NovelToon NovelToon

My Son'S Mother

Devan Reeves McCloud

"Raineeeerrr ! Makan dulu !" teriak Devan ke putra semata wayangnya yang masih asyik bermain piano di ruang tengah.

"Tar Dad !" balas remaja berusia 15 tahun itu sambil tetap memainkan lagu Everglow milik Coldplay.

"Tar, Tar, Tar ... Main tembak saja ! Makan dulu Boy !" panggil Devan mulai dengan nada naik satu oktaf.

Rainer menyelesaikan permainannya dan menutup piano kesayangannya. Remaja tampan itu pun menghampiri meja makan dimana ayahnya sudah menunggu dengan wajah judes.

"Rainer datang ini Daddy..." cengir Rainer.

"Kamu tuh !"

"Tanggung Dad ... Kata mommy kalau main piano itu harus selesai dulu baru pergi ..." senyum Rainer.

Devan mengacak rambut putranya yang semakin hari semakin mirip dengannya padahal bukan anak kandung. "Kamu tuh..."

***

Devan McCloud, bungsu Rama dan Astuti McCloud, adalah orang yang kurang beruntung soal asmara. Setelah sebelumnya cinta pertamanya meninggal akibat leukemia ( Baca My Kindergarten Teacher ), Devan susah move on dan memilih fokus di perusahaan custom otomotif milik keluarganya.

Semua sepupunya sudah memperkenalkan baik kolega, putri rekan bisnis bahkan teman kuliah tapi Devan tidak bisa melupakan Laura. Hingga suatu hari, tiga tahun setelah Laura meninggal, Devan merasa gabut akhirnya memilih jalan-jalan dengan subway sendirian tanpa saudaranya Radeva ataupun Bayu. Devan tahu kedua kakaknya sudah berkeluarga dan sibuk bersama istri dan anaknya.

Di dalam kereta, Devan melihat sosok gadis yang sibuk melukis sketsa dan ketika mereka turun di stasiun dekat Central Park, gadis itu menepuk bahu Devan.

"Aku menggambar dirimu..." senyum gadis itu sambil memberikan kertas bergambar dirinya.

"Whoah ... Keren ..." senyum Devan. "Terima kasih..."

"Belinda. Belinda Dawson..." gadis itu mengulurkan tangannya yang disambut Devan.

"Devan... Devan McCloud. So, apa kamu mau minum kopi?" tawar Devan.

"Why not ?" senyum Belinda.

Devan dan Belinda menuju coffee shop dekat Central Park dan dari situ Devan mengetahui bahwa Belinda adalah seorang guru seni di sebuah SMA Negeri di New York dan spesialis nya adalah seni rupa. Belinda suka membuat sketsa orang-orang saat berada di dalam kereta.

"Banyak yang suka tapi juga banyak yang sebal. Kenapa cewek satu ini rada kurang kerjaan gambar wajah aku... Gitu kira-kira.." gelak Belinda.

Devan melihat Belinda bukan gadis cantik dengan make up tebal, tidak. Gadis ini hanya memakai bedak tipis dan lipgloss tapi tetap natural cantiknya. Rambut Brunette nya hanya diikat model pony tail, mata birunya tertutup dengan kacamata dan bajunya sangat casual tapi semuanya serba pas. Apa karena dia guru seni jadi semuanya serba pas meskipun warnanya serba nabrak tapi malah jadinya artistik?

"Bagaimana rasanya menjadi guru SMA ?" tanya Devan sambil merokok dan kebetulan mereka berada di smoking area. Udara musim dingin seperti ini memang sedikit menusuk tubuh dan Devan tidak sabar melewati Februari karena semuanya berhubungan dengan Valentine dan Devan benci Valentine kecuali Valentino, sepupunya.

"Makan hati!" gelak Belinda. "Apalagi usia aku kan tidak berbeda jauh dengan mereka. Meskipun begitu mereka murid yang memiliki jiwa seni tinggi dan tidak pernah bolos kelas aku ... Suatu prestasi tersendiri kan?"

Devan tersenyum. "So, dari aksen kamu, kayaknya kamu bukan orang New York."

"Bukan... Aku keturunan Palestina yang mana nenek buyut aku kabur dari Palestina saat Israel merebut tanah kami dan tinggal di New York sejak itu. Apakah aksen aku terdengar?" tanya Belinda.

"Assalamualaikum..." salam Devan.

