My Son'S Mother
"Raineeeerrr ! Makan dulu !" teriak Devan ke putra semata wayangnya yang masih asyik bermain piano di ruang tengah.
"Tar Dad !" balas remaja berusia 15 tahun itu sambil tetap memainkan lagu Everglow milik Coldplay.
"Tar, Tar, Tar ... Main tembak saja ! Makan dulu Boy !" panggil Devan mulai dengan nada naik satu oktaf.
Rainer menyelesaikan permainannya dan menutup piano kesayangannya. Remaja tampan itu pun menghampiri meja makan dimana ayahnya sudah menunggu dengan wajah judes.
"Rainer datang ini Daddy..." cengir Rainer.
"Kamu tuh !"
"Tanggung Dad ... Kata mommy kalau main piano itu harus selesai dulu baru pergi ..." senyum Rainer.
Devan mengacak rambut putranya yang semakin hari semakin mirip dengannya padahal bukan anak kandung. "Kamu tuh..."
***
Devan McCloud, bungsu Rama dan Astuti McCloud, adalah orang yang kurang beruntung soal asmara. Setelah sebelumnya cinta pertamanya meninggal akibat leukemia ( Baca My Kindergarten Teacher ), Devan susah move on dan memilih fokus di perusahaan custom otomotif milik keluarganya.
Semua sepupunya sudah memperkenalkan baik kolega, putri rekan bisnis bahkan teman kuliah tapi Devan tidak bisa melupakan Laura. Hingga suatu hari, tiga tahun setelah Laura meninggal, Devan merasa gabut akhirnya memilih jalan-jalan dengan subway sendirian tanpa saudaranya Radeva ataupun Bayu. Devan tahu kedua kakaknya sudah berkeluarga dan sibuk bersama istri dan anaknya.
Di dalam kereta, Devan melihat sosok gadis yang sibuk melukis sketsa dan ketika mereka turun di stasiun dekat Central Park, gadis itu menepuk bahu Devan.
"Aku menggambar dirimu..." senyum gadis itu sambil memberikan kertas bergambar dirinya.
"Whoah ... Keren ..." senyum Devan. "Terima kasih..."
"Belinda. Belinda Dawson..." gadis itu mengulurkan tangannya yang disambut Devan.
"Devan... Devan McCloud. So, apa kamu mau minum kopi?" tawar Devan.
"Why not ?" senyum Belinda.
Devan dan Belinda menuju coffee shop dekat Central Park dan dari situ Devan mengetahui bahwa Belinda adalah seorang guru seni di sebuah SMA Negeri di New York dan spesialis nya adalah seni rupa. Belinda suka membuat sketsa orang-orang saat berada di dalam kereta.
"Banyak yang suka tapi juga banyak yang sebal. Kenapa cewek satu ini rada kurang kerjaan gambar wajah aku... Gitu kira-kira.." gelak Belinda.
Devan melihat Belinda bukan gadis cantik dengan make up tebal, tidak. Gadis ini hanya memakai bedak tipis dan lipgloss tapi tetap natural cantiknya. Rambut Brunette nya hanya diikat model pony tail, mata birunya tertutup dengan kacamata dan bajunya sangat casual tapi semuanya serba pas. Apa karena dia guru seni jadi semuanya serba pas meskipun warnanya serba nabrak tapi malah jadinya artistik?
"Bagaimana rasanya menjadi guru SMA ?" tanya Devan sambil merokok dan kebetulan mereka berada di smoking area. Udara musim dingin seperti ini memang sedikit menusuk tubuh dan Devan tidak sabar melewati Februari karena semuanya berhubungan dengan Valentine dan Devan benci Valentine kecuali Valentino, sepupunya.
"Makan hati!" gelak Belinda. "Apalagi usia aku kan tidak berbeda jauh dengan mereka. Meskipun begitu mereka murid yang memiliki jiwa seni tinggi dan tidak pernah bolos kelas aku ... Suatu prestasi tersendiri kan?"
Devan tersenyum. "So, dari aksen kamu, kayaknya kamu bukan orang New York."
"Bukan... Aku keturunan Palestina yang mana nenek buyut aku kabur dari Palestina saat Israel merebut tanah kami dan tinggal di New York sejak itu. Apakah aksen aku terdengar?" tanya Belinda.
"Assalamualaikum..." salam Devan.
"Wa'alaikum salam... Eh?" Mata biru Belinda melotot sempurna. "Kamu...?"
"Yup" senyum Devan.
"Oh ya ampun ... ! Senangnya bertemu dengan saudara seiman meskipun kita beda jauh ya?" kekeh Belinda.
"Kita sama-sama punya mata biru ..." senyum Devan sambil menghembuskan asap rokoknya.
"Ya itu benar... So, Devan. Apa pekerjaan kamu? Kalau dilihat-lihat, kamu bukan New Yorker biasa karena barang-barang kamu sebenarnya mahal kan?" goda Belinda.
"Aku memiliki usaha custom otomotif... Mau mobil atau motor, bisa kami custom ..." jawab Devan santai.
"Tapi kalau kamu punya usaha seperti itu, kenapa tidak naik mobil?" tanya Belinda sambil menyesap kopinya.
"Karena aku lagi gabut. Aku pikir kenapa tidak naik train dari subway... "
Belinda cekikikan. "Ternyata orang kaya kalau gabut aneh-aneh ya."
"Setidaknya masih mending jalan-jalan dengan publik transportasi daripada aku mendekati hal-hal yang haram, bukan?" senyum Devan.
"Oh please, Devan. Jangan pernah mendekati barang haram... Aku sudah kehilangan empat muridku akibat over dosis !" ucap Belinda serius. "Banyak mudaratnya!"
Devan mengangguk lalu mengisap rokoknya lagi.
"Devan, boleh aku bertanya secara pribadi... Jangan tersinggung..." Belinda menatap Devan dengan perasaan tidak enak tapi penasaran.
"Apa itu?" jawab Devan.
"Matamu ... Tidak cerah, tidak ada kebahagiaan disana. Kamu tertawa tapi matamu tidak ... Maaf tapi aku adalah seniman jadi bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak perhatian..." ucap Belinda takut - takut.
"Kamu bisa melihat itu?" tanya Devan tidak percaya.
Belinda mengangguk. "Maaf jika menyinggung perasaan kamu..."
"Kamu benar ... " ucap Devan kemudian setelah keduanya terdiam lama. "Aku patah hati ..."
Belinda hanya mengangguk karena sudah menduganya. "Kalian putus kapan?"
"Tiga tahun lalu ... Bukan kita ingin putus tapi diputuskan oleh Big Boss. Laura kalah dengan leukemia nya ..." Mata Devan tampak sayu mengingat dirinya tidak berada di sisi Laura saat dia meninggal karena disuruh terbang ke Jakarta oleh gadis itu untuk menghadiri pesta pernikahan Dewa Hadiyanto.
"I'm so sorry Devan..." ucap Belinda tulus.
Devan tersenyum sendu. "Memang sudah tiga tahun tapi rasanya baru kemarin..."
"Laura sangat beruntung pernah bersamamu..."
"Aku yang beruntung bersama Laura. She's a strong girl..." Devan mengusap air matanya dan Belinda melihat bagaimana pria itu sangat mencintai Laura.
"Tapi Laura juga tidak mau kamu terus-terusan sedih, Van. Aku yakin akan ada gadis yang akan membuat kamu move on ... " senyum Belinda.
Devan mematikan rokoknya di asbak. "Kamu tahu, B. Semua saudara aku juga bilang begitu..."
"Jadi kita saling panggil dengan huruf depan. Baiklah, D..." senyum Belinda membuat Devan tertawa kecil. "Aku suka melihat kamu tertawa, Devan..."
"Mana panggilan huruf depannya, B?"
Belinda terbahak. "Aku lupa ..."
Devan menikmati acara liburnya bersama dengan Belinda yang ternyata sangat menyenangkan untuk menjadi teman mengobrol. Menjelang sore, Devan bersikeras menemani Belinda pulang karena ingin melindungi gadis itu dari para preman dan pemabuk. Sejak saat itu, Devan dan Belinda semakin dekat ...
***
"Dad, besok hari ulang tahun mommy ... Kita ke makam?" tanya Rainer sambil menikmati scramble egg buatan Devan.
"Yup. Bawa bunga mawar putih dan Lily yang banyak, Boy. Mommy pasti sangat suka ..." senyum Devan.
Dulu kamu bilang harus move on dari Laura tapi sekarang aku yang tidak bisa move on dari kamu, B.
Devan melihat foto pernikahan dirinya dan Belinda 17 tahun lalu. I Miss you B ...
***
Yuhuuuu Up Pagi Yaaaaaa
Akhirnya Devan netas gaeeesss.
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Ermi Sardjito
kok awal cerita sudah sedih ya...kasihan devan
2024-10-22
1
🥰Siti Hindun
awal yg cukup mengharukan🥺
2024-06-17
3
piyo lika pelicia
jangan lupa mampir dan kotak nya kak /Smile/
2024-05-05
2