NovelToon NovelToon

Dendam Sang Wonderboy

Pertengkaran

Sinar matahari yang terik menyinari bumi membuat suasana di sebuah pinggir kota menjadi begitu panas. Dalam panasnya hari, seorang wanita berpakaian hampir menutup seluruh tubuhnya agar tidak berubah warna menjadi cokelat kehitaman sedang membungkuk dan berjalan mundur untuk membersihkan sebuah parit yang begitu panjang.

Parit tersebut dipenuhi oleh daun yang berguguran dari beberapa pohon yang tumbuh di atasnya, karena dalam beberapa minggu ini cuaca yang selalu panas, menjadikan parit tersebut kering dan tidak lembab sehingga mudah untuk membersihkannya.

Sesekali, wanita itu menyeka keringat yang meleleh di wajahnya dengan lengan baju panjang yang sudah basah oleh keringatnya. Tanpa rasa jijik dan malu wanita itu terus mengumpulkan sampah daun-daun dan lainnya yang menutupi parit tersebut. Setelah beberapa jam kemudian, wanita itu berhasil menuntaskan pekerjaannya dengan sempurna. Sekarang, parit itu sudah nampak bersih dari semua sampah yang berserakan di dalamnya.

Kraaaak!

Suara dari beberapa tulangnya terdengar bagaikan suara patahan ranting pohon karena wanita itu baru saja meluruskan tubuhnya.

"Ahhhh, akhirnya aku menyelesaikannya," katanya dengan lirih sambil melangkah menuju sebuah bangunan kecil tempat penjaga keamanan yang berada di samping pintu gerbang dari rumah mewah tersebut.

"Apa kau telah menyelesaikannya?" tanya seorang pria memakai seragam keamanan yang lengkap di tubuhnya.

"Ya, aku telah menyelesaikannya. Anda bisa melihatnya lebih dulu sebelum aku kembali," jawabnya.

Pria penjaga keamanan tersebut melihat kearah parit panjang yang baru saja dibersihkan oleh wanita itu, kemudian dia menganggukkan kepalanya.

"Ini upahmu!" Beberapa lembar uang kertas dia ulurkan kepada wanita itu setelah menghitung jumlahnya.

Sang wanita menerima upahnya dengan raut wajah yang tidak bahagia karena mengingat sebab kenapa dia bisa melakukan pekerjaan ini. Selesai menerima upahnya, dia menyeret kakinya dengan pelan meninggalkan penjaga keamanan dan rumah mewah tersebut.

Sekarang dia hampir berada di kawasan tempat tinggalnya. Akan tetapi, dia berhenti sejenak di sebuah gang yang merupakan jalan menuju kediamannya.

Dia berdiri di depan sebuah rumah makan sederhana, di sana menjual berbagai jenis ikan yang telah dimasak menjadi sebuah santapan lezat untuk dimakan. Namun bagi orang yang mempunyai keadaan sulit ekonomi seperti dirinya, rasanya sangat berat mengeluarkan uang untuk membeli makanan tersebut. Akan tetapi mengingat ketika dia kembali ke rumah nantinya, dia pasti akan kelaparan karena tidak ada sesuatu yang bisa dimakan di rumahnya saat ini.

Dia merogoh kantong bajunya yang masih mengeluarkan aroma asam dari keringatnya, kemudian mengambil dua lembar uang upah dia bekerja sebelumnya dan meninggalkan beberapa lembar di dalam kantongnya.

Dia mendekat kearah rumah makan tersebut, kemudian memberitahu kepada penjaganya apa-apa saja yang akan dibelinya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan dan membayarnya, dia kembali melangkah pergi dengan membawa plastik kecil berisi makanan yang baru saja dia beli.

Dari jauh, dia telah melihat bangunan rumah yang sudah nampak tua karena warna catnya yang sudah memudar dimakan waktu. Rumah tersebut nampak kecil meski dilihat dari jauh dan dekat, karena bangunannya memang tidaklah besar. Akan tetapi suasana sekitar rumah tersebut nampak asri karena ditumbuhi banyak tanaman.

Kreeeeek!

Bunyi dari pintu rumah yang dia buka terdengar memekakkan telinga karena suara engselnya yang sudah berkarat dimakan usia. Seorang pria yang sejak tadi menjadi penghuni rumah tua tersebut seketika terperanjat karena mendengar suara pintu yang dibuka. Dia membenarkan posisinya dari berbaring di atas karpet yang nampak usang dengan warnanya yang sudah memudar, bahkan aromanya sudah tidak wangi lagi.

