Sadar Zyan mengabaikanya, Darapun mulai menjelaskan apa-apa yang dibutuhkan di Tiara Medika dengan wajah masam. Bendera perang yang ia kibarkan sendiri itu ia turunkan lagi. Baru beberapa menit, Dara mulai bete karena Zyan hanya fokus pada apa yang dijelaskanya bukan padanya.
"Ehemm, kamu apa kabar?" tanya Dara disela pembahasan mereka. Bibirnya tak kuat untuk tidak menyapa duluan dan ingin Zyan melihatnya. Apa rencana Dara berhasil? Tentu saja, karena kini Zyan beralih menatapnya membuat Dara ber-yes ria dalam hati.
"Apa pembahasan ini bisa dilanjutkan?" tanya Zyan menggunakan bahasa formal menaikkan alis dengan tatapan dinginnya tanpa menjawab basa-basi Dara.
"Nggak usah kaku-kaku banget kali. Kayak sama siapa aja." Sungut Dara.
Zyan mengangkat tubuhnya agar dapat melihat Emilio yang duduk di sofa. "Em, bilang sama Pak Ridwan. Bisa minta dokter lain yang lebih kompeten nggak? Karena aku nggak mau buang-buang waktu buat sesuatu hal yang nggak penting."
Emilio sempat mengernyit atas permintaan atasanya, namun sejurus kemudian dia paham kenapa Zyan melakukan itu. Pasti keberadaan Dara membuatnya tidak nyaman. Sementara mata Dara membundar atas ucapan Zyan.
"Lebay banget sih. Oke oke, aku bakal fokus sama kerjaan aja pas jam kerja. Tapi di luar jam kerja boleh kan ngobrol santai?" tanya wanita itu menaik turunkan alisnya. "Kerja kalau terlalu fokus bikin kita cepat tua." Oceh Dara lagi yang mana hal itu membuat Emilio berdiri untuk menyeretnya keluar karena Dara bersikap tidak sopan pada atasanya, namun Zyan mengangkat tanganya melarang Emilio.
"Pilih keluar apa lanjut?" Ancam Zyan penuh penekanan. Dara memanyunkan bibirnya, kemudian melanjutkan pembahasan mereka lagi dan kali ini Dara benar-benar fokus.
Satu jam yang begitu menyiksa bagi Dara akhirnya selesai juga. Dia menutup ipad-nya dan beralih pada Zyan lagi. Zyan sama sekali tidak terganggu diperhatikan Dara, dia tetap memfokuskan pandanganya pada layar laptop didepanya.
"Sebaiknya jika tidak ada keperluan lagi anda keluar, Dokter." Emilio yang begitu peka mengusir Dara. Dara melirik Zyan, tapi laki-laki itu tak membelanya sama sekali, membuat Dara memilih keluar dengan perasaan kesal. Ia sempat memberikan tatapan bombastisnya pada Emilio.
"Belagu banget sih. Dulu aja ngejar-ngejar, sekarang sok nggak kenal." Gerutu Dara. Wajah masamnya seketika berubah senyuman melihat dokter Ridwan keluar dari ruanganya.
"Dokter Dara, kebetulan sekali."
"Ada apa Dok?" tanya Dara menghampiri dokter Ridwan.
"Bagaimana dengan pak Zyan? Dia pintar kan?"
"Iya Dok. Dokter memang tidak salah memilih orang untuk dijadikan Direktur di Tiara Medika," jawab Dara mengakui jika Zyan memanglah sangat pintar.
Dia tahu hal itu sejak dulu, karena Zyan beberapa kali lompat kelas (akselerasi) hingga mereka bisa satu angkatan padahal usia Zyan lima tahun dibawahnya.
"Anak saya itu tidak bisa diandalkan, Dara. Makanya saya tidak berani menyerahkan Tiara Medika begitu saja, harus ada orang kuat yang bisa meneruskan Tiara Medika. Dan secara kebetulan Zyan mau menjadi penanam saham terbesar disini." Dokter Ridwan bercerita pada Dara sambil berjalan menuju lift. "Karena pak Zyan tidak memiliki pengalaman di dunia medis, saya berharap kedepannya kamu mau untuk selalu menemaninya setelah saya pensiun."
"Kenapa saya, Dok?" tanya Dara. Dia bukan orang lama, tapi bukan orang baru-baru amat di Tiara Medika. Tapi kenapa dokter Ridwan mempercayakan mandat ini padanya?
Dokter Ridwan menunda jawabanya ketika pintu lift terbuka, dan melanjutkan ketika sudah berada didalam lift. "Karena saya kenal dengan kedua orangtua kamu," jawabnya. "Selama yang saya kenal, orang tua kamu merupakan salah satu pebisnis yang jujur. Bukanya buah jatuh tidak jauh dari pohonya?"
