Beberapa hari telah berlalu, Peter masih berada di rumah orangtuanya dan sama sekali tidak memikirkan tentang Grace sang istri lagi.
"Ibu sudah bicara dengan pamanmu, dia mengatakan akan mencarikan pekerjaan di sana untukmu."
Peter menghentikan gerakan tangannya yang hampir menyentuh mulutnya karena sekarang dia sedang menikmati sarapan pagi yang dibuat oleh ibunya. Selama beberapa hari di rumah ini, dia tidak pernah mendapatkan kemarahan dari ibunya ketika melihat dia tidak bekerja, dan ini sangat jauh berbeda di saat dia tinggal bersama Grace yang setiap hari harus mendengarkan kemarahan serta sindiran dari wanita itu di saat dia sedang tidak memiliki pekerjaan.
"Apa paman tidak keberatan sama sekali?" tanya Peter meyakinkan. Dia khawatir akan membuat sang paman merasa terbebani dengan permintaan ibunya.
"Ibu sudah membicarakan dengannya. Kau tidak perlu khawatir dengan yang lainnya," jawab sang ibu tegas. "Besok kamu akan berangkat ke sana," lanjut sang ibu dan membuat Peter sedikit terperanjat karena dia sama sekali tidak mengetahui rencana ibunya.
Pagi ini mereka sedang membahas tentang sebuah pekerjaan. Ibunya sengaja menghubungi saudara laki-lakinya yang tinggal di daerah ibukota untuk membantu mencarikan Peter pekerjaan.
Keesokan harinya, Peter telah bersiap untuk berangkat ke ibukota. Akan tetapi, mereka harus berjalan lebih dulu ke tempat pemberhentian bus tersebut, karena dari sanalah dia akan pergi. Dia ditemani oleh ibu dan saudara perempuannya karena mereka ingin melihat kepergiannya.
Dari tempat tinggal mereka membutuhkan waktu yang lama agar tiba di ibukota, dan jalan satu-satunya yang bisa mereka gunakan adalah sebuah bus kecuali di antara mereka mempunyai kendaraan pribadi.
"Jangan lupa kalau kamu harus memberi kabar selalu kepada kami di sini!" Ibu Peter berkata setelah mereka tiba di tempat pemberhentian bus. Mereka tidak bisa menunggu Peter lagi karena harus bekerja, sedangkan keberangkatan bus tersebut akan pergi sekitar setengah jam ke depan.
Peter mengangguk dengan pasti. Meski dia sedikit sedih meninggalkan ibu dan saudaranya di kampung mereka, namun dia sudah bertekad akan pergi untuk mendapatkan pekerjaan di ibukota, karena di tempat mereka ini hampir tidak ada pekerjaan yang bisa dia lakukan karena tidak sesuai dengannya.
Sepeninggalan ibu dan saudaranya, Peter termenung sejenak sambil menatap lurus ke depan. Dia tidak peduli dengan orang-orang yang berada di sekitarnya saat ini. Dia diam bagaikan patung dengan tatapannya yang mengandung sebuah kemarahan karena masih mengingat perkataan Grace. Semua perkataan Grace yang menghina dan merendahkannya terekam jelas dalam ingatannya hingga tanpa sadar dia sudah mengepalkan kedua jari-jari tangannya dengan kuat. Dia ingin menumpahkan semua kemarahannya dengan sebuah pukulan kepada siapa saja yang ada di hadapannya saat ini. Akan tetapi dia tidak melakukannya karena tidak mungkin dia akan memukul seseorang di sini.
Peter tersadar dari lamunannya karena seseorang menepuk pundaknya. Dia diberitahu bahwa bus yang dia tumpangi akan segera berangkat.
Peter berdiri dari duduknya, lalu berjalan kearah bus yang akan membawanya. Dia beriringan dengan beberapa penumpang yang lain yang juga menaiki bus tersebut.
Beberapa orang terlihat telah duduk di kursi yang menjadi tempat mereka saat Peter telah masuk ke dalam bus tersebut, lalu dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kursi yang masih belum terisi oleh penumpang serta mengambil bagian kursi yang ternyaman baginya.
Akhirnya, Peter memilih duduk di kursi nomor dua dari belakang dan berdekatan dengan jendela. Mengingat perjalanannya sedikit lama, dan dia merasa bahwa bagian itulah yang akan membuatnya merasa nyaman.
Setelah semua penumpang memasuki bus tersebut, sang supir memberikan aba-aba kepada mereka sebagai tanda bahwa mereka akan segera berangkat dan meninggalkan tempat itu.
Bus mulai melaju pelan membawa para penumpang meninggalkan daerah mereka. Peter melihat kearah luar dengan perasaan yang tidak senang. Sejak dulu sama sekali tidak ada terlintas dipikirannya untuk pergi dari daerah kelahirannya ini, apalagi dia hanya mempunyai ibu dan saudaranya yang harus dia jaga sebagai seorang pria yang masih ada di keluarga mereka. Akan tetapi dia harus meninggalkan semuanya bahkan meninggalkan ibu dan saudaranya karena penghinaan dari seorang wanita lain yang menjadi istrinya dalam beberapa tahun ini.
Peter merapatkan kedua bola matanya hingga hanya keadaan gelap lah yang dapat dia lihat saat ini. Dadanya terlihat turun naik, perasaaan marahnya kembali bergejolak, karena direndahkan dan dihinan oleh Grace, dia harus meninggalkan segalanya.
...****************...
Peter sudah tiba di ibukota, sang paman menyambut kedatangannya di rumah mereka bersama keluarganya. Kebetulan hari ini adalah hari libur bekerja, sehingga saat dia tiba, sang paman bisa menyambut kedatangannya.
Kehidupan sang paman di ibukota tidaklah mewah, dia termasuk dalam golongan orang yang hidup sederhana bersama istri dan empat orang anaknya yang masih bersekolah. Di sini sang paman hanya bekerja sebagai seorang buruh di sebuah pabrik, dan di sanalah Peter nantinya akan bekerja.
"Apa kau tidak masalah jika tinggal di sini?" tanya sang paman kepada Peter.
"Tidak masalah, Paman. Aku sudah sangat berterima kasih karena paman telah membantuku," jawab Peter tanpa ragu.
Orang yang dipanggil oleh Peter dengan paman tersebut menganggukkan kepalanya beberapa kali.
"Istirahatlah, kau pasti sangat lelah!" Sang paman memukul pundak Peter, dan berlalu meninggalkannya di sebuah kamar yang dia tunjukkan kepada Peter sebelumnya.
Peter melihat ke sekeliling ruangan persegi tersebut yang di lengkapi dengan sebuah kasur tipis dan lemari kecil di sampingnya. Keadaannya sedikit gelap, karena hanya ada sebuah jendela kecil tempat masuknya sinar matahari. Aroma kamar tersebut juga sedikit lain, akan tetapi Peter hanya bisa menerima, mungkin sang paman hanya memiliki ini untuknya.
Peter melangkah membawa ranselnya ke arah kasur tipis yang terletak memanjang di sudut kamar tersebut, lalu membaringkan dirinya di sana dengan meletakkan ranselnya lebih dulu di sampingnya.
Sekarang dia ingin mengistirahatkan tubuhnya karena kelelahan dalam perjalanan. Akan tetapi Peter tidak bisa memejamkan matanya karena ada yang menganggu hati dan pikirannya. Dia merasa menjadi orang yang terbuang saat menghuni kamar ini. Kemudian ingatannya kembali memutar kata-kata penghinaan Grace kepadanya, dan itu membuat perasaan marahnya kembali menyala. Kedua tangannya kembali mengepal, lalu dengan gerakan cepat dia mengangkat tangannya ke atas.
Bruk!
Bunyi hentakan dari kepalan kedua tangannya terdengar memenuhi kamar kecil itu. Ya, dia memukulkan kepalan tangan tersebut kearah bawah dengan begitu kuat. Ingin rasanya dia melayangkan pukulan itu kepada Grace agar bisa menarik kembali semua kata penghinaannya itu, karena itulah yang membuatnya merasa menjadi orang yang benar-benar tidak berguna selama ini meski sepanjang mereka hidup bersama, dia juga pernah bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Tara
kalo tak cocok cerai aja..susa amat😤😱
2024-03-18
1