Dara, The Posesif Dokter With Ex-Boyfriend
Kringgggg ......
Suara alarm panjang pagi itu membangunkan Dara. Gadis cantik berkulit putih, berwajah oval ke barat-baratan itu terpaksa membuka matanya yang masih terasa berat. Semalam dia pulang dari rumah sakit pukul dua dini hari, dan pagi ini dia harus kembali bertugas menggantikan temanya yang berhalangan masuk karena anaknya sedang sakit.
Dalam waktu tiga puluh menit, kini gadis itu sudah rapih dengan rok span hitam hingga memperlihatkan betisnya yang putih mulus dan atasan kemeja sifon berwarna coklat muda.
"Dar, kamu tugas pagi?" tanya Denisa pada putri sulungnya yang menuruni anak tangga dengan terburu-buru itu.
"Iya, Mi. Gantiin temen aku yang gak bisa masuk."
"Sarapan dulu." Perintahnya.
"Aku sarapan dirumah sakit aja, Mi. Udah kesiangan. Nanti keburu macet," jawabnya menghampiri Denisa dan Daniel di meja makan untuk mencium pipi kedua orangtuanya. "Aku duluan ya, Mi, Pi. Daaaa."
"Sibuk banget anak kita sekarang," lirih Daniel menatap Denisa yang duduk didepanya dengan mata berkaca-kaca. "Nggak terasa anak-anak kita udah besar, kita sudah semakin tua."
"Ya mau gimana lagi?" Denisa mengangkat bahunya. Lalu memasukkan sepotong roti kedalam mulutnya.
"Kamu kelihatan santai aja." Daniel meneliti wajah istrinya yang terlihat awet muda dibanding dirinya. "Kayaknya kamu seneng kalau aku mati duluan, terus nanti kamu nikah lagi dapet yang brondong."
Denisa menghela nafas, semakin tua suaminya semakin sensitif. "Jangan ngajak ribut deh pagi-pagi."
"Siapa yang ngajak ribut? Aku nanya, kalo seumpama nanti aku mati dulu, kamu mau nikah lagi apa enggak?"
"Ya nikah lagi lah."
Daniel membelalakkan matanya. "Denisa!" Sentaknya dengan intonasi tinggi.
"Sayang ... Jangan membahas sesuatu yang belum tentu terjadi," Denisa menjawab dengan suara lembut agar pembahasan ini tidak memanjang. "Kamu harus banyak-banyak berdoa biar kita bisa sama-sama sampai tua, bisa lihat anak cucu kita nikah juga kalau bisa."
Raut muka Daniel yang tadi sempat kesal, seketika berubah mesem-mesem. "Jadi kamu mau hidup sama aku sampai tua?"
"Iya sayang, sampai kakek nenek, sampai maut memisahkan kita."
"Tapi aku maunya kita mati sama-sama. Kalau kamu yang duluan, aku akan minta suntik mati sama anak kita. Tapi kalau aku yang duluan kamu nggak boleh nikah lagi."
"Iya," jawab Denisa cari aman. "Yuk kota berangkat sekarang. Katanya kamu hari ini mau nemenin aku ke klinik."
Di rumah sakit 'Tiara Medika' tempat Dara bekerja.
Pagi-pagi Dara sudah mengecek pasien rawat inap satu persatu. Lima menit yang lalu ia mendapat kabar jika kepala rumah sakit yang lama akan segera pensiun, dan akan digantikan dengan yang baru. Dara sudah menebak jika yang menggantikan direktur yang lama adalah anaknya sendiri, yang mana direktur tersebut memiliki seorang putri tunggal.
"Dok, kita disuruh siap-siap karena direktur yang baru akan segera datang." Bisik seorang staff menghampiri Dara.
"Ya, tapi aku harus meriksa satu pasien lagi," jawab Dara. Kemudian ia beralih pada pasien berikutnya untuk memberikan laporan pada direktur yang baru jika di perlukan nanti.
Selesai dengan pekerjaannya, Dara pun ikut berbaris dengan yang lainnya untuk menyambut kedatangan direktur mereka yang baru. Tak lama kemudian, sebuah mobil sedang mewah berhenti tepat di lobby, Dara sempat mengernyit karena seakan mengenali mobil tersebut yang tidak asing, tapi ia lupa. Hingga terlihat seorang supir buru-buru membukakan pintu penumpang.
Mata Dara ikut menyoroti pada sepatu panthopel harga ratusan juta turun dari sana, bukan sebuah highhelss seperti yang ia duga sebelumnya. Kemudian mata Dara naik keatas untuk melihat wajah pemilik sepatu tersebut. Seketika mata Dara membulat seperti ingin lepas dari tempatnya melihat wajah tampan laki-laki yang berdiri didepan pintu mobil sambil membenarkan jas hitam miliknya. Kemudian disambut oleh Dokter Ridwan yang merupakan direktur rumah sakit Intan Medika.
"Zyan?" Gumam Dara yang hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri mengenali laki-laki tersebut meski laki-laki itu mengenakan kaca mata hitam yang menutupi matanya.
Dara masih tertegun dengan sosok yang membuatnya terkejut setengah mati itu. Jantung Dara seolah berhenti berdetak, dan semuanya terhenti di dirinya sampai-sampai Dara tidak sempat membungkukkan badanya ketika laki-laki dengan tinggi 185cm itu melewatinya.
"Siapa nama kamu?" tanya seseorang membuyarkan lamunan Dara.
"Me?" Dara meletakkan telunjuk di dadanya. Laki-laki itu menatapnya dengan wajah datar mengintimidasi. "Dara Danuarta. Why?"
