Suasana pagi di ibukota terlihat sangat berbeda dengan tempat tinggal Peter. Lingkungan tempat tinggal pamannya adalah sebuah komplek perumahan yang ditinggali oleh para buruh yang bekerja di pabrik, sehingga ketika pagi tiba, semua orang nampak sibuk untuk bersiap dan berangkat dengan tujuan yang sama.
Jika di daerahnya, suasana pagi terlihat masih alami karena banyak pohon-pohon hijau yang masih tumbuh dan membuat udaranya yang bersih. Akan tetapi di ibukota ini, dia tidak melihat lagi adanya suasana yang alami karena telah dipenuhi oleh bangunan rumah dan gedung-gedung mewah, bahkan di daerah tempat tinggal sang paman, dia hampir tidak menemukan pohon yang tumbuh di setiap halaman rumah mereka.
Peter saat ini sedang berada di ruang makan bersama paman dan keluarganya. Mereka sedang menikmati sarapan pagi yang dimasak oleh bibinya.
"Ini bekal untuk kalian!" Wanita berkulit putih dan bermata sipit yang merupakan istri dari sang paman mengulurkan dua buah kotak bekal kepada mereka.
"Terima kasih, Sayang. Kau selalu mengerti," ucap pria yang nampak subur itu meski hidup dalam kesederhanaan, namun tubuhnya nampak sehat dan buncit. Mungkin karena sang istri benar-benar mengurusnya dengan baik.
"Kau harus memakannya! Sebelum mendapatkan gaji, kau harus berhemat." Sang bibi memperingati Peter.
"Terima kasih, Bibi. Aku akan mendengarkan nasehat, Bibi," jawab Peter. Dia mengerti maksud dari perkataan bibinya untuk memperingatkan dia agar tidak membeli makanan di luar, karena dia baru saja bekerja sehingga harus lebih berhemat sebelum menerima gaji nantinya.
Peter berangkat bersama sang paman menaiki sebuah kendaraan pribadi milik pamannya. Sedangkan para anaknya akan menaiki bus menuju ke sekolah mereka yang telah disediakan oleh sekolah mereka sendiri.
Sebelum sampai ke pabrik, mereka melewati jalanan ibukota yang begitu padat. Selain itu, di sana Peter melihat berbagai perusahaan dengan gedung mewahnya yang bertingkat seakan ingin mencakar langit.
Peter tidak bisa menyembunyikan raut kekagumannya setelah melihat gedung-gedung perusahaan tersebut. Melihat semua itu, dia merasa tertarik untuk bisa bekerja di sana, karena dia lebih suka bekerja di tempat seperti itu dan itu sebabnya dia selalu memilih saat melihat sebuah pekerjaan yang dia dapat.
Beberapa waktu kemudian, akhirnya mereka masuk ke kawasan pabrik. Di sana terlihat banyak orang yang memakai seragam yang sama dengan sang paman. Sedangakan dia masih memakai baju biasa karena ini adalah hari pertama dia bekerja.
Sang paman membawanya menuju sebuah ruangan di kawasan pabrik, dan di sana terlihat beberapa orang yang ternyata sama dengannya. Sang paman berjalan lebih dulu darinya, dan mendekati seorang pria yang berdiri di hadapan beberapa orang yang sudah berbaris dengan rapi di depannya.
"Bergabunglah bersama mereka, karena akan ada arahan kepada kalian sebelum memulai pekerjaan!" beritahu sang paman kepada Peter setelah dia berbicara dengan pria tersebut.
Peter ikut bergabung dalam barisan, lalu mendengarkan arahan yang akan diberikan kepada mereka.
Dalam arahan tersebut, mereka hanya diberitahu untuk bekerja secara profesional dan tidak bermalas-malasan agar kerja mereka bisa seperti yang diharapkan.Selanjutnya, mereka semua dibawa untuk langsung memulai pekerjaan, dan Peter tidak menyangka bahwa ternyata dia akan bekerja dibagian yang paling berat di pabrik ini, dan sebelumnya sang paman tidak mengatakan pekerjaan apa yang akan dia kerjakan.
...****************...
Hari-hari Peter lalui dengan bekerja keras meski pekerjaan yang dia lakukan sangat berat baginya.
"Apa kau tidak melihat pekerjaanmu dengan benar?" teriak seorang pria yang merupakan pengawas pekerjaan Peter dan yang lainnya.
Peter ingin membela diri, namun sang pengawas tidak memberikan dia kesempatan untuk. berbicara, bahkan sebuah pukulan dia dapatkan di kakinya. Tidak ada seorang pun rekan kerjanya yang ikut membelanya, mereka semua tutup mulut karena tidak ingin menjadi orang berikutnya yang akan mendapatkan perlakuan kasar dari sang pengawas.