"Apa kau membawa makanan untukku? Aku sudah sangat lapar," ucap pria tersebut sambil berdiri dari duduknya karena melihat sang istri menenteng sebuah plastik kecil pada satu tangannya.

Mendengar pertanyaan itu, sang wanita hanya diam dan tidak menyahut. Dia terus berjalan menuju ruangan dimana dia akan membawa makanan yang sudah dia beli untuk dimakan karena perutnya sudah terasa lapar. Ekor matanya sempat melihat kearah sang suami yang mengikutinya dari arah samping dan berjalan menyamai langkahnya.

"Kau sangat bau," kata sang pria dan melangkah lebih cepat mendahului sang wanita agar dia tidak mencium bau tidak sedap dari aroma tubuh sang istri yang baru saja pulang bekerja.

Sang wanita masih saja tidak menjawab karena dia hanya fokus kepada tujuannya.

Trang tring trang!

Suara sentuhan beberapa piring terdengar memenuhi rumah kecil mereka karena sang wanita mengambilnya secara acak, dia sama sekali tidak peduli dengan suara yang ditimbulkan dari sikapnya tersebut.

"Mana untukku? Kenapa tidak mengambilnya sekalian?" protes sang pria karena sang istri hanya mengambil satu piring miliknya.

"Kauambil saja sendiri! Tanganmu masih sangat kuat jika hanya mengambil sebuah piring," jawab sang istri mulai bersuara dengan nada jengkel.

"Aku suamimu, jadi tidak ada salahnya jika aku menyuruhmu!"

Braaak!

Kedua telapak tangan sang istri menggebrak meja yang ada di depan mereka sehingga menimbulkan suara yang sedikit kuat.

"Aku sudah sangat muak dengan suami sepertimu!" marah sang istri dengan perasaan yang menggebu.

"Hei, apa yang kau katakan, ha?" Sang suami juga berkata dengan suara keras karena sang istri telah membentaknya.

"Apa kau tidak mendengarnya? Aku muak dengan suami sepertimu!" Sang istri kembali menegaskan kalimatnya. "Apa kau tidak sadar bahwa selama ini kau sudah menjadi suami yang tidak berguna?" lanjut sang istri lagi dengan suara yang kuat diiringi dengan tatapan mata yang melebar dan perasaan marah di hatinya yang semakin menggebu.

"Bagaimana kau bisa mengatakan kalau aku tidak berguna, ha?" tanya sang suami masih dengan nada suara yang kuat.

"Apa kau lupa, selama ini yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita adalah aku. Aku terus bekerja apa saja demi bisa memenuhi kebutuhan kita. Sedangkan kau, kau hanya bekerja semaumu, kalau kau tidak menyukai pekerjaannya, kau bisa saja menolaknya tanpa memikirkan kebutuhan kita. Bahkan saat ini kau dengan mudah mengatakan kalau kau sedang lapar setelah melihatku kembali dari bekerja. Dasar pria tidak berguna," umpat sang istri di akhir katanya.

"Aku juga bekerja, tapi harus bagaimana kalau pekerjaan itu tidak sesuai denganku, aku tidak bisa memaksakan diri," bela sang suami. Dia tidak ingin disalahkan meskipun apa yang dikatakan oleh istrinya adalah sebuah kebenaran, bahwa selama ini dialah orang yang sudah memenuhi kebutuhan hidup mereka, karena dia sendiri jarang sekali mendapatkan pekerjaan, sedangkan sang istri adalah seorang yang akan melakukan pekerjaan apa pun jika ditawarkan kepadanya.

"Kalau kau terus berpikiran seperti itu, sepertinya kau lebih baik pergi dari rumah ini dan penuhi kebutuhanmu sendiri, karena kau sangat menjadi beban disini!"

"Kau terlalu merendahkanku!"

"Kau pantas untuk mendapatkannya, karena kau memang tidak berguna."

"Grace, kau terlalu banyak menghinaku!" pekik sang suami menyebut nama sang istri.

"Aku tidak menghinamu, Peter. Itu adalah kenyataannya," jawab sang istri tanpa rasa takut meski sang suami telah menunjukkan kemarahannya.