"Wa'alaikum salam... Eh?" Mata biru Belinda melotot sempurna. "Kamu...?"

"Yup" senyum Devan.

"Oh ya ampun ... ! Senangnya bertemu dengan saudara seiman meskipun kita beda jauh ya?" kekeh Belinda.

"Kita sama-sama punya mata biru ..." senyum Devan sambil menghembuskan asap rokoknya.

"Ya itu benar... So, Devan. Apa pekerjaan kamu? Kalau dilihat-lihat, kamu bukan New Yorker biasa karena barang-barang kamu sebenarnya mahal kan?" goda Belinda.

"Aku memiliki usaha custom otomotif... Mau mobil atau motor, bisa kami custom ..." jawab Devan santai.

"Tapi kalau kamu punya usaha seperti itu, kenapa tidak naik mobil?" tanya Belinda sambil menyesap kopinya.

"Karena aku lagi gabut. Aku pikir kenapa tidak naik train dari subway... "

Belinda cekikikan. "Ternyata orang kaya kalau gabut aneh-aneh ya."

"Setidaknya masih mending jalan-jalan dengan publik transportasi daripada aku mendekati hal-hal yang haram, bukan?" senyum Devan.

"Oh please, Devan. Jangan pernah mendekati barang haram... Aku sudah kehilangan empat muridku akibat over dosis !" ucap Belinda serius. "Banyak mudaratnya!"

Devan mengangguk lalu mengisap rokoknya lagi.

"Devan, boleh aku bertanya secara pribadi... Jangan tersinggung..." Belinda menatap Devan dengan perasaan tidak enak tapi penasaran.

"Apa itu?" jawab Devan.

"Matamu ... Tidak cerah, tidak ada kebahagiaan disana. Kamu tertawa tapi matamu tidak ... Maaf tapi aku adalah seniman jadi bisa melihat hal-hal yang orang lain tidak perhatian..." ucap Belinda takut - takut.

"Kamu bisa melihat itu?" tanya Devan tidak percaya.

Belinda mengangguk. "Maaf jika menyinggung perasaan kamu..."

"Kamu benar ... " ucap Devan kemudian setelah keduanya terdiam lama. "Aku patah hati ..."

Belinda hanya mengangguk karena sudah menduganya. "Kalian putus kapan?"

"Tiga tahun lalu ... Bukan kita ingin putus tapi diputuskan oleh Big Boss. Laura kalah dengan leukemia nya ..." Mata Devan tampak sayu mengingat dirinya tidak berada di sisi Laura saat dia meninggal karena disuruh terbang ke Jakarta oleh gadis itu untuk menghadiri pesta pernikahan Dewa Hadiyanto.

"I'm so sorry Devan..." ucap Belinda tulus.

Devan tersenyum sendu. "Memang sudah tiga tahun tapi rasanya baru kemarin..."

"Laura sangat beruntung pernah bersamamu..."

"Aku yang beruntung bersama Laura. She's a strong girl..." Devan mengusap air matanya dan Belinda melihat bagaimana pria itu sangat mencintai Laura.

"Tapi Laura juga tidak mau kamu terus-terusan sedih, Van. Aku yakin akan ada gadis yang akan membuat kamu move on ... " senyum Belinda.

Devan mematikan rokoknya di asbak. "Kamu tahu, B. Semua saudara aku juga bilang begitu..."

"Jadi kita saling panggil dengan huruf depan. Baiklah, D..." senyum Belinda membuat Devan tertawa kecil. "Aku suka melihat kamu tertawa, Devan..."

"Mana panggilan huruf depannya, B?"

Belinda terbahak. "Aku lupa ..."

Devan menikmati acara liburnya bersama dengan Belinda yang ternyata sangat menyenangkan untuk menjadi teman mengobrol. Menjelang sore, Devan bersikeras menemani Belinda pulang karena ingin melindungi gadis itu dari para preman dan pemabuk. Sejak saat itu, Devan dan Belinda semakin dekat ...

***

"Dad, besok hari ulang tahun mommy ... Kita ke makam?" tanya Rainer sambil menikmati scramble egg buatan Devan.

"Yup. Bawa bunga mawar putih dan Lily yang banyak, Boy. Mommy pasti sangat suka ..." senyum Devan.

Dulu kamu bilang harus move on dari Laura tapi sekarang aku yang tidak bisa move on dari kamu, B.

