Dendam Sang Wonderboy
Sinar matahari yang terik menyinari bumi membuat suasana di sebuah pinggir kota menjadi begitu panas. Dalam panasnya hari, seorang wanita berpakaian hampir menutup seluruh tubuhnya agar tidak berubah warna menjadi cokelat kehitaman sedang membungkuk dan berjalan mundur untuk membersihkan sebuah parit yang begitu panjang.
Parit tersebut dipenuhi oleh daun yang berguguran dari beberapa pohon yang tumbuh di atasnya, karena dalam beberapa minggu ini cuaca yang selalu panas, menjadikan parit tersebut kering dan tidak lembab sehingga mudah untuk membersihkannya.
Sesekali, wanita itu menyeka keringat yang meleleh di wajahnya dengan lengan baju panjang yang sudah basah oleh keringatnya. Tanpa rasa jijik dan malu wanita itu terus mengumpulkan sampah daun-daun dan lainnya yang menutupi parit tersebut. Setelah beberapa jam kemudian, wanita itu berhasil menuntaskan pekerjaannya dengan sempurna. Sekarang, parit itu sudah nampak bersih dari semua sampah yang berserakan di dalamnya.
Kraaaak!
Suara dari beberapa tulangnya terdengar bagaikan suara patahan ranting pohon karena wanita itu baru saja meluruskan tubuhnya.
"Ahhhh, akhirnya aku menyelesaikannya," katanya dengan lirih sambil melangkah menuju sebuah bangunan kecil tempat penjaga keamanan yang berada di samping pintu gerbang dari rumah mewah tersebut.
"Apa kau telah menyelesaikannya?" tanya seorang pria memakai seragam keamanan yang lengkap di tubuhnya.
"Ya, aku telah menyelesaikannya. Anda bisa melihatnya lebih dulu sebelum aku kembali," jawabnya.
Pria penjaga keamanan tersebut melihat kearah parit panjang yang baru saja dibersihkan oleh wanita itu, kemudian dia menganggukkan kepalanya.
"Ini upahmu!" Beberapa lembar uang kertas dia ulurkan kepada wanita itu setelah menghitung jumlahnya.
Sang wanita menerima upahnya dengan raut wajah yang tidak bahagia karena mengingat sebab kenapa dia bisa melakukan pekerjaan ini. Selesai menerima upahnya, dia menyeret kakinya dengan pelan meninggalkan penjaga keamanan dan rumah mewah tersebut.
Sekarang dia hampir berada di kawasan tempat tinggalnya. Akan tetapi, dia berhenti sejenak di sebuah gang yang merupakan jalan menuju kediamannya.
Dia berdiri di depan sebuah rumah makan sederhana, di sana menjual berbagai jenis ikan yang telah dimasak menjadi sebuah santapan lezat untuk dimakan. Namun bagi orang yang mempunyai keadaan sulit ekonomi seperti dirinya, rasanya sangat berat mengeluarkan uang untuk membeli makanan tersebut. Akan tetapi mengingat ketika dia kembali ke rumah nantinya, dia pasti akan kelaparan karena tidak ada sesuatu yang bisa dimakan di rumahnya saat ini.
Dia merogoh kantong bajunya yang masih mengeluarkan aroma asam dari keringatnya, kemudian mengambil dua lembar uang upah dia bekerja sebelumnya dan meninggalkan beberapa lembar di dalam kantongnya.
Dia mendekat kearah rumah makan tersebut, kemudian memberitahu kepada penjaganya apa-apa saja yang akan dibelinya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan dan membayarnya, dia kembali melangkah pergi dengan membawa plastik kecil berisi makanan yang baru saja dia beli.
Dari jauh, dia telah melihat bangunan rumah yang sudah nampak tua karena warna catnya yang sudah memudar dimakan waktu. Rumah tersebut nampak kecil meski dilihat dari jauh dan dekat, karena bangunannya memang tidaklah besar. Akan tetapi suasana sekitar rumah tersebut nampak asri karena ditumbuhi banyak tanaman.
Kreeeeek!
Bunyi dari pintu rumah yang dia buka terdengar memekakkan telinga karena suara engselnya yang sudah berkarat dimakan usia. Seorang pria yang sejak tadi menjadi penghuni rumah tua tersebut seketika terperanjat karena mendengar suara pintu yang dibuka. Dia membenarkan posisinya dari berbaring di atas karpet yang nampak usang dengan warnanya yang sudah memudar, bahkan aromanya sudah tidak wangi lagi.
"Apa kau membawa makanan untukku? Aku sudah sangat lapar," ucap pria tersebut sambil berdiri dari duduknya karena melihat sang istri menenteng sebuah plastik kecil pada satu tangannya.
