Tujuh tahun berlalu begitu saja. Jefri masih di tempat yang sama, di kawasan kumuh sudut ibu kota. Setelah kepergian Ardhilla, tidak ada yang berubah kecuali satu-satunya peninggalan wanita itu, yaitu Aldrin Jefri.
Ya, anak itu telah berumur tujuh tahun. Wajah tampannya sudah tampak walaupun hanya memakai pakaian lusuh. Rambutnya lurus jatuh, matanya berbinar tajam dihiasi sepasang alis tegas berbentuk, hidung mancung, bibir yang indah menawan dan kulit putih.
"Ayah ... bangun!" teriak Aldrin di kuping Jefri.
Jefri tersentak kaget. "Huffftt, kenapa kau bangunkan aku sepagi ini, ayah masih ngantuk."
"Ayah, bukankah kau bilang kita harus mengejar rejeki, aku sudah sangat semangat," celetuk Aldrin sambil berkacak pinggang.
"Iya, tapi tidak sesubuh ini juga. Kau mau mengamen di mana subuh buta seperti ini?" sahut Jefri sambil menarik kembali sarungnya hingga menutup kepalanya.
Aldrin mendekat lalu berbisik ke telinga ayahnya. "Ayah, Ayah tau tidak. Tabunganku sudah mulai banyak. Aku akan terus mengumpulkan uang yang banyak. Kalau sudah banyak, kita akan menjemput ibu di kampung." Aldrin tersenyum memeluk celengan ayamnya.
Bagaikan tersengat aliran listrik, mata Jefri terbelalak. Ia yang tadinya ingin melanjutkan tidurnya, seketika tersentak dari rasa keterkejutan yang tak terkira mendengar ucapan bocah tujuh tahun ini.
Jefri tidak menyangka anak itu percaya jawaban asal yang ia ucapkan ketika ia menanyakan ibunya. Aldrin memang selalu bertanya-tanya tentang ibunya. Rupanya semakin bertambah usianya, ia makin mengerti akan sosok ibu. Ia selalu bertanya kenapa dia berbeda, kenapa anak-anak lainnya mempunyai sosok ibu sedang ia hanya memiliki ayah seorang.
Awalnya Jefri tidak pernah menjawab pertanyaan anak itu, setiap Aldrin bertanya ia hanya diam dan mengusap lembut kepala anak itu.
Namun, seminggu yang lalu, anak itu menangis sepulang bermain dengan teman-temannya. Ia berkata kalau diejek teman-temannya karna tidak punya ibu. Ada yang mengatakan ia anak pungut yang diambil ayahnya dari tumpukan sampah.
Jefri sangat sedih melihat anaknya menangis sesenggukan. Ini pertama kalinya anak itu menangis. Dari kecil ia jarang mengeluarkan air mata seperti kebanyakan anak-anak lainnya. Ia adalah bocah yang kuat dan tangguh.
Untuk meredakan tangisannya, akhirnya Jefri mengatakan bahwa ibunya ada di sebuah tempat yang jauh. Mereka tidak bisa menemuinya karena tidak memiliki cukup uang. Ia pikir berbohong pada anak ini akan cukup baginya untuk tidak bertanya lagi. Pria itu sungguh tak menyangka jawaban asalnya membuat anak ini menjadi sangat rajin mengikutinya mengamen akhir-akhir ini.
Begitu mendengar anak itu bicara, rasa kantuknya menghilang. Ia langsung bangun dan duduk berhadapan dengan anak kesayangannya.
"Kenapa kau sangat ingin bertemu ibumu? Apakah ayahmu tidak cukup menyayangimu?" tanya Jefri menatap dalam kedua bola mata anaknya.
"Bukan begitu Ayah! aku ingin keluarga yang lengkap. Ada aku, Ayah dan juga Ibu. Lagi pula di sana ibu pasti kesepian." Aldrin mencoba menjelaskan dengan wajah merenggut.
"Anakku, dengarkan ayah! Kita tidak bisa menjemput ibumu!"
"Kenapa?"
"Karena ibumu tinggal jauh sekali dari kota ini, tempat tinggalnya itu berada di suatu pulau terujung di negara ini. Kita tidak punya uang banyak untuk menjemput ibu."
"Kalau begitu mulai sekarang aku akan berusaha keras mengumpulkan uang. Aku sudah tidak akan minta jajan lagi pada ayah. Aku akan mengikuti temanku Joni menjual ikan di jalanan. Pokoknya aku akan mendapatkan uang yang banyak sekali."
