Aldrin dan Naufal mendobrak pintu rumah. Aldrin bergegas membuka lemari pakaian Ayahnya. Lemari itu kosong, tak ada sehelai pun pakaian ayahnya yang tertinggal. Itu artinya, Jefri benar-benar telah pergi. Hanya ada sebuah biola yang dulunya ia pakai saat mengamen. Ia mengambil biola itu, kemudian terduduk sambil memeluk biola peninggalan ayahnya.
"Kenapa Ayah meninggalkanku?" isaknya tersedu-sedu. Ia terus menangis di dalam ruangan yang dipenuhi oleh kenangan yang pernah ia lewati bersama Ayahnya.
Waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Adam, Ardhilla dan anak sulungnya duduk di ruang keluarga menunggu kepulangan Naufal dan Aldrin. Suara mobil berhenti pun terdengar, menunjukkan bahwa mereka telah pulang. Aldrin masuk tergesa-gesa sambil membawa biola tua. Matanya tampak bengkak dan memerah.
"Aldrin, kau dari mana saja?" tanya Ardhilla cemas menghampiri anak itu.
"Jangan sentuh aku, aku membencimu!"
Teriakan Aldrin sontak membuat Ardhilla, Adam dan Zaki terkejut. Aldrin langsung berlari menaiki tangga menuju kamarnya.
"Naufal, ada apa ini?" tanya Adam heran.
"Ayah Aldrin telah pergi, Yah," jawab Naufal menunduk.
"Pergi ke mana?" tanya Ardhilla cepat.
"Aku tidak tahu, Bu. Kayaknya pergi jauh dan mungkin tidak akan kembali," jawab Naufal sedih.
Ardhilla hanya diam. Sebenarnya, dalam lubuk hatinya turut sedih mendengar mendengar kepergian Jefri.
Hari terus berlalu. Sudah tiga hari Aldrin mengurung diri di kamar. Ia tidak mau sekolah dan menolak makan. Keadaannya yang lemah membuatnya jatuh sakit dan dirawat di dalam kamarnya. Dalam ketidaksadarannya, ia terus saja mengigau memanggil ayahnya.
Memasuki hari keempat, demamnya sudah mulai turun. Ia juga sudah mau mencicipi makanan. Namun, wajahnya masih tampak pucat.
Ketika tahu Aldrin telah membaik, Naufal langsung masuk ke dalam kamarnya.
"Kamu sudah sehat, belum?" tanya Naufal sambil membawa sebuah sup yang dimasak oleh asisten rumah tangga mereka.
"Iya," jawabnya lemah.
"Ayah dan Ibu sangat mengkhawatirkan dirimu."
"Di mana Ayahmu?"
"Di ruang kerjanya."
Aldrin turun dari tempat tidurnya, mencoba berdiri dan berjalan keluar.
"Kamu mau ke mana?" tanya Naufal.
"Aku ingin bertemu Ayahmu," jawabnya.
Aldrin berjalan gontai menuju ruang kerja Adam. Di dalam ruangan, Adam tengah menyelesaikan pekerjaan yang ia tunda selama beberapa hari ini. Suara ketukan pintu menghentikan aktivitasnya.
"Masuklah!" perintah Tuan Adam.
Aldrin masuk ke ruangan itu dengan tubuh yang masih lemah. Adam tersentak. Pasalnya, ini pertama kalinya Aldrin berinisiatif menemuinya.
"Tuan, aku mau bicara denganmu," ucap Aldrin dengan nada pelan.
"Sudah selama ini kau tidak mau memanggilku Ayah?" Adam mengerutkan dahinya. Ya, selama tinggal di sini, Aldrin memang tak pernah bicara padanya. Apalagi untuk memanggilnya dengan sebutan ayah.
Melihat wajah anak itu yang masih pucat, Adam melanjutkan ucapannya, "Bicaralah, apa yang ingin kau katakan padaku?" tanyanya penuh antusias.
"Tuan, aku mau minta sesuatu."
"Apa itu?"
"Aku mau bersekolah di luar negeri. Aku mau seperti anak Tuan yang pertama. Aku ingin seperti Zaki, pintar dan berwawasan," ucap Aldrin dengan mata yang berbinar-binar. Meskipun wajahnya memucat, tapi tetap terpancar sebuah keyakinan yang menunjukkan permintaannya sungguh-sungguh.