Mendengar pertanyaan itu, sang wanita hanya diam dan tidak menyahut. Dia terus berjalan menuju ruangan dimana dia akan membawa makanan yang sudah dia beli untuk dimakan karena perutnya sudah terasa lapar. Ekor matanya sempat melihat kearah sang suami yang mengikutinya dari arah samping dan berjalan menyamai langkahnya.
"Kau sangat bau," kata sang pria dan melangkah lebih cepat mendahului sang wanita agar dia tidak mencium bau tidak sedap dari aroma tubuh sang istri yang baru saja pulang bekerja.
Sang wanita masih saja tidak menjawab karena dia hanya fokus kepada tujuannya.
Trang tring trang!
Suara sentuhan beberapa piring terdengar memenuhi rumah kecil mereka karena sang wanita mengambilnya secara acak, dia sama sekali tidak peduli dengan suara yang ditimbulkan dari sikapnya tersebut.
"Mana untukku? Kenapa tidak mengambilnya sekalian?" protes sang pria karena sang istri hanya mengambil satu piring miliknya.
"Kauambil saja sendiri! Tanganmu masih sangat kuat jika hanya mengambil sebuah piring," jawab sang istri mulai bersuara dengan nada jengkel.
"Aku suamimu, jadi tidak ada salahnya jika aku menyuruhmu!"
Braaak!
Kedua telapak tangan sang istri menggebrak meja yang ada di depan mereka sehingga menimbulkan suara yang sedikit kuat.
"Aku sudah sangat muak dengan suami sepertimu!" marah sang istri dengan perasaan yang menggebu.
"Hei, apa yang kau katakan, ha?" Sang suami juga berkata dengan suara keras karena sang istri telah membentaknya.
"Apa kau tidak mendengarnya? Aku muak dengan suami sepertimu!" Sang istri kembali menegaskan kalimatnya. "Apa kau tidak sadar bahwa selama ini kau sudah menjadi suami yang tidak berguna?" lanjut sang istri lagi dengan suara yang kuat diiringi dengan tatapan mata yang melebar dan perasaan marah di hatinya yang semakin menggebu.
"Bagaimana kau bisa mengatakan kalau aku tidak berguna, ha?" tanya sang suami masih dengan nada suara yang kuat.
"Apa kau lupa, selama ini yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita adalah aku. Aku terus bekerja apa saja demi bisa memenuhi kebutuhan kita. Sedangkan kau, kau hanya bekerja semaumu, kalau kau tidak menyukai pekerjaannya, kau bisa saja menolaknya tanpa memikirkan kebutuhan kita. Bahkan saat ini kau dengan mudah mengatakan kalau kau sedang lapar setelah melihatku kembali dari bekerja. Dasar pria tidak berguna," umpat sang istri di akhir katanya.
"Aku juga bekerja, tapi harus bagaimana kalau pekerjaan itu tidak sesuai denganku, aku tidak bisa memaksakan diri," bela sang suami. Dia tidak ingin disalahkan meskipun apa yang dikatakan oleh istrinya adalah sebuah kebenaran, bahwa selama ini dialah orang yang sudah memenuhi kebutuhan hidup mereka, karena dia sendiri jarang sekali mendapatkan pekerjaan, sedangkan sang istri adalah seorang yang akan melakukan pekerjaan apa pun jika ditawarkan kepadanya.
"Kalau kau terus berpikiran seperti itu, sepertinya kau lebih baik pergi dari rumah ini dan penuhi kebutuhanmu sendiri, karena kau sangat menjadi beban disini!"
"Kau terlalu merendahkanku!"
"Kau pantas untuk mendapatkannya, karena kau memang tidak berguna."
"Grace, kau terlalu banyak menghinaku!" pekik sang suami menyebut nama sang istri.
"Aku tidak menghinamu, Peter. Itu adalah kenyataannya," jawab sang istri tanpa rasa takut meski sang suami telah menunjukkan kemarahannya.
Grace dan Peter terus bertengkar dengar suara yang sama-sama keras. Mereka saling membela diri masing-masing dengan semua yang telah mereka jalani selama ini. Namun dalam pertengkaran mereka, Peter benar-benar mendapatkan penghinaan yang begitu besar, harga dirinya sebagai seorang suami telah direndahkan dan bagaikan diinjak-injak oleh Grace.
"Aku akan pergi! Aku tidak akan lupa dengan penghinaanmu ini, Grace!" Peter berkata dengan perasaan marah yang masih menguasai dirinya.
"Bagus jika kau menyadarinya, kau juga bisa mengurus surat cerai kita setelah kau pergi dari sini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments