membuka masker mulutnya, dan menyibakkan poni di depan matanya. Sehingga wajahnya terpampang jelas di hadapan Naufal.
Seketika jantung Naufal berdetak kencang. Di hadapannya saat ini, seorang gadis cantik dengan kedua bola mata yang indah dan begitu jernih, sepasang alis yang sudah terbentuk sempurna secara alami, wajah oval dan dagu yang lancip, tak lupa hidung mungil namun mancung dan bibir yang sensual membuat dirinya terlihat bak boneka hidup yang nyata.
Naufal membulatkan matanya. Pupil matanya membesar. Mulutnya ternganga. Namun, ia tak bisa berkata apapun. Lidahnya seakan menempel di langit-langit. Seluruh tubuhnya bergetar. Jantungnya makin berdetak kencang. Ia terperangkap dari rasa pesona yang tak terkira.
"Kenapa?" tanya Amaira melihat mimik wajah Naufal.
"A–ku ... aku ... aku ... cu–cuma kaget. Ka–kamu cantik sekali!" puji Naufal dengan suara yang terbata-bata.
Naufal merasakan dirinya sendiri tampak aneh. Ia tidak pernah seperti ini. Gugup dan salah tingkah di hadapan cewek. Tanpa ia sadari tangannya bergerak memegang dadanya yang dari tadi tampak berdegup kencang. Sementara gadis itu hanya diam tak berekspresi mendengar pujian dari cowok berkacamata yang berada di hadapannya saat ini.
Masih dengan wajah yang gugup, Naufal kembali bertanya, "Ke–kenapa kamu memakai masker kalau wajahmu sangat cantik?"
"Aku sedang terkena alergi debu, jadi dokter menyarankan agar memakai masker dulu sampai aku membaik," jawab Amaira.
Naufal mengangguk-anggukkan kepalanya. Sekarang ia sudah mendapatkan jawaban atas segala pertanyaannya tentang gadis itu. Sorot mata Amaira yang begitu tajam membuat Naufal tak mampu berkedip memandangnya.
"Jika rasa penasaranmu telah terjawab, pergilah! Aku juga akan pergi ke perpustakaan," lanjut Amaira.
Amaira langsung berbalik dan melanjutkan langkahnya meninggalkan Naufal yang masih terpaku dari tempatnya berpijak. Cowok itu kembali memegang dadanya, jantungnya masih berdetak kencang seolah sedang berlari maraton. Matanya pun belum bisa lepas dari kepergian Amaira.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Amaira memasuki perpustakaan. Ruangan itu sangat sunyi tanpa ada penjaga maupun orang di dalamnya. Gadis itu menyusuri rak buku sejarah. Berniat mencari bacaan sejarah Indonesia. Jari-jarinya mulai menyentuh barisan buku sejarah dari penulis-penulis Indonesia.
Di tengah kesibukannya mencari-cari buku bacaan sejarah, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Ia menatap ke arah pintu. Seorang guru laki-laki yang berusia muda baru saja masuk. Guru itu bernama Pak Angga, mengajar bahasa Inggris.
Dia merupakan guru yang digandrungi kaum hawa. Pak Angga berjalan mencari bahan sumber yang berhubungan dengan pelajaran yang ia ajarkan.
Amaira tetap fokus melihat buku-buku sejarah. Berbagai judul telah dibacanya sekilas, tapi belum ada yang benar-benar serius dibacanya. Suara langkah kaki terdengar mendekatinya. Amaira tampak tak acuh. Ia tetap sibuk dengan bahan bacaannya sambil berdiri di depan rak buku.
Pak Angga berjalan menuju ke arahnya. Ekor mata gadis itu menangkap bayangan guru tampan. Namun, Gadis bermasker itu tetap tak acuh dan terus membaca. Sementara, Pak Angka terus berjalan mendekatinya. Bahkan sekarang ia berada di belakang gadis itu.
Tiba-tiba Amaira merasakan sentuhan jari-jari pak Angga di bahunya. Matanya melebar seketika. Namun, gadis itu tetap diam. Ia bisa merasakan aroma tubuh Pak Angga. Kini, jari-jari milik pria itu mulai turun ke pinggang. Pak Angga mendekatkan wajahnya ke telinga Amaira. Ia mengembuskan napasnya ke telinga gadis itu.
Amaira menutup matanya dalam-dalam. Tubuhnya bergetar ketakutan. Wajahnya memucat. Namun, bibirnya tetap terkunci rapat. Jari-jari nakal Pak Angga mulai turun ke pahanya. Gadis itu mulai melakukan perlawanan. Ia meronta. Tangannya berusaha menepis tangan nakal pria itu. Namun, yang ada malah pria itu mencengkram pergelangan tangannya dan menyandarkan tubuhnya ke rak buku.
Amaira panik. Pak Angga berusaha mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu. Amaira berusaha menghindar. Ia berteriak. Namun, percuma! Tak akan ada yang mendengarnya.
Pak Angga menarik masker Amaira hingga masker itu terjatuh di lantai. Wajah cantik gadis itu kini terpampang jelas tanpa penutup. Gadis itu mulai menangis ketakutan.
"Tenanglah, tenanglah! Di sini tidak ada siapa-siapa," ucap pak Angga dengan wajah mesum sambil menahan kedua tangan Amaira.
Gadis itu tetap meronta sekuat tenaga. Ia berusaha mendorong tubuh pak Angga yang tengah memeluknya. Ia menjerit. Terus melakukan perlawanan. Ia berhasil keluar dari pelukan tubuh guru bejad itu. Namun, Kakinya tersangkut di ujung rak buku. Ia terjatuh. Pak Angga langsung menindih tubuhnya. Gadis itu kembali berteriak sekuat tenaga.
Tiba-tiba, terdengar suara dari arah belakang. "Woi! Bisa tidak kalian melakukan itu tanpa mengganggu orang yang lagi tidur!" Suara teriakan terdengar dari arah lorong sebelah rak buku.
Pak Angga dan Amaira sama-sama terkejut mendengar teriakan orang itu. Mereka kompak menoleh ke arah sumber suara.
Saat ini, Aldrin baru saja bangun. Rupanya, ia telah lama tertidur di bawah lorong rak buku. Ia berdiri sambil menguap. Matanya menatap wajah pucat Pak Angga dan wajah ketakutan Amaira.
Dengan wajah panik, Pak Angga mencoba menjelaskan, "Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, kita hanya ... kita hanya ...."
"Lagi bicara apa, sih? Aku tidak mengerti!" ucap Aldrin sambil mengangkat kedua tangannya ke atas, untuk melakukan peregangan otot.
Pak Angga terdiam. Bukankah itu artinya Aldrin tak mengetahui apapun? Dengan cepat, Pak Angga memutuskan keluar dari perpustakaan tersebut.
Perpustakaan itu menjadi hening. Aldrin menatap Amaira yang menunduk diam ketakutan di sudut ruangan. Wajah cantiknya jelas terlihat di mata cowok berambut blonde itu. Suara napasnya terdengar begitu tak beraturan. Seragamnya terlihat kusut. Sesekali terdengar suara isak tangis yang berusaha ia tahan.
Aldrin berjalan ke arah Amaira. Gadis itu kembali ketakutan dan berusaha menyembunyikan wajahnya. Aldrin menunduk untuk mengambil masker yang terjatuh di lantai. Ia melempar masker itu ke arah Amaira yang masih terduduk di lantai. Setelah melemparnya, cowok itu berbalik dan pergi tanpa sepatah kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Vivo Smart
Angel auto tereliminasi dari primadona sekolah
2024-08-07
0
yza_arata
mackenyuuuuu aldrin gusnteng polll
2023-09-10
1
sakura🇵🇸
aldrin dapet 1 0 nih,secara tidak langsung nyelametin amaira
2023-07-28
0