"Apa yang membuatmu ingin sepertinya?" tanya Adam dengan tenang.
Sebenarnya ia cukup senang mendengar permintaan anak itu. Adam sangat menyukai karakter anak yang bersungguh-sungguh. Tadinya, ia merasa kewalahan menghadapi anak itu. Namun, melihat Aldrin datang padanya dan mengatakan sebuah permintaan yang mengejutkan dirinya, tentu saja membuatnya senang.
"Aku mau membuat ayahku bangga suatu hari nanti jika dia bertemu denganku lagi." Saat mengatakan itu, wajahnya tampak berkaca-kaca. Namun, ekspresinya benar-benar menunjukkan keseriusan.
Adam tersenyum mendengar alasan Aldrin. Dia bisa mengerti dengan keadaan anak itu. Kepergian ayahnya tentu membuatnya terguncang. Namun, hikmah di balik itu semua menjadikan dia anak yang memiliki tekad kuat.
"Baiklah. Aku akan mengurus semuanya. Tapi, kau harus berjanji padaku, dalam beberapa hari ini kau harus menjaga kondisimu agar segera pulih."
"Baik, Tuan. Mulai sekarang aku akan mendengarkan perintahmu," ucap Aldrin.
Setelah berbicara dengan ayah sambungnya, Aldrin pun keluar dari ruangan itu. Ia tersentak mendapati Naufal tengah berdiri di depan pintu sembari menunjukkan wajah yang murung.
"Kamu mau pergi, ya?" tanya Naufal.
Aldrin mengangguk lemah. "Iya, aku mau disekolahkan di luar negeri dan tinggal di asrama."
"Aku ikut. Aku akan minta pada ayah untuk ikut denganmu!" timpal Naufal.
"Tidak bisa! Kalau kamu ikut, aku tidak jadi pergi," tolak Aldrin.
"Kenapa?" tanya Naufal cemberut.
"Karena aku mau kamu menungguku. Menunggu kepulangan aku, dan kita akan bersama lagi di sini," ucap Aldrin mencoba tersenyum. Matanya memancarkan cahaya yang tak pernah ada dalam beberapa hari ini.
"Jika itu yang kamu mau, sebagai sahabatmu aku akan mendukungmu. Tapi satu yang kuminta, meskipun kita berjauhan kita harus terus berkomunikasi," kata Naufal dengan wajah sendu.
"Tentu saja!" jawab Aldrin spontan sambil tersenyum tipis.
Di dalam kamar, Ardhilla sangat terkejut dengan apa yang diceritakan Adam.
"Jadi, kamu akan sekolahin dia di luar negeri?" tanya Ardhilla.
"Iya, sesuai keinginannya. Masuk sekolah asrama," jawab Adam sambil merebahkan badannya di ranjang mereka.
"Kenapa kamu enggak meminta persetujuanku. Anak itu masih polos." Ardhilla tidak mengerti kenapa Adam mengiyakan kemauan Aldrin.
"Karena dia ingin seperti Zaki." Adam memotong ucapan Ardhilla.
Ardhilla terdiam. Tiba-tiba ia teringat tujuannya membawa Aldrin untuk mengambil sedikit bagian dari warisan yang suaminya berikan pada anak-anak mereka. Dalam hatinya berkata, bukankah ini bagus. Tanpa perlu ia bersusah payah mendekati anak itu, ia sendiri yang melakukan inisiatif sesuai keinginan Ardhilla saat ini. Anak itu datang untuk memuluskan usahanya, meraih sebagian harta yang akan diwariskan oleh Zaki dan Naufal. Sepertinya ini langkah awal dari rencananya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Her Lina
harta teros yg dipikir kan 😡
2024-03-04
0
sakura🇵🇸
hartamu mau buat apa mbaaaaa.....?semua sudah dimiliki,anak dan suami yang sangat baik tp tetep g bersyukur☹️ mana ada anak yg sedang terguncang malah sempet2nya mikirin harta warisan suaminya yg masih hidup
2023-07-28
1
dimpi^ippuni
tiada bab tanpa nangis ini kayana... apa hatiku yang terlalu baper... semangat Aldrin... tunjukan kalo kamu bisa... buat ayah jefri
2023-03-17
0