"Jika Pak Zyan lewat di depan mu. Lain kali kamu harus menunjuk rasa hormat padanya," dengus laki-laki itu mecibirkan bibirnya. Kemudian laki-laki tersebut berlalu meninggalkan Dara yang menganga karena ucapannya.
"Liat aja, ya. Yang ada nanti kamu bakal menunduk hormat kalau tahu siapa aku sebenarnya." Gerutu Dara menatap punggung laki-laki tersebut yang menjauh.
Ketika melewati meja perawat, telinga Dara terlihat memanjang menangkap obrolan para gadis-gadis yang ada disana terus memuji ketampanan direktur baru mereka.
"Gue kira Dokter Ridwan (kepala rumah sakit yang lama) kita bakal diganti sama Mbak Tiara, nggak taunya cowok ganteng."
"Gue kira juga awalnya begitu. Tapi kalo yang ini nggak papa sih, malah bersyukur banget. Bikin betah buat jaga." Mereka cekikikan, kemudian memanggil Dara yang melintas didepan mereka. "Eh Dokter Dara!" Dara menghentikan langkahnya mendengar namanya dipanggil, menoleh pada para perawat yang sedang bergosip tersebut. "Sini deh," ujar salah satu dari mereka tanpa suara.
Dara pun mendekat. "Ada apa nih? Ada bagi-bagi makanan?" Dara melongokkan kepalanya pada laci meja mereka pura-pura tidak tahu niat mereka memanggilnya.
"Bukan Dok," tepis perawat bername tag Puji. "Dokter Dara juga pasti sama kan kayak kita, ngiranya yang gantiin Dokter Ridwan anaknya, tapi gak taunya orang lain. Dara hanya menganggukkan kepala dengan mengangkat kedua alisnya, tanganya mencomot keripik pisang yang tergeletak disana. "Ganteng ya Dok?"
Dara kembali hanya mengangguk. Tak ingin menampik kalau memang Zyan kini jauh lebih tampan dari saat mereka SMA dulu. Dulu juga tampan, tapi kini lebih matang dan ... HOT.
Dara mengulum senyum, membayangkan dada bidang itu memeluknya.
Jam istirahat Dokter Ridwan mengajak para dokter dan staff senior berkumpul di ruang meeting sambil menyantap makan siang bersama sebagai tanda perpisahan yang terletak di lantai lima rumah sakit tersebut, lantai tertinggi yang ada disana. Memasuki ruangan tersebut, mata Dara langsung menangkap Zyan yang nampak sibuk berbincang dengan Dokter Ridwan entah membahas tentang apa.
"Selamat siang semuanya," sapa Dokter Ridwan setelah makan siang selesai. "Pasti kalian semua bertanya-tanya siapa laki-laki muda, tampan yang ada disamping saya sekarang." Dokter Ridwan menatap satu persatu karyawanya. Kemudian memperkenalkan Zyan. "Ya, dia adalah Zyan Cameron Xavier. Putra tunggal pemilik Mahardika corp." Dokter Ridwan mengambil jeda sejenak.
Dara memusatkan pandanganya pada Zyan, tapi laki-laki itu sama sekali tak melihatnya. Dara melongok tidak percaya, dari awal bertemu sampai sekarang Zyan tak ada menyapanya atau sekedar memberinya senyum. Padahal Zyan dulu sangat menggilainya sampai membuatnya malu karena di cintai oleh brondong sepertinya.
"Kenapa saya memilih Pak Zyan sebagai pengganti saya?" Dara jadi mengalihkan matanya lagi pada Dokter Ridwan yang berdiri di atas podium. "Bukan anak saya sendiri? Karena saya yakin, Pak Zyan bisa memimpin rumah sakit kita dan bisa lebih memajukan lagi dengan adanya alat-alat canggih yang di dukung teknologi lebih canggih lagi yang diusulkan oleh Pak Zyan." Terang Dokter Ridwan menjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang ada dikepala semua karyawanya.
* * *
"Oh ya, Dara. Setelah ini kamu ganti jam tugas dengan Dokter Malik kan?" tanya Dokter Ridwan pada Dara yang akan keluar dari sana. Dara mengangguk. "Saya minta tolong sama kamu, setelah ini jangan langsung pulang. Kamu ke ruangan Pak Zyan yang ada disebelah ruangan saya." Mata Dara melirik Zyan yang terlihat dingin padanya. "Kasih tahu pak Zyan apa-apa yang dibutuhkan rumah sakit kita, biar nanti Pak Zyan persiapkan, sebelum beliau benar-benar menggantikan saya."
Dara mengangguk, dan setelah jam tugasnya berakhir. Dara mengikuti perintah Dokter Ridwan menuju ruang Zyan berada.
Tok ... Tok ... Tok ...
Setelah tiga kali mengetuk, pintu ruangan itu terbuka. Dara langsung disambut wajah laki-laki yang menegurnya tadi. Dara melengos, langsung menuju meja Zyan.
"Wanita sombong" Dengus Emilio, asisten pribadi Zyan.
"Selamat siang Pak Zyan," sapa Dara mengabaikan Emilio, memilih beramah tamah dengan Zyan lengkap dengan senyuman pemikatnya berharap apa yang ia lakukan ini dapat mengalihkan pandangan Zyan dari layar komputer jadi menatapnya. Namun apa yang Dara dapat? Laki-laki itu sama sekali tak menatapnya sedikitpun, membuat genderang perang menyala dalam dada Dara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
winter taevee
akhirnya bisa baca karya kakak lagi.. ternyata sekarang udh smpk cerita anak2nya
2024-04-06
1
Almiraaa Nasution
Hadir Kak. Kayaknya seru nih
2024-03-04
0
MACA
di atas tadi "tiara medika". disini "intan medika"
2024-03-04
0