Grace dan Peter terus bertengkar dengar suara yang sama-sama keras. Mereka saling membela diri masing-masing dengan semua yang telah mereka jalani selama ini. Namun dalam pertengkaran mereka, Peter benar-benar mendapatkan penghinaan yang begitu besar, harga dirinya sebagai seorang suami telah direndahkan dan bagaikan diinjak-injak oleh Grace.

"Aku akan pergi! Aku tidak akan lupa dengan penghinaanmu ini, Grace!" Peter berkata dengan perasaan marah yang masih menguasai dirinya.

"Bagus jika kau menyadarinya, kau juga bisa mengurus surat cerai kita setelah kau pergi dari sini."

Meninggalkan rumah

Peter telah keluar dari rumah dengan membawa sebuah tas ransel di punggungnya. Tidak ada kata perpisahan yang dia ucapkan kepada Grace, dan begitu pun sebaliknya.

Sementara itu, Grace masih duduk santai sambil melanjutkan makannya yang sempat tertunda karena bertengkar dengan sang suami. Dia tidak peduli lagi tentang kepergian Peter, bahkan dia sendiri yang mengusir pria tersebut dari rumah mereka. Dia benar-benar sudah tidak sanggup jika terus hidup bersama Peter. Hampir enam tahun mereka hidup bersama, dia tidak pernah merasakan hidup dengan kebutuhan yang cukup, bahkan dia harus ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Satu hal yang membuat dia sudah tidak bisa bertahan lagi, yaitu karena Peter adalah seorang pria yang memilih dalam melakukan pekerjaan. Sementara itu, tinggal di daerah mereka haruslah berpandai-pandai dalam hidup, karena selain pekerjaan sulit untuk di dapatkan, harga semua kebutuhan yang diperlukan sehari-hari sedikit lebih mahal dari daerah yang lain. Jika Peter terus berusaha prinsip memilih dalam bekerja, maka selamanya dia juga akan terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka. Maka dari itu, lebih baik dia hidup sendiri dan memenuhi kebutuhannya daripada harus bersuami tetapi tidak bisa membuatnya sesikit lebih tenang, bahkan pria tersebut lebih banyak bergantung hidup dengannya.

Dia tidak peduli kemana Peter akan pergi. Tebakannya, Peter pasti akan pergi ke rumah orangtuanya yang tinggal berjarak sedikit jauh dari rumah mereka.

Di sisi lain, Peter terus berjalan menjauh dari rumah mereka dengan pikiran yang dipenuhi dengan rasa marah dan benci kepada Grace. Dia tidak bisa menerima ketika Grace terlalu merendahkan dan menghinanya sebagai seorang pria. Selama ini Grace sudah sering mengatakan hinaan itu kepadanya, tetapi dia masih bisa menahannya karena Grace hanya mengatakannya dengan sebuah sindiran. Akan tetapi, kali ini Grace secara terang-terangan mengatakan hal itu kepadanya.

Tidak ada tempat lain yang akan dituju oleh Peter saat ini selain dari rumah orangtuanya. Dia sudah berniat akan pergi kesana setelah memutuskan untuk keluar dari rumah mereka. Dia tidak bertahan lebih lama untuk tinggal di rumah mereka, karena dia menyadari bahwa rumah itu mereka beli dari hasil uang yang mereka kumpulkan bersama, tetapi uang yang dikumpulkan oleh Grace jauh lebih banyak darinya, dan hampir mendominasi harga rumah tersebut. Uang yang dia kumpulkan hanya bisa sebagai uang tambahan dari kekurangan uang yang dikumpulkan oleh Grace.

Peter melihat ke kiri dan ke kanan, bahkan sesekali melihat ke arah belakang. Dia ingin mencari sebuah tumpangan agar bisa sampai lebih cepat ke rumah orangtuanya, dia seakan tidak sanggup untuk terus berjalan di tengah teriknya matahari yang bagaikan membakar dirinya tanpa pelindung sedikit pun.

Kemarahan Peter semakin menggebu karena ternyata dia tidak bisa menemukan satu orang pun yang bisa membawanya untuk lebih cepat sampai di rumah orang tuanya. Dia mencoba merogoh saku celana panjang yang dia gunakan, tetapi hingga tangannya mencapai dasar dari kantong tersebut, dia tidak menemukan sesuatu yang dia cari karena pada dasarnya dia tidak memilikinya. Dia hanya mengharapkan sebuah keajaiban datang kepadanya agar kantong celana yang dia periksa ada sesuatu yang dia dapatkan. Namun ternyata harapannya sama sekali tidak terkabul karena semua kantong celana yang dia periksa tidak memiliki sesuatu yang saat ini sangat dia butuhkan.