Devan melihat foto pernikahan dirinya dan Belinda 17 tahun lalu. I Miss you B ...

***

Yuhuuuu Up Pagi Yaaaaaa

Akhirnya Devan netas gaeeesss.

Thank you for reading and support author

Don't forget to like vote and gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️

Belinda Dawson

Pemakaman Umum New York

Devan dan Rainer turun dari mobil Range Rovernya sambil membawa buket mawar putih dan buket bunga Lily, dua bunga favorit Belinda. Ayah dan anak itu pun menuju makam yang berupa rumput hijau dengan nisan putih disana. Devan juga membawa buket mawar merah untuk Laura dan ayahnya yang dimakamkan tidak jauh dari tempat Belinda. Bagaimana pun, Devan tetap mengingat Laura beserta ayahnya meskipun sudah hampir 20 tahun mereka berpisah.

Ayah Laura meninggal dua tahun setelah kematian Laura dan dimakamkan sebelah Laura. Devan dan Rama yang mengurus semuanya karena ayah Laura tidak memiliki siapapun dan hanya Devan yang selalu rutin mengunjunginya. Belinda dan Rainer tahu bagaimana perasaan Devan dan mereka paham akan hal itu.

"Dad, aku tidak jadi daftar ke Harvard atau NYU.." ucap Rainer yang memang hendak ujian SAT.

"Lho jadinya kemana?" tanya Devan bingung.

"Julliard."

Juilliard School, terletak di Lincoln Center for the Performing Arts di New York City, Amerika Serikat, adalah sebuah konservatorium seni pertunjukan yang didirikan tahun 1905. Sekolah ini biasanya disebut "Juilliard" saja, dan melatih sekitar 800 sarjana satu dan dua dalam bidang tari, drama, dan musik. Juilliard dianggap sebagai salah satu konservatorium seni pertunjukan paling bergengsi di dunia.

"Apa kamu yakin?" tanya Devan yang bingung kenapa putranya sama senimannya dengan Belinda tapi Rainer lebih fokus di musik.

"Yakin Dad. Aku ingin jadi komposer musik untuk film ..." jawab Rainer.

Devan merangkul bahu Rainer yang tingginya sudah semakin sama dengan dirinya. "Daddy dukung kamu selama kamu serius dalam sekolahnya."

Rainer memeluk Devan. "Thanks Dad."

Perasaan yang cicitnya Opa Eiji Reeves itu Valentino dan Kaivan, tapi dua-duanya tidak ada yang bakat musik. Tapi Rainer yang anak angkat tidak ada hubungan darah kok lebih berbakat?

"Tuh Mommy. Yuk Dad, kita sapa Mommy..." ucap Rainer sambil menunjuk makam Belinda. "Assalamualaikum mommy. Selamat Ulang Tahun di surga ..."

Devan mengambil saputangannya dan mengelap nisan Belinda. "Halo, B. Happy birthday..."

***

17 Tahun Lalu

Devan akhirnya mulai berpacaran dengan Belinda yang tinggal bersama neneknya karena kedua orangtuanya sudah lebih dahulu berpulang akibat sakit kanker. Ayahnya yang bekerja sebagai buruh, terkena kanker paru-paru akibat terkena polusi terus menerus. Ibunya sendiri meninggal karena patah hati ditinggal suaminya meskipun Belinda sudah berusaha memberikan semangat namun rasa cinta pada suaminya, membuat sang ibu tidak sanggup hidup sendiri.

Rama dan Astuti adalah orang yang paling bahagia setelah tahu putranya bisa move on dari patah hati berkepanjangan. Mereka berdua menerima Belinda dan neneknya dengan tangan terbuka apalagi gadis itu memiliki vibe positif hingga Devan bisa ceria lagi.

Enam bulan berpacaran, Devan dan Belinda menikah dengan sederhana di mansion Blair Staten Island. Seluruh keluarganya datang dan akhirnya julukan Devan the sad boy pun berubah menjadi Devan the happy guy. Belinda pun bisa berbaur dengan keluarga Devan bahkan keponakannya, Biana sangat dekat karena Tante B nya jago menggambar.

Belinda tetap mengajar di SMA nya karena baginya punya suami kaya itu berkah tapi jiwanya sebagai pendidik tidak bisa dia hilangkan. Devan pun tidak masalah istrinya tetap bekerja karena itu memang passionnya. Enam bulan menikah, Belinda mulai cemas karena dirinya belum hamil-hamil. Devan sendiri tidak mempermasalahkan jika Belinda belum ada tanda-tanda hamil tapi istrinya sangat cemas hingga akhirnya mereka memutuskan untuk memeriksakan diri.

