Jefri terus berjalan tanpa arah dan tujuan. Usianya sekarang telah menginjak 35 tahun. Usia yang seharusnya sudah berkeluarga dan memiliki keturunan. Namun sayang, nasib tidak membawanya baik. Ia hanya yatim piatu yang tidak berpendidikan. Kerjanya serabutan. Wajahnya berada dikategori sedang, tidak tampan, tapi tidak juga jelek.
Ketika ia berdampingan dengan Aldrin, ada perbedaan besar antara mereka dari segi rupa yang mana semua orang yang melihat mereka berdua akan sepakat mengatakan mereka bukan ayah dan anak.
***
Malam telah tiba. Jefri pulang ke rumah sambil menenteng biolanya dan membawa sebuah kantongan plastik yang berisi nasi bungkus. Ia membuka pintu rumah, kedua matanya langsung disambut senyum hangat dari anaknya.
"Ayah, coba tebak hari aku dapat berapa?" Aldrin memperlihatkan uang recehan yang ia peroleh dari hasil ngamen.
"Sepertinya banyak," tebak Jefri sambil mengedipkan satu mata.
"Tentu dong! Aku telah berusaha keras. Orang-orang memujiku karna aku pintar memainkan biola," celetuk Aldrin.
Jefri memeluk buah hatinya dengan hangat. Pelukan hangat dari anaknya sangat cukup untuk melunturkan penatnya kehidupan. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang mengganggu kemesraan bapak dan anak ini.
"Siapa itu?" tanya Aldrin.
"Ayah lihat dulu." Jefri berdiri dan berjalan untuk membuka pintu.
Apa yang di hadapannya sekarang adalah dua orang pria dengan setelan jas hitam. Dia tidak pernah menerima tamu dari orang-orang sekitar, dan sekarang ada orang yang datang dengan pakaian rapi rasanya sungguh aneh.
"Apakah Anda yang bernama pak Jefri?" tanya salah satu dari mereka
"Iya. Ada apa?" tanyanya bingung.
"Tuan kami ingin bicara dengan Anda. Anda bisa ikut dengan kami ke rumah tuan kami." jelas salah satu dari mereka.
"Tuan?" Jefri mengernyitkan matanya. "Aku tidak mengerti Tuan yang kalian maksud," lanjutnya.
"Kami anak buah Pak Adam Ardhani, Pak Adam Ardhani ingin bertemu anda. Ada hal yang harus ia bicarakan dengan Anda," terangnya lanjut.
"Adam Ardhani? Presiden Direktur Adam Grup?" tanyanya gugup.
"Iya, silakan bapak naik ke mobil kami, kami akan membawa Anda menemui Tuan."
Mendengar nama Adam Ardhani tentu saja berhubungan dengan Ardhilla. Sudah tujuh tahun, sejak wanita itu meninggalkannya, mereka putus komunikasi. Ardhilla tak pernah menghubunginya apalagi menemuinya. Dan sekarang, suami dari wanita itu datang mencarinya. Pasti ada hal penting yang akan dibicarakan, bukan?
"Aku akan pergi bolehkah kalian menunggu sebentar, aku ingin makan malam bersama anakku dulu," pinta Jefri yang diikuti persetujuan mereka.
Jefri masuk kembali ke dalam ruangan dan menghampiri anaknya. Ia membuka nasi bungkus yang dibawanya tadi, tangannya bergetar-getar menunjukkan kalau dia gugup.
"Ayah orang-orang itu siapa?" tanya Aldrin.
"Mereka anak buah teman ayah, makanlah! Setelah ini ayah akan pergi dulu. Kamu di sini saja ya, dan langsung tidur," perintah Jefri.
Selepas makan, Jefri langsung masuk ke mobil orang-orang tadi. Sepanjang jalan hatinya penuh was-was, ia tidak mau menerka-nerka apa yang terjadi. Dan hanya berharap semua akan baik-baik saja.
Sampailah di sebuah kediaman mewah. Jefri turun dari mobil ini. Matanya terbelalak melihat rumah yang besar seperti istana dengan desain bergaya Eropa dan berlantai keramik. Seperti inikah rumah orang-orang kaya? Batinnya.
Jefri diantar pelayan sampai menuju ke suatu ruangan, ia masuk keruangan itu. Ruangan ini sangat luas dan tertata rapi, mungkin ini disebut ruang kerja atau ruang baca Presiden Direktur tersebut.
Di depannya duduk seorang pria yang berusia 45 tahun. Pria itu tampak berwibawa dan kharismatik. Tercium aroma parfum mahal dari tubuh pria kaya itu.
"Silakan duduk, perkenalkan saya Adam Ardhani!" kata pria itu sembari mengulurkan
tangan.
"Jefri," jawabnya sambil menyambut tangan orang itu.
Keduanya bersalaman lalu duduk berhadapan.