Peter terus berjalan dan sesekali berhenti untuk berteduh karena tidak tahan dengan panasnya cuaca yang membuatnya meleleh seperti sebuah makanan yang dipanaskan. Kakinya mulai terasa kebas dan tidak sanggup lagi untuk dia ayunkan untuk bisa menambah jarak tempuh perjalanannya. Namun dia tetap harus melangkah supaya tiba di kediaman orangtuanya.

"Kak, Peter!" panggil seorang wanita muda yang sedang memetik beberapa tangkai tanaman sayur yang tumbuh di halaman rumah mereka.

Peter hanya melihat wanita itu dengan tatapan lelahnya. Saat ini dia tidak ingin menyahut sapaan itu terlebih dahulu. Dia ingin masuk ke dalam rumah dan ingin memasukkan segalon air ke dalam tubuhnya untuk melepaskan rasa dahaga yang membuat tenggorokannya sangat kering karena berjalan di teriknya hari dalam jarak tempuh yang jauh.

Jakun yang terlihat menonjol di batang leher Peter bergerak turun naik dengan cepat saat dia meneguk air yang dia minum. Tak cukup hanya satu gelas, dia berulang kali menuangkan air ke dalam gelasnya setelah sebelumnya meneguk air di dalamnya dengan rakus. Hingga gelas ke tujuh, Peter baru merasakan kepuasan dari rasa hausnya. Dia duduk di sebuah kursi kayu sambil menenangkan dirinya yang sudah kenyang karena terlalu banyak minum air.

"Kenapa kak Peter datang sendiri? Dimana kak Grace?" tanya seorang wanita yang menyapanya sebelum masuk ke dalam rumah orangtuanya. Dia adalah saudara perempuannya Peter yang bernama Leri dan tinggal berdua bersama ibunya di rumah ini.

"Kau tidak perlu menanyakan wanita itu lagi!" jawab Peter disertai dengan raut wajahnya yang marah.

"Kenapa dengan kalian?" Tiba-tiba seorang wanita paruh baya muncul, dan dia adalah ibu Peter yang sejak tadi sedang membuat makanan di dapur.

Sang ibu dan saudara perempuannya menatap heran kearah Peter. Mereka penasaran dan ingin tahu apa yang telah terjadi.

Peter akhirnya bercerita kepada mereka, dan ternyata setelah mendengar cerita darinya, sang ibu sangat marah, dia merasa Grace sudah sangat keterlaluan karena telah menghina putranya. Dia mengakui bahwa Peter memang jarang bekerja, namun semua itu karena sulitnya mendapatkan pekerjaan di tempat tinggal mereka. Dia tidak masalah dengan alasan kenapa Peter memilih dalam pekerjaan yang ditawarkan kepadanya, karena dia mengetahui apa sebenarnya yang menjadi keahlian sang anak dalam bekerja.

"Mulai sekarang, jangan pernah sebut namanya lagi dihadapanku!" ancam Peter kepada ibu dan adiknya.

"Aku akan mengingat semua penghinaannya itu, dan tidak akan melupakannya," sambung sang ibu yang merasa kasihan dengan putranya.

...****************...

Sementara itu di rumahnya, Grace sedang menikmati waktu kesendiriannya tanpa Peter. Dia yakin bahwa pria yang statusnya masih menjadi suaminya itu sekarang telah berada di rumah orangtuanya.

Sudah sejak lama dia memendam perasaan jengkel di hatinya melihat Peter sang suami, dan sekarang dia sudah menumpahkan semuanya, bahkan pria itu memilih pergi dari rumah mereka daripada harus mengatakan dia akan berusaha untuk mencari pekerjaan dan akan memenuhi kebutuhan mereka.

Dalam hidupnya, Grace hanya mempunyai Peter sang suami sebagai keluarganya, karena dia adalah seorang anak tunggal dari orangtuanya yang sudah sejak lama pergi meninggalkannya. Sebelum menikah dengan Peter, dia sudah bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri. Dia berharap ketika menikah dengan Peter akan mengurangi kesulitan hidupnya yang selama ini terus bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Akan tetapi apa yang dia harapkan menjadi sebuah kekeliruan karena ternyata setelah menikah pun dia masih harus bekerja keras.