Mata Aldrin berbinar-binar dan kedua sudut bibirnya melengkung menunjukkan senyum yang tulus dari anak yang tak tahu apa-apa.
Jefri hanya bergeming. Diusapnya rambut lurus anak itu sambil menghela napas berat. Ia tak dapat mengatakan apa-apa.
"Ayah, bolehkah aku bertanya satu hal lagi? Tanya Aldrin yang di lanjutkan sebuah anggukkan dari Ayahnya.
"Ibu ... seperti apa? Ayah kan pernah bilang, Ayah tidak menyimpan foto ibu. Tapi
Ayah pasti sangat tahu ibu seperti apa? Apakah dia cantik?" tanya Aldrin polos.
"Cantik sekali, seperti dirimu," jawab Jefri sambil mengalihkan pandangannya ke langit-langit ruangan.
Masih teringat jelas dibenaknya bagaimana senyum wanita itu. Bagaimana suara wanita itu. Dan bagaimana kisah singkat antara ia dan wanita itu.
"Hah ... Ayah akukan laki-laki!" cetus Aldrin sambil mengerucutkan bibirnya.
Ya, wajah aldrin memang sangat menawan. Ia dijuluki anak laki-laki cantik karena parasnya yang begitu manis. Tentu saja wajahnya yg tampan itu mewarisi gen kedua orangtuanya.
"Ayah, bagaimana dengan kehidupannya di sana? Apakah seperti kita?" tanyanya kembali.
"Dia dua kali lebih miskin dari kita," jawab Jefri sambil termenung.
Dalam hatinya merasa menyesal karena sudah membohongi bocah itu. Tentu saja kehidupan ibu kandungnya sekarang sangat berbanding terbalik dengan mereka.
Saat ini, Ardhilla berhasil mengembalikan popularitasnya sebagai artis. Banyak tawaran job Film maupun iklan untuknya. Apalagi sekarang ia telah menjadi Nyonya Adam, istri pengusaha Adam Ardhani pemilik Adam grup.
Kadang-kadang Jefri tak sengaja melihatnya di televisi. Kadang ia juga tak sengaja menonton Ardhilla yang sedang melakukan variaty show bersama keluarganya sekarang.
"Jika ibu sangat miskin dari kita, ibu pasti tidak punya pakaian yang bagus. Ia pasti sulit untuk membeli shampo untuk rambutnya. Jangan-jangan dia juga kesulitan makan sehari-hari," ucap Aldrin menerka-nerka.
Sayangnya, dugaan bocah itu salah total. Namun, Jefri memilih diam. Cukup! Cukup sudah ia membuat cerita khayalan tentang ibu anak itu. Ia tidak mau berbohong lebih jauh. Meskipun anak itu sangat antusias terhadap sosok ibunya. Dia terus bertanya dan bertanya setiap hari bahkan setiap waktu.
...****************...
Jefri melangkahkan kaki meninggalkan gubuknya. Di jalan ia menendang-nendang kaleng kosong. Dihujani pertanyaan bertubi-tubi dari anaknya sepagi hari, membuat suasana hatinya menjadi tidak bagus. Ada rasa khawatir dalam dirinya jika Aldrin akan bertanya terus.
Jika dia semakin dewasa dan sudah bisa menggunakan nalarnya, alasan apa lagi yang akan ia gunakan? Apakah ia harus berbohong mengatakan Ibunya telah meninggal? Tidak. Ia tidak ingin membuat anak itu lebih sedih. Haruskah ia menyerahkan ini semua pada takdir?
Biarlah ini semua berjalan apa adanya, berlalu dengan sendirinya dan tiba waktunya, biarkan takdir yang menjawab.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
Aldrin kasihan jadi korban ibunya yg egoisan, nurut aja Aldrin sama ayah Jefri yg mencintai dan sayang nya yg tulus
2024-11-08
0
Her Lina
kasian aldrin 😢😭
2024-03-04
0
Tina Nine
Nyesek kenari karna Dosa Tamat,baca spoilernya jadi penasaran ..
padahal othor yu sering di recomendasikan dulu sama othor Erka di fb nya "GOMEN ASITERU",dan Jurnalis pertama karya othor yu saya baca,atas reconmendasi othor Mommy ghia dari chat Wa.Ternyata ini novel penuh bawang merah...
2024-01-30
1