"Tapi masalahnya apa Zyan, eh maaf. Pak Zyan mau didampingi saya?" Dara langsung meralat panggilanya pada Zyan karena keceplosan.
"Saya yang akan mengatakan padanya kalau kamu bersedia."
"Sudah pasti saya bersedia, Dok. Ini tugas yang mulia." Ya mulia versi Dara berbeda dengan mulia yang dipikiran dokter Ridwan. Mulia versi Dara karena dia berpikir hal ini bisa membuatnya dekat lagi dengan Zyan.
Pulang dari rumah sakit, Dara menghubungi nomor sepupunya, Aira. Untuk curhat.
"Ai, Lo tau nggak apa yang mau gue ceritain sama lo hari ini?" ujar Dara setelah Aira menerima telepon darinya.
"Apa?" tanya Aira dari saluran telepon karena sekarang gadis itu tinggal di sebuah pulau terpencil.
"Lo masih inget gak sama Zyan? Ituloh, mantan brondong gue dulu."
"Kenapa dia?"
"Sekarang dia jadi direktur di rumah sakit gue."
"Yang bener? Bete donk lo ada dia?" Komen Aira karena setahunya Dara begitu membenci Zyan yang tergila-gila pada Dara.
"Ya nggak bete sih. Sekarang dia jauh lebih dewasa, Aiiiii. Ganteng bangettt." Cerita Dara dengan ekpresi berlebihanya seperti abg yang lagi kasmaran.
"Dia masih bucin kayak dulu?" tanya Aira yang langsung membuat Dara yang tadinya semangat menceritakan tentang Zyan kini jadi melemah.
"Nah, itu masalahnya." Dara menghembuskan nafas lemas. "Dia malah kayak nggak kenal gue. Heran kan?"
"Nggak heran sih, kan kalian udah mantan," sahut Aira apa adanya.
"Ish, Ai. Lo ngeselin kayak dia."
Aira cekikikan. "Tapi sadar nggak sih, Dar? Emang menurut lo ini cuma kebetulan yang KEBETULAN? Soalnya yang gue tahu dia nggak ada basic medis, dan kenapa harus rumah sakit tempat lo kerja? Bukanya nyokap dia juga punya rumah sakit sendiri?"
"Maksudnya, Ai?" Tapi tak ada sahutan lagi dari Aira. "Halo ... Ai." Dara melihat ponselya. 'Menghubungi Ulang' tulisan yang ada dilayar ponselya. "Ishhh kebiasaan banget ilang sinyal."
* * *
Dara baru saja kembali dari kantin setelah makan siang sambil membawa minuman cup ditanganya. Saat tubuhnya akan berbelok masuk keruanganya, matanya tak sengaja menangkap Zyan berjalan bersama seorang wanita cantik masuk kedalam lift. Darah Dara serasa mendidih, karena dalam jarak yang tidak terlalu jauh ini Zyan seharusnya juga melihatnya.
"Siapa cewek itu?" gumam Dara penasaran. Dara menggigit bibirnya, memutar otak mencari alasan supaya bisa masuk ke ruangan Zyan. Dokter Ridwan menugaskanya untuk mendampingi Zyan jika Zyan mengalami kesulitan, tapi seharian ini Zyan belum ada memanggilnya.
"Anda mau kemana?" tanya Emilio pada Dara yang baru saja keluar dari lift.
"Mau menemui pak Zyan, Pak Zyan tadi nelepon. Ada yang perlu di bahas katanya," jawab Dara berbohong.
Emilio tidak langsung percaya, dia menatap Dara beberapa detik sebelum akhirnya mengetuk pintu ruang Zyan dan membukakan untuk Dara. Dan wanita itu langsung menerobos masuk.
"Maaf jika saya kelamaan, Pak. Asisten Anda menahan saya di luar." Cetus Dara membalikkan badan memberikan senyum culas yang kontan membuat mata Emilio membundar, terkejut karena seumur hidupnya baru kali ini dia difitnah seseorang.
Setelah Emilio menutup pintu, Dara berjalan menuju meja Zyan. "Ini dokumen yang Anda minta barusan, Pak." Dara meletakkan map yang dibawanya diatas meja Zyan membuat Zyan mengernyit bingung. Dara melirik wanita yang tadi bersama Zyan. "Nomor saya masih nomor yang lama, saya harap anda masih menyimpannya," ujarnya sambil tersenyum puas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
winter taevee
gemes sama kelakuan Dara
2024-04-06
1
Almiraaa Nasution
Ini Aira anaknya Abian bukan ya?
2024-03-04
0
MACA
si dara maunya sat set aja...gas gas...
2024-03-04
0