Beruntungnya sekarang dia memiliki rumah meski sebuah rumah tua yang sudah rapuh. Dia berani mengusir Peter karena merasa dia berhak atas rumah ini. Seandainya mereka masih tinggal bersama orangtua Peter saat ini, mungkin dia yang akan terusir.

Berangkat Ke Ibukota

Beberapa hari telah berlalu, Peter masih berada di rumah orangtuanya dan sama sekali tidak memikirkan tentang Grace sang istri lagi.

"Ibu sudah bicara dengan pamanmu, dia mengatakan akan mencarikan pekerjaan di sana untukmu."

Peter menghentikan gerakan tangannya yang hampir menyentuh mulutnya karena sekarang dia sedang menikmati sarapan pagi yang dibuat oleh ibunya. Selama beberapa hari di rumah ini, dia tidak pernah mendapatkan kemarahan dari ibunya ketika melihat dia tidak bekerja, dan ini sangat jauh berbeda di saat dia tinggal bersama Grace yang setiap hari harus mendengarkan kemarahan serta sindiran dari wanita itu di saat dia sedang tidak memiliki pekerjaan.

"Apa paman tidak keberatan sama sekali?" tanya Peter meyakinkan. Dia khawatir akan membuat sang paman merasa terbebani dengan permintaan ibunya.

"Ibu sudah membicarakan dengannya. Kau tidak perlu khawatir dengan yang lainnya," jawab sang ibu tegas. "Besok kamu akan berangkat ke sana," lanjut sang ibu dan membuat Peter sedikit terperanjat karena dia sama sekali tidak mengetahui rencana ibunya.

Pagi ini mereka sedang membahas tentang sebuah pekerjaan. Ibunya sengaja menghubungi saudara laki-lakinya yang tinggal di daerah ibukota untuk membantu mencarikan Peter pekerjaan.

Keesokan harinya, Peter telah bersiap untuk berangkat ke ibukota. Akan tetapi, mereka harus berjalan lebih dulu ke tempat pemberhentian bus tersebut, karena dari sanalah dia akan pergi. Dia ditemani oleh ibu dan saudara perempuannya karena mereka ingin melihat kepergiannya.

Dari tempat tinggal mereka membutuhkan waktu yang lama agar tiba di ibukota, dan jalan satu-satunya yang bisa mereka gunakan adalah sebuah bus kecuali di antara mereka mempunyai kendaraan pribadi.

"Jangan lupa kalau kamu harus memberi kabar selalu kepada kami di sini!" Ibu Peter berkata setelah mereka tiba di tempat pemberhentian bus. Mereka tidak bisa menunggu Peter lagi karena harus bekerja, sedangkan keberangkatan bus tersebut akan pergi sekitar setengah jam ke depan.

Peter mengangguk dengan pasti. Meski dia sedikit sedih meninggalkan ibu dan saudaranya di kampung mereka, namun dia sudah bertekad akan pergi untuk mendapatkan pekerjaan di ibukota, karena di tempat mereka ini hampir tidak ada pekerjaan yang bisa dia lakukan karena tidak sesuai dengannya.

Sepeninggalan ibu dan saudaranya, Peter termenung sejenak sambil menatap lurus ke depan. Dia tidak peduli dengan orang-orang yang berada di sekitarnya saat ini. Dia diam bagaikan patung dengan tatapannya yang mengandung sebuah kemarahan karena masih mengingat perkataan Grace. Semua perkataan Grace yang menghina dan merendahkannya terekam jelas dalam ingatannya hingga tanpa sadar dia sudah mengepalkan kedua jari-jari tangannya dengan kuat. Dia ingin menumpahkan semua kemarahannya dengan sebuah pukulan kepada siapa saja yang ada di hadapannya saat ini. Akan tetapi dia tidak melakukannya karena tidak mungkin dia akan memukul seseorang di sini.

Peter tersadar dari lamunannya karena seseorang menepuk pundaknya. Dia diberitahu bahwa bus yang dia tumpangi akan segera berangkat.

Peter berdiri dari duduknya, lalu berjalan kearah bus yang akan membawanya. Dia beriringan dengan beberapa penumpang yang lain yang juga menaiki bus tersebut.