"Saya tahu Anda adalah teman baik istriku sebelum ia menikah denganku. Istriku telah bercerita banyak tentangmu, dan dari ceritanya aku bisa mengetahui kebaikan-kebaikanmu selama ini," terang Adam membuka pembicaraan.
"Dan setelah melihatmu, saya sangat yakin yang diceritakan istriku itu benar. Kamu memang orang yang baik dan kau pasti bisa memutuskan sesuatu dengan bijak," lanjut Adam dengan penuh sopan santun.
"Aku tidak mengerti kenapa Tuan terlalu memujiku. Tapi bisakah Tuan langsung bicara saja ke intinya. Ini sudah malam, aku punya anak yang masih kecil, dia sendirian di rumah," kata Jefri dengan nada terbata-bata.
"Baiklah ...." Adam berdeham sesaat. "aku tidak tahu harus mulai dari mana. Saya ingin memberitahumu, istriku baru saja selesai menjalani operasi pengangkatan rahim. Ada tumor yang tumbuh di sekitar rahimnya, dan ukurannya sudah sangat membesar, satu-satunya jalan keluar hanyalah harus segera operasi. Itu menyebabkan ia tidak bisa memiliki anak lagi," kata Adam.
Mata Jefri terbelalak, ada rasa sedih dan simpatik yang ia rasakan sangat mendengar wanita yang ia cintai menderita tumor ganas di rahim dan telah melakukan operasi pengangkatan rahim.
"Keadaannya yang sekarang membuat ia stres dan sangat sedih. Apalagi selama ini menginginkan anak dari pernikahan kami. Ia merasa telah gagal memberiku keturunan. Aku sudah bilang tidak masalah, karena aku telah mempunyai dua orang anak dari istriku yang terdahulu. Mereka sudah sangat menganggap istriku sebagai ibu kandung mereka, istriku pun seperti itu," papar Adam sambil menghela napas sesaat.
"Tapi saya tak paham beberapa hari ini ia terus membicarakan masalah anak. Ia bilang mungkin apa yang ia alami sekarang adalah karma yang harus ia terima karena telah menelantarkan anaknya. Jujur saya terkejut, saya tidak paham apa yang ia katakan dan akhirnya dia menjelaskan semuanya padaku," lanjut Adam.
Ia tersenyum dan memandang tajam ke arah Jefri yang diam membisu dengan pandangan lurus ke depan. Tak satu pun kata yang ia keluarkan. Hanya diam. Sepertinya pengamen itu telah mengetahui arah pembicaraan mereka. Adam menarik nafas panjang lalu berbicara kembali
"Anak itu ... aku tahu anak itu ada bersama Anda, Tuan Jefri. Jika kau izinkan, bagaimana jika anak itu—" belum sempat ia meneruskan ucapannya, Jefri langsung memotong kalimatnya.
"Dia anakku!"
Jefri memasang wajah serius dengan tatapan tajam. "Sejak dia meninggalkannya, anak itu sudah menjadi milikku. Lagi pula, dia tak mengenal ibunya yang sekarang. Aku permisi dulu," kata Jefri dengan tegas.
Suaranya lugas dan sedikit bergetar tanda ia menahan emosi yang ia pendam. Sepasang bola matanya terlihat jelas. Ia tak pernah bicara seserius ini.
Setelah menolak permintaan Tuan Adam dengan tegas, Jefri membalikkan badannya. Kakinya segera melangkah keluar.
"Kamu tidak bisa memisahkan seorang ibu dengan anaknya!" Ucapan Adam membuat Jefri berhenti melangkah.
Ia membalikkan badannya, lalu berkata, "Memisahkan ibu dan anak katamu?" Jefri tersenyum kecut.
"Ibu itu yang pergi meninggalkan anaknya sendiri demi menikahimu!" lanjut Jefri.
"Saya tidak tahu kesepakatan apa yang kalian buat waktu itu. Tapi, anak itu juga butuh kasih sayang ibunya. Izinkan Ardhilla menebus kesalahannya. Biarkan anak itu bersama kami, kami akan menjaganya dengan baik. Memberikan dia pendidikan yang cukup dan menjadikan ia pria yang bermartabat dan terhormat," seru Adam berusaha membujuk pria yang bekerja sebagai pengamen jalanan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
जैदन्जुन्
ingat hukum tabur tuai...
jika kamu berbuat baik artinya kamu juga berbuat baik untuk dirimu sendiri,dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu juga untuk dirimu sendiri...
2024-04-09
0
Her Lina
benar menjaga dengan baik 🙄, ko q ragu ya. rakutnya anak dari istrinya yg terdahulu malah ga suka lagi sama aldrin.
2024-03-04
0
sakura🇵🇸
kualat sama anaknya,sama kayak ayah aldrin...pada jahat sama anak sendiri😒
2023-07-27
4