***

Bellevue Hospital 16 tahun lalu

"Maaf Mr dan Mrs McCloud... Dari hasil test anda berdua, Mr McCloud baik semua tapi Mrs McCloud... Saya minta maaf ... Anda tidak bisa hamil..."

Devan dan Belinda melongo. "Tapi... Bagaimana Belinda tidak bisa hamil?" tanya Devan bingung.

"Dari hasil laboratorium, cadangan ovarium milik Mrs McCloud berkurang. Itu suatu kondisi yang menyebabkan seorang wanita memiliki sel telur lebih sedikit dari yang seharusnya..." jawab dokter obgyn itu.

Belinda tampak shock dan air matanya pun mengalir.

"Apakah tidak bisa diterapi atau kasih obat penyubur atau apapun lah itu !" hardik Devan yang tahu istrinya sangat sedih.

"Memang akan kami berikan Mr McCloud... Semoga bisa membuat ovariumnya meningkat..."

Devan memeluk Belinda. "Dengar sayang, kita terapi ya? Minum obat ... Banyak jalan kok ... Bagaimana dengan IVF ( in vitro fertilization atau bayi tabung )?"

"Bisa kita coba ... Biayanya..."

"Uang bukan masalah bagi saya ! Kita coba semua jalan !" Devan tahu jika Belinda sangat ingin memiliki anak.

"Devan... " Belinda menatap suaminya dan Devan bisa melihat cahaya matanya meredup.

"It's okay, sayang. Kita akan terus berusaha dan berikhtiar. Oke? Aku tidak akan pernah meninggalkan kamu !" ucap Devan tegas.

"Tapi bagaimana jika aku tetap tidak bisa hamil...?" tanya Belinda.

"Sayang, kita punya anak, tidak punya anak, endingnya pasti kita akan berdua lagi... Jadi kamu tidak usah stress... Kita ikuti kata dokter ya?" senyum Devan.

Belinda pun mengangguk.

***

Namun harapan tinggal harapan dan semua hasil terapi, IVF semuanya gagal hingga Belinda meminta Devan mengadopsi seroang bayi. Devan menolak mentah-mentah ide Belinda karena bagaimana pun, dia sudah menerima kondisi istrinya. Devan ikhlas jika mereka hanya berdua saja

Namun Belinda tetap ngotot karena dia merasa bersalah tidak bisa memberikan anak bagi suaminya yang dia tahu sangat mencintainya tapi ketakutan Devan akan meninggalkannya itu akan ada. Akhirnya Devan pun mengalah demi memenuhi keinginan Belinda dan mengurangi rasa stress nya. Devan tahu Belinda menutupi rasa depresinya dan berharap dengan adanya bayi, bisa mengembalikan keceriaan istrinya yang menghilang.

Setahun setelah gagal semua usaha, akhirnya Devan dan Belinda mengadopsi seorang bayi laki-laki tampan berusia sebulan. Oleh Devan diberikan nama Rainer yang sebenarnya diambil dari Oma buyut Devan, Rain Reeves McCloud namun dia buat Rainer yang berarti dalam bahasa Jerman, seorang laki-laki yang menjadi penuntun karena kepintarannya.

Devan dan Belinda pun melihat bagaimana bayi tampan itu mirip perpaduan wajah mereka berdua seolah dibawa dengan burung bangau dan diberikan pada mereka berdua. Sejak itu Belinda pun menjadi semangat lagi, menjadi Belinda yang ceria dan Devan pun ikut senang melihat istrinya kembali seperti dulu . Belinda masih melakukan terapi dan tetap berharap hamil namun tidak sengoyo dulu karena setelah memiliki Rainer, dia tidak terlalu memikirkan seperti dulu.

Devan pun merasa kehidupan pernikahannya pun sudah sempurna apalagi semakin Rainer besar, semakin mirip dirinya dan Belinda. Mungkin benar kata orang-orang, meskipun anak angkat namun jika diasuh penuh cinta dan kasih sayang tulus, semakin mirip dengan orang tua angkatnya. Rainer pun dididik sama seperti halnya anak-anak keluarga Pratomo dan semua opa Oma, Oom Tante serta sepupunya tidak pernah membedakan.