Beberapa orang terlihat telah duduk di kursi yang menjadi tempat mereka saat Peter telah masuk ke dalam bus tersebut, lalu dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kursi yang masih belum terisi oleh penumpang serta mengambil bagian kursi yang ternyaman baginya.

Akhirnya, Peter memilih duduk di kursi nomor dua dari belakang dan berdekatan dengan jendela. Mengingat perjalanannya sedikit lama, dan dia merasa bahwa bagian itulah yang akan membuatnya merasa nyaman.

Setelah semua penumpang memasuki bus tersebut, sang supir memberikan aba-aba kepada mereka sebagai tanda bahwa mereka akan segera berangkat dan meninggalkan tempat itu.

Bus mulai melaju pelan membawa para penumpang meninggalkan daerah mereka. Peter melihat kearah luar dengan perasaan yang tidak senang. Sejak dulu sama sekali tidak ada terlintas dipikirannya untuk pergi dari daerah kelahirannya ini, apalagi dia hanya mempunyai ibu dan saudaranya yang harus dia jaga sebagai seorang pria yang masih ada di keluarga mereka. Akan tetapi dia harus meninggalkan semuanya bahkan meninggalkan ibu dan saudaranya karena penghinaan dari seorang wanita lain yang menjadi istrinya dalam beberapa tahun ini.

Peter merapatkan kedua bola matanya hingga hanya keadaan gelap lah yang dapat dia lihat saat ini. Dadanya terlihat turun naik, perasaaan marahnya kembali bergejolak, karena direndahkan dan dihinan oleh Grace, dia harus meninggalkan segalanya.

...****************...

Peter sudah tiba di ibukota, sang paman menyambut kedatangannya di rumah mereka bersama keluarganya. Kebetulan hari ini adalah hari libur bekerja, sehingga saat dia tiba, sang paman bisa menyambut kedatangannya.

Kehidupan sang paman di ibukota tidaklah mewah, dia termasuk dalam golongan orang yang hidup sederhana bersama istri dan empat orang anaknya yang masih bersekolah. Di sini sang paman hanya bekerja sebagai seorang buruh di sebuah pabrik, dan di sanalah Peter nantinya akan bekerja.

"Apa kau tidak masalah jika tinggal di sini?" tanya sang paman kepada Peter.

"Tidak masalah, Paman. Aku sudah sangat berterima kasih karena paman telah membantuku," jawab Peter tanpa ragu.

Orang yang dipanggil oleh Peter dengan paman tersebut menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Istirahatlah, kau pasti sangat lelah!" Sang paman memukul pundak Peter, dan berlalu meninggalkannya di sebuah kamar yang dia tunjukkan kepada Peter sebelumnya.

Peter melihat ke sekeliling ruangan persegi tersebut yang di lengkapi dengan sebuah kasur tipis dan lemari kecil di sampingnya. Keadaannya sedikit gelap, karena hanya ada sebuah jendela kecil tempat masuknya sinar matahari. Aroma kamar tersebut juga sedikit lain, akan tetapi Peter hanya bisa menerima, mungkin sang paman hanya memiliki ini untuknya.

Peter melangkah membawa ranselnya ke arah kasur tipis yang terletak memanjang di sudut kamar tersebut, lalu membaringkan dirinya di sana dengan meletakkan ranselnya lebih dulu di sampingnya.

Sekarang dia ingin mengistirahatkan tubuhnya karena kelelahan dalam perjalanan. Akan tetapi Peter tidak bisa memejamkan matanya karena ada yang menganggu hati dan pikirannya. Dia merasa menjadi orang yang terbuang saat menghuni kamar ini. Kemudian ingatannya kembali memutar kata-kata penghinaan Grace kepadanya, dan itu membuat perasaan marahnya kembali menyala. Kedua tangannya kembali mengepal, lalu dengan gerakan cepat dia mengangkat tangannya ke atas.

Bruk!

Bunyi hentakan dari kepalan kedua tangannya terdengar memenuhi kamar kecil itu. Ya, dia memukulkan kepalan tangan tersebut kearah bawah dengan begitu kuat. Ingin rasanya dia melayangkan pukulan itu kepada Grace agar bisa menarik kembali semua kata penghinaannya itu, karena itulah yang membuatnya merasa menjadi orang yang benar-benar tidak berguna selama ini meski sepanjang mereka hidup bersama, dia juga pernah bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!