Ardhilla hanya terpaku diam, mulutnya seakan terkunci. Mendengar seseorang ingin bertanggung jawab atas bayinya, seharusnya ia sangat senang. Namun, dia akan senang jika yang mengatakan itu adalah seorang yang kaya raya, sementara di hadapannya sekarang hanyalah pengamen yang tinggal di pemukiman kumuh di sudut kota.
Ia berpikir, bagaimana bisa pria ini mengatakan akan bertanggung jawab atas calon bayi di kandungannya? Bagaimana mungkin pria itu dapat memenuhi segala kebutuhannya?
Namun, tiba-tiba terbesit lagi di benaknya, kenapa dia harus memikirkan sejauh itu? Lagi pula, bukankah ia juga tidak mengharapkan kelahiran anak ini? Ketika janin yang dikandungnya lahir, ia harus cepat-cepat pergi dan meraih kembali popularitasnya sebagai artis.
Sekarang dan untuk beberapa bulan ke depan, dia hanya akan tinggal di sini sembari menunggu anak itu lahir. Ardhilla akan mengatakan pada manajernya untuk memberi tahu wartawan dan media jika dia akan vakum beberapa bulan ke depan untuk mengambil kelas akting di luar negeri.
Setelah diam dan berpikir cukup panjang, Ardhilla mengangguk. Ya, hanya butuh sebuah anggukkan untuk mengisyaratkan bahwa ia setuju dengan apa yang ditawarkan pria itu. Jefri tersenyum lebar menerima respon Ardhilla.
"Jangan khawatir, selama kau di sini aku akan tidur di luar. Aku tidak akan macam-macam padamu. Aku berjanji tidak akan meminta lebih padamu. Aku akan lebih giat kerja keras asalkan kau berjanji menjaga baik-baik kandunganmu," ucapnya dengan penuh keyakinan.
"Kenapa ... kenapa kau lakukan ini semua?" tanya Ardhilla dengan lirih.
"Karena aku yakin bayi itu jawaban Tuhan atas doaku," jawab Jefri pelan.
"Maksudmu?" Ardhilla mengerutkan dahi.
"Dari dulu aku hidup sebatang kara. Aku selalu berdoa agar suatu saat nanti Tuhan mengirimkan seseorang yang akan menemaniku setiap saat, siapapun itu," jawab Jefri dengan wajah sendu.
Mendengar jawaban Jefri, membuat Ardhilla terharu. Ia merasa seperti sedang bercermin pada masa lalunya. Ada kesamaan antara ia dan Jefri, mereka sama-sama sebatang kara. Hanya saja Ardhilla sudah sangat muak dengan kehidupannya yang dulu, hingga ia bertekad untuk mendapatkan kehidupan yang mewah nan glamour.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari berganti hari, kehidupan mereka terlihat seperti suami istri. Jefri memang mengatakan pada tetangga bahwa dia telah menikah di kampung halamannya dan Ardhilla adalah istri yang ia nikahi di kampungnya. Ia berbohong agar tetangga tidak curiga, karena bagi masyarakat sekitar laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan tidak boleh tinggal bersama.
Ketika pagi, Jefri akan keluar mengamen sampai malam hari. Sementara, Ardhilla menetap di rumah, memasak dan membersihkan rumah selayaknya ibu rumah tangga. Perabotan di rumah ini telah diganti dengan barang baru menggunakan hasil simpanan uangnya sewaktu menjadi Artis.
Wanita itu tidak mempunyai banyak simpanan uang karena sewaktu menjadi Artis, ia suka berfoya-foya menghamburkan uang untuk sekedar berbelanja yang tidak berguna dan juga ia sering dugem dengan rekan-rekan seleb lainnya. Sementara, mobilnya ia tinggal begitu saja ketika melarikan diri dari kejaran orang suruhan Steve yang akan membunuhnya.
Sekarang stok keuangannya mulai menipis, mau tidak mau ia harus berhemat dengan makan seadanya. Ia tidak lagi menyuruh Jefri untuk membeli pizza, dessert lezat maupun buah-buahan seperti saat minggu pertama ia ada di sini.
Tampaknya, pria ini sangat mengerti keinginan wanita yg telah tinggal bersamanya selama empat bulan. Ketika pulang malam ia akan membawakan makanan dari restaurant dan kadang-kadang membelikan beberapa helai daster hamil .
Jefri bekerja sangat giat. Ketika pagi menyambut, ia menjadi kuli bangunan yang digaji per hari. Sedangkan bila malam tiba, ia akan mengamen di tempat ramai. Suaranya pas-pasan, tetapi kemampuannya memainkan alat musik berupa biola membuat orang-orang terpukau.
Semua ia lakukan demi untuk menyenangkan hati wanita yang telah membuat ia jatuh cinta. Wanita yang tidak mungkin ia miliki, wanita yang hanya memanfaatkan kebaikannya dan tidak pernah memandangnya sebagai pria sejati.
Tidak bisa pungkiri ia telah jatuh hati pada artis yang terbuang ini, tetapi ia mencoba menekan perasaannya dalam-dalam karena ia sadar wanita ini tidak akan lama di sisinya. Wanita ini akan pergi ketika ia telah melahirkan bayi yang ada di perutnya.