"Selesaikan pekerjaanmu hari ini, besok kau tidak perlu datang bekerja lagi," beritahu sang pengawas.
"Aku akan pergi hari ini!" jawab Peter dengan raut wajah marahnya.
"Jika kau keluar hari ini, aku tidak akan memberikan upahmu!" Sang pengawas bahkan mengancamnya.
"Aku tidak butuh uangmu!" Peter berbalik dan berjalan dengan angkuh meninggalkan semua orang. Sebenarnya dia tidak melakukan kesalahan, tetapi sang pengawas dengan mudah menyalahkannya tanpa mencari tahu kebenarannya. Para rekannya juga hanya diam dan tidak membelanya, sehingga dia merasa ketidakadilan dalam sikap mereka. Demi menjaga harga dirinya, lebih baik dia pergi daripada harus terus bekerja seakan kesalahan itu dia lakukan.
Kejadian di pabrik ternyata sudah sampai ke telinga sang paman, sehingga dia juga memarahi Peter. Dia kecewa karena Peter telah menyia-nyiakan kesempatan melihat keadaan sekarang yang sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan.
"Aku tidak bisa menjadi orang yang harus merendahkan harga diriku, Paman." Peter memberitahu alasan dia meninggalkan pekerjaan itu.
"Setidaknya kau tetap harus bertahan, setelah ini paman tidak tahu harus mencarikan pekerjaan apa lagi untukmu," ucap pria yang lebih tua darinya itu.
"Aku tidak ingin menjadi kambing hitam atas kesalahan yang diperbuat orang lain," lanjut Peter dengan tegas. Dia merasa pamannya mempunyai prinsip yang salah demi mempertahankan pekerjaan itu.
"Sekarang bagaimana selanjutnya? Apa kamu tetap berdiam diri sama seperti ketika kamu hidup bersama istrimu? Pantas saja dia merasa lelah melihat sikapmu!" Tiba-tiba saja sang paman menyindirnya.
"Paman tidak perlu ikut campur dalam masalahku," jawab Peter menyeringai.
"Lalu, bagaiman kalau kamu tidak bisa mendapatkan pekerjaan lagi? Bagaimana kamu akan bertahan di sini? Apa kamu pikir mencari pekerjaan di sini mudah?" Suara dari sang paman sudah sedikit meninggi melihat keangkuhan Peter. Di sampingnya ada seorang wanita yang mencoba untuk menenagkannya.
"Pantas saja hidup paman tidak berubah meski sudah lama tinggal di sini, ternyata paman menerima saja jika orang lain merendahkan paman dan selalu mengalah ketika dicurangi oleh orang lain. Jangan khawatir, aku akan pergi dari sini dan tidak akan membebani paman." Peter sudah bertekad akan keluar dari rumah pamannya karena tidak ingin membebani kehidupan mereka dengan kehadirannya. Apalagi mendengar sang paman sudah merendahkannya.
Di saat hari mulai gelap, di situlah Peter keluar dari rumah sang paman dengan membawa tas ranselnya. Bibinya sudah menahannya agar tidak pergi, dan mengatakan bahwa kemarahan sang paman hanya sesaat. Tetapi Peter tetap ingin pergi meski dia tidak tahu kemana dia akan pergi setelah keluar dari rumah sang paman.
Di gelapnya malam, di tengah ibukota, Peter melangkah sendiri tanpa tujuan. Dia tidak memiliki saudara yang lain ataupun kenalan di daerah ibukota ini, sehingga membuatnya tidak mempunyai arah tujuan yang pasti.
Hingga keadaan semakin sepi karena malam telah sangat larut, Peter singgah di sebuah halte untuk mengistirahatkan dirinya karena kelelahan. Dia merasa dahaga meski berjalan di kedinginan malam. Malangnya, untuk melepaskan dahaga tersebut, dia tida memiliki air walau hanya setetes.
Rasa haus dan dahaganya berlomba dengan matanya yang sudah berat serta tubuhnya yang lelah bahkan dengan perutnya yang kosong. Dia tidak tahu harus mendahulukan yang mana, dan pastinya dia juga tidak memiliki uang sepeser pun saat ini. Di saat bertarung dengan semua rasa itu, sebuah kemarahan kembali menguasai pikirannya.
Semua pikiran dan keadaan yang dia rasakan saat ini mampu dikalahkan oleh matanya yang berat dan semakin merapat untuk tertutup. Akhirnya Peter tertidur dengan membawa semua gejolak rasa haus, lapar dan kemarahannya ke alam mimpi. Dia bagaikan seorang pria terlantar yang tidur sambil meringkuk di sebuah halte karena menahan dinginnya malam yang merasuki tubuhnya tanpa sebuah selimut yang bisa memberi kehangatan pada tubuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments