Aldrin membentangkan tangannya ke arah Naufal. Lelaki berkacamata itu langsung menghampirinya dan memeluknya. Mereka seperti sepasang kekasih yang telah lama berpisah.
"Loh kok kamu pakai kacamata? Sudah kayak kakek-kakek tahu!" cela Aldrin sambil mengambil kaca mata milik Naufal dan langsung mencoba di matanya.
"Kamu makin keren aja. Kayak artis Hollywood!" puji Naufal menatap penampilan Aldrin dari atas ke bawah.
"Aldrin sayang, akhirnya kau kembali, Nak!" Ardhilla menghampiri putranya yang telah tumbuh dewasa. Saathendak memeluknya, Aldrin malah memilih menghindarinya sembari melempar tatapan dingin.
"Hei, Nyonya. Kok makin kelihatan tua," ejek Aldrin sembari meringis.
Sikap Aldrin yang menolak berpelukan, ditambah lagi celaannya yang mengejeknya tua, membuat senyum yang menggantung di bibir Ardhilla memudar. Rupanya, ekspresi wajah Ardhilla tertangkap oleh Naufal.
Naufal mengalihkan pandangan ke Aldrin. "Kau tidak boleh berkata seperti itu pada ibu," tegurnya.
Mendengar nasihat Naufal, Aldrin hanya menyunggingkan. Dengan santai, ia berjalan menuju mobil sambil menarik kopernya.
Selama di perjalanan, Aldrin hanya sibuk mendengarkan musik yang terhubung di earphone-nya. Ia duduk di samping supir, sementara Naufal dan Ardhilla duduk di belakang. Lelaki yang kini berusia tujuh belas tahun itu terus bernyanyi sambil menghentak-hentakkan kaki seolah tak peduli dengan keadaan sekitarnya.
Saat tiba di rumah, Aldrin memasuki kamar yang pernah ia tempati sembilan tahun lalu. Tak ada yang berubah dari kamar itu, semuanya masih sama seperti sebelum ia meninggalkan dan pergi ke luar negeri.
Aldrin membuka kopernya lalu memindahkan semua pakaiannya ke dalam lemari. Ia mengambil sebuah tas kecil lalu membuka resleting tas tersebut. Di dalam tas itu terdapat sebuah biola tua yang sempat ia ambil saat terakhir kali ke rumah Ayahnya.
Tangannya menyentuh senar biola dengan lembut. Ingatannya pun melayang pada masa lalu. Saat ia masih menjadi pengamen jalanan, yang mana ayahnya akan menyanyi sambil memetik gitar dan ia yang memainkan biola itu. Ya, mereka mengamen berpindah-pindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya.
"Aldrin, Ayah memintamu menemuinya!" Suara Naufal yang datang dari arah pintu kamar tiba-tiba menyadarkannya.
Aldrin menoleh. Ia mengangguk dan langsung bergegas menemui Ayah tirinya di ruang kerja.
Aldrin mengetuk pintu ruangan Tuan Adam. Tak lama kemudian, terdengar suara yang menyuruhnya masuk. Ia melangkah ke ruangan itu dan melihat ayah tirinya duduk di sofa sambil memegang sebuah koran.
"Hallo, Tuan," sapa Aldrin pada ayah tirinya.
"Duduk sini!" perintah Tuan Adam menunjuk kursi sofa di depan.
Aldrin melempar bokongnya di sofa empuk, menyandarkan tubuhnya seraya melipat satu kakinya ke atas pahanya. Ia melirik ke wajah ayah tirinya yang tampak geram.
"Apa kau tahu kenapa tiba-tiba aku menyuruhmu pulang dan melanjutkan sekolahmu di sini?" tanya Adam dengan nada serius.
"Eemmmm ... itu ... " Aldrin memutar bola matanya ke atas lalu kembali berucap, "Itu karena Tuan merindukan aku, iya, 'kan?" jawabnya cengengesan.
"Jangan membuatku bersikap tegas padamu!" tekan Adam dengan geram hingga guratan-guratan di dahinya bermunculan.
Aldrin bergeming. Ia justru mengerutkan bibirnya seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
"Gurumu mengatakan padaku, selama dua tahun terakhir ini, kau banyak berubah. Sering bolos kelas, membentuk gangster di sekolah, kabur dari asrama untuk pergi ke kelab malam, mabuk-mabukan dan membawa pacarmu masuk ke dalam asrama," ungkap Tuan Adam menggebu-gebu dengan mata Adam begitu tajam dan suara yang tegas.
Aldrin menyilangkan kedua tangannya ke depan dada, lalu berkata dengan santai, "Oh, guru itu rupanya lebih cocok menjadi mata-mata."
"Aku bicara serius padamu," bentak Adam dengan suara yang meninggi. Tampaknya, ia mulai kehilangan kesabaran.
Aldrin kembali melirik ke arah Tuan Adam yang menampilkan raut wajah menegang. Bukannya meminta maaf, matanya malah mendelik seraya memajukan bibirnya seperti bebek.
"Dua tahun lalu kau pergi ke Dubai diam-diam, dan setelah itu kau malah berubah!" Adam kembali mengungkap semua yang dilaporkan guru Aldrin.
Diam. Lagi-lagi Aldrin hanya bergeming. Namun, matanya menatap sinis ke arah ayah sambungnya itu.
"Apa kau lupa sewaktu memohon padaku, kau bilang ingin seperti Zaki? Kupikir kau benar-benar serius, ternyata aku salah!" Adam menunjukkan ekspresi kekecewaan.
"Hidup seperti yang dia lakukan sangat membosankan! Aku sih ingin hidup bebas." Aldrin menyipitkan sebelah matanya dengan pandangan lurus ke depan.
Tampaknya, Adam telah kehabisan kata-kata untuk menegurnya. Berbicara dengannya sama seperti bicara dengan tembok. Percuma! Seribu nasihat seolah tak mempan. Aldrin malah tak mengambil pusing dengan teguran keras ayah sambungnya.
Setelah cukup lama berada di ruang ayahnya, Aldrin pun keluar dari ruangan ayahnya. Secara kebetulan, ia dan Zaki berpapasan bertepatan saat ia melangkah keluar dari ruangan kerja ayahnya.
"Ada yang baru pulang dari luar negeri ternyata. Kupikir, dia pulang membawa prestasi, nyatanya hanya membawa segudang masalah." Zaki menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menatap miris ke arah Aldrin. Ia lalu kembali berkata "Hufftt ... aku terlalu berlebihan menganggapmu sebagai saingan. Ternyata kau sama sekali bukan sainganku," ucap Zaki melempar senyum remeh.
Kata-kata yang dilontarkan Zaki, membuat Aldrin menghentikan langkahnya. Ia berbalik, menatap Zaki dengan sebelah alis yang terangkat, lalu berkata, "Mungkin, aku tidak sepintar dirimu, tapi pesonaku bisa mengalahkanmu. Lihat saja nanti!"
Senyum sinis langsung menghiasi wajah Aldrin. Ia memilih beranjak meninggalkan Zaki yang merasa kesal dengan ucapannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari pun telah berganti. Malam ini, akan diselenggarakan pesta perayaan kelulusan Zaki. Acara itu diselenggarakan di sebuah hotel mewah Jakarta. Banyak undangan yang datang dari berbagai kalangan, seperti: rekan bisnis, artis, sosialita dan penyanyi-penyanyi top papan atas yang akan menghibur mereka.
Para wartawan turut datang untuk mencari bahan berita yang bisa mereka liput. Zaki dan Naufal kompak memakai setelan jas hitam. Mereka menyambut setiap tamu yang berdatangan. Beberapa artis muda yang menjadi sahabat Zaki yang datang memberi selamat padanya.
"Hei, Bro, selamat, ya! Dengar-dengar, sudah mau jadi manajer nih!"kata salah satu sahabat Zaki yang merupakan anak salah satu pengusaha terkenal di Jakarta.
Zaki tersenyum. "Elu sendiri, gimana?" tanya Zaki
"Masih kuliah, Bro. Doain aja biar cepat selesai kayak lo. Eh, Maria mana? Lo masih jalan, kan, ma dia?" tanyanya lagi.
"Maria lagi di jalan. Bentar lagi ke sini kok. Eh, selamat bersenang-senang, ya." Zaki menepuk pundak sahabatnya lalu pamit permisi. Ia menyepi dari keramaian lalu mengambil ponsel dari saku jas, kemudian menghubungi pacarnya.
"Halo, lagi di mana?" tanya Zaki begitu telepon tersambung.
"Sudah di hotel kok. Tapi mau ke toilet dulu," jawab pacarnya dari balik saluran telepon.
"Oke, jangan lama-lama, ya? Acara sudah mau mulai nih!" ucap Zaki sembari mengedarkan pandangannya ke aula yang menjadi tempat acaranya berlangsung. Ia menutup telepon, lalu kembali menyapa tamu undangan.