Sekarang usia kandungannya menginjak delapan bulan. Ia tidak pernah kontrol ke dokter. Hanya datang ke bidan terdekat dengan memakai masker agar orang-orang tidak mengetahuinya. Perutnya semakin membesar, tetapi wajahnya terlihat cantik alami walaupun tanpa skincare dan makeup.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Matahari mulai terbenam dan awan pun mulai menggelap, pria itu berjalan terburu-buru sambil menggendong wanita itu menuju klinik bidan terdekat. Sebelumnya, sore hari ketika Jefri pulang ke rumah, ia terkejut melihat Ardhilla yang tergeletak di lantai menahan kesakitan. Akhirnya, ia langsung membawanya ke klinik ini.
"Bidan, tolong istri saya!"
"Iya, Pak. Silakan baringkan ia di sini! Saya mau periksa dulu."
Bidan mengambil beberapa peralatannya dan mulai memeriksa serviks wanita itu. Ardhilla terus menjerit kesakitan, di dahinya bercucuran keringat dan air matanya tak berhenti mengalir akibat sakit yang ia rasakan di bagian perut dan punggungnya.
"Sudah pembukaan lengkap, Bun. Saya bimbing, ya!" kata Bidan yang telah siap membantu proses lahiran.
Ardhilla mulai menarik napas panjang, berjuang antara hidup dan mati. Jefri tak dapat berkata apa-apa selain menggenggam tangan wanita tau. Memberi kekuatan dan membantunya melalui doa.
Setelah cukup lama berjuang, akhirnya terdengar suara tangisan bayi yang baru saja keluar dari rahim.
"Selamat, Pak! Bayinya berjenis kelamin laki-laki," kata Bidan seraya memperlihatkan bayi mungil yang masih penuh darah.
Jefri mengusap wajahnya dengan kedua tangannya mengucapkan syukur. Berbeda dengan Jefri, Ardhilla justru memalingkan wajahnya karena tak mau melihat bayi itu. ia malah menangis pilu. Baik bidan mau maupun Jefri tidak mengerti apa yang ditangisi oleh wanita itu. Tangisannya bukan karena kebahagiaan melainkan tangisan kesedihan yang mendalam. Penyebab air matanya meluruh tentu hanya ia sendiri yang tahu.
Perlahan, Ardhilla mengingat kejadian pagi tadi, yaitu beberapa jam sebelum ia merasakan kontraksi dasyat. Saat itu, ia pergi membeli nasi bungkus di warung terdekat. Ia tak sengaja menonton siaran televisi yang ada di warung tersebut.
Ardhilla sangat terkejut ketika pembawa berita selebritis mengatakan seorang sutradara film ternama 'Steve Arnold' meninggal dunia subuh dini hari akibat penyakit leukimia yang menggerogoti hidupnya selama dua bulan terakhir. Kematian Steve Arnold sangat mendadak. Hanya dua bulan sejak ia divonis mengidap leukimia dan melakukan kemoterapi di Rumah Sakit ternama Singapura. Sayangnya, pria itu tetap tidak bisa melawan takdir kematiannya.
Berita inilah yang membuat Ardhilla mendadak kontraksi.
Ia menangis. Namun, sesaat kemudian ia bingung kenapa ia harus menangis. Bukankah ini bagus? Karma datang secepat kilat pada orang itu. Pria yang telah mencampakkannya, orang yang menyuruhnya menggugurkan kandungan, dan menyewa pembunuh bayaran untuk melenyapkannya telah menghadap Sang Penguasa alam.
Namun, kenapa hatinya terasa sakit seperti sedang tersayat? Apakah karena kematiannya bertepatan dengan kelahiran anaknya? Darah dagingnya sendiri? Itu artinya ia menangis untuk anak ini, 'kan? Anak yang telah menjadi yatim sejak lahir dan selamanya tidak akan melihat ayahnya lagi.
"Ardhilla ...." Jefri memecahkan kesunyian dengan memanggil namanya.
Ardhilla menatap ke arahnya, dilihatnya pria itu membawa bayi mungil yang tampan. Bayi yang lahir di hari yang sama dengan kematian Ayahnya.
"Ini bayimu, lihat dan sentuhlah!" seru Jefri sambil mendekatkan bayi itu ke arah Ardhilla.
Sontak tercium bau wangi khas bayi di hidung Ardhilla. Ia mencoba memeluk bayi itu, tetapi ekspresinya dingin. Bayi itu sangat tenang dan nyaman dipelukan ibunya. Wajahnya putih kemerah-merahan, bibirnya tipis, hidungnya mancung sangat tampan.
"Apa aku boleh memberinya sebuah nama?" tanya Jefri sambil menatap lekat bayi laki-laki itu.
"Bayi itu telah menjadi milikmu sejak lahir," ucap Ardhilla pelan diikuti air mata yang mengalir di sudut matanya.
Jefri tersenyum memandang wajah bayi yang ada dalam pelukannya, lalu ia berkata, "Aku akan memberinya nama, Aldrin. Aldrin Jefri nama lengkapnya."
Aldrin Jefri
catatan Author : hai readers... makasi sudah mau sempatkan diri baca novelku kalo kamu suka jangan lupa like dan komen yaa... episode berikutnya aku akan nampilin foto untuk masing-masing tokoh biar lebih terasa hidup. Arigatou ... 😊🤗😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
kelahiran anak adalah yg di harapkan bagi setiap orang tua dan pasti ada keberkahan, tapi kenapa ada orang tua membuang darah dagingnya sendiri dan apakah tidak di pikirkan dlm berhubungan pasti akan ada akibatnya(hamil) , hanya krn memikirkan nafsu sesaat.
2024-11-08
0
🐥Yay
sebenarnya gamau baca novel ini lagii..
2025-02-16
0
pipi gemoy
malang sekali nasib mereka 😩
2025-03-15
0