Tidak jauh dari tempat Zaki berdiri, Ardhilla sedang di wawancara beberapa wartawan yang menanyakan kehadiran putra kandungnya. Ternyata, keberadaan Aldrin sebagai anak kandungnya baru terekspos media dan menduduki puncak berita terhangat. Bagaimana tidak, selama bertahun-tahun Ardhilla menyembunyikan darah dagingnya.
Tak ayal, wartawan pun sibuk memburu informasi tersebut. Mereka mempertanyakan status Aldrin dan siapa ayah kandungnya. Beberapa media malah menyangkut pautkan gosip hubungan gelapnya dengan mendiang sutradara Steve Arnold beberapa tahun yang lalu. Sayangnya, Ardhilla langsung membantah semua tuduhan para wartawan.
"Tentu. Tentu dia akan datang ke sini. Ini 'kan acara kelulusan kakaknya. Mungkin, dia sedang menuju ke sini. Tunggu saja, ya!" ucap Ardhilla ramah.
Ardhilla buru-buru meninggalkan wartawan yang masih ingin mewawancarainya. Ia mendekati Naufal yang tengah menikmati alunan lagu yang dibawakan Glen Fredly.
"Apa Aldrin akan ke sini?" bisik Ardhilla cemas.
"Aku tidak tahu, Bu. Tadi aku tanya malah tidak dijawab," jawab Naufal.
"Tolong telepon dan bujuk dia agar segera datang!" pinta Ardhilla masih berbisik.
"Sudah ku telepon, Bu. Tapi nomornya tidak aktif."
Ardhilla mengembuskan napas kasar. Sialan! Ia mengumpat dalam hati, seraya bertanya-tanya keberadaan putranya itu. Wajahnya tampak kesal dan sesekali matanya menelisik ke seluruh ruangan berharap Aldrin ada di antara kerumunan tamu yang hadir. Ia ingin anak itu hadir agar bisa diperkenalkan dengan para kolega bisnis suaminya.
Di tempat lain, Maria berjalan memasuki toilet umum wanita. Ia berdiri di depan wastafel lalu mengambil tisu di dalam tas untuk membersihkan lipstik di bibirnya, kemudian mengganti warna lipstik sebelumnya dengan warna yang lebih cerah.
"Nah, kalo begini kan lebih cocok!" gumamnya di depan cermin sambil tersenyum.
Setelah merasa penampilannya lebih baik, ia pun terburu-buru keluar dari toilet menuju tempat acara. Saat berjalan di koridor, tiba-tiba ia bertabrakan dengan seorang pemuda tampan yang memakai setelan jas hitam bermotif bunga.
"Maaf ... maaf," ucap Maria pada pemuda itu sambil berlalu.
"Nona, anting-antingmu terjatuh." Seseorang dengan logat bahasa Indonesia yang kaku menegurnya dari belakang.
Maria memegang telinganya dan menyadari salah satu antingnya lepas. Ia membalikkan badannya dan berjalan menuju ke arah pemuda yang baru saja memanggilnya. Rupanya, dia adalah pemuda yang baru saja bertabrakan dengannya. Dengan cepat, Maria langsung mengambil anting-antingnya dari tangan pemuda itu.
"Terima kasih, ya," ucap Maria sambil memasang kembali anting-anting ke telinganya.
Pemuda yang memiliki wajah tampan itu hanya tersenyum dan memilih pergi. Maria tertegun. Ia merasa tak asing dengan wajah pemuda itu. Ia berpikir keras seraya mencoba mengingat di mana ia melihat sosok pemuda itu sebelumnya.
Mata Maria terbuka lebar seketika. Saat langkah pemuda itu belum terlalu jauh darinya, Maria bergegas memanggil.
" Hei, apa namamu Aldrin?"
Langkah pemuda itu terhenti sesaat, ia memutar tubuhnya perlahan lalu melempar senyum yang mematikan.
"Kok tahu?"
"Aku ... aku hanya menebaknya," jawab Maria ragu-ragu karena takut salah orang.
"Oh, tebakan yang benar!" ucap Aldrin sambil mengedipkan salah satu matanya ke arah Maria.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Her Lina
haduh bau2nya bakalan ada perang dingin antara zaki dan aldrin nih.
2024-03-04
0
sakura🇵🇸
omg...bad boy nih turunan bapaknya🙈🙉🙊
tp emang ganteng gimana donk....
klo kelakuan kayak naufal terlalu sempurna ya🤭
2023-07-28
2
Ambu Di La
adegan ini yg di bagian ending bikin nyesek
2022-09-18
1