Hingga saat Rainer berusia sepuluh tahun, tragedi pun datang. Belinda meninggal dalam kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan maut secara karambol akibat turunnya salju yang deras. Sekali lagi, Devan harus kehilangan wanita yang sangat dia sayangi. Sejak Belinda tiada, Devan sudah tidak memikirkan mencari pendamping karena baginya hidup berdua bersama Rainer itu sudah cukup.

***

Present Day

"Mom, aku mau daftar ke Julliard. Doakan ya ..." ucap Rainer seolah Belinda masih hidup. "Kata Daddy kalau aku lolos ujian masuk, akan dapat Ferrari."

Devan mendelik. "Siapa yang mau kasih kamu Ferrari ? No ! Kamu belum dapat SIM!"

"Ya sudah, nanti Rainer minta bom-bom car..." cengir Rainer usil.

"Tidak sayang, aku tidak akan membelikan mobil apapun sampai Rainer dapat SIM !"

Rainer terbahak lalu memeluk ayahnya. "Aku kangen mommy, Dad..."

"Daddy too, Boy ... Daddy too..." ucap Devan sambil mencium kepala putranya.

***

Visualnya

***

Yuhuuuu Up Malam Yaaaaaaaa

Thank you for reading and support author

Don't forget to like vote and gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️

Thalia Colton

"Dad..." panggil Rainer.

"Ya?"

"Apa Daddy tidak ingin cari istri lagi?" Rainer menatap wajah Devan dengan mata birunya yang mirip dengan milik kedua orangtuanya hingga siapapun tidak akan mengira jika Rainer bukan anak kandung Devan dan Belinda.

Keduanya usai meletakkan bunga di makam Laura dan ayahnya, sekarang berjalan menuju parkiran mobil.

"Rain, Daddy sudah kehilangan dua wanita kesayangan Daddy dan kamu tahu sendiri dari Tante Laura ke Mommymu itu butuh waktu bagi Daddy untuk move on. Selama 12 tahun Daddy bersama Mommy, itu adalah masa-masa bahagia bersama. Mommy kamu itu sulit mencari penggantinya. Memang kamu mau dapat ibu tiri?" jawab Devan.

"Daddy sudah lima tahun menduda dan semua sepupu aku pada ribut kenapa Daddy tidak menikah lagi. Aku bilang kalau Daddy sangat mencintai Mommy, hingga memilih berdua saja bersama aku..."

Devan mengacak rambut Rainer. "Tidak mudah, Rain. Kita selalu bahagia bersama mommy kan?"

Rainer mengangguk. "Daddy tidak apa-apa hanya berdua bersama Rain? Kalau Rain menikah, Daddy sendirian..."

Devan merangkul bahu putranya. "Tidak masalah Rain ... Kalau Daddy gabut, tinggal jahilin Oom Bayu barengan Oom Radeva..." kekeh Devan.

"Nanti dihukum nyapu mansion Opa Abi lho..." gelak Rainer mengingat cerita Opanya, Rama soal kenakalan ayahnya.

"Gampang, sekarang kan ada mesin daun jadi nggak encok!"

Rainer terbahak. "Sekarang kita kemana nih? Opa Rama dan Oma Astuti di London."

Devan tampak berpikir. "Ke Oom Radeva dan Tante Aya yuk ..."

"Oke. Aku mau ngobrol sama mbak Brinda."

***

Penthouse Radeva dan Ganiya

"Julliard? Serius kamu mau masuk sana?" tanya Radeva saat Devan bercerita kalau putranya ingin masuk kampus seni bergengsi itu. "Batal masuk Harvard? Wah, Oma Rhea ada penerusnya yang masuk Julliard." Rhea yang dimaksud Radeva adalah Oma buyutnya Rhea Giandra Blair, istri dari Duncan Blair.

Rainer mengangguk. "Aku ingin jadi komposer musik Oom Deva ..."

"Perasaan yang cicitnya pianis durjana itu si Valentino dan Kaivan tapi kenapa Rainer yang lebih berbakat main pianonya..." gumam Radeva.

"Kan Belinda juga bisa main gitar meskipun main piano yang dimainkan lagu twinkle twinkle little star.." senyum Devan.

"Lho ada Rainer. Eh, Rain, mau aku kasih tahu ada kasus seru?" ajak Brinda yang baru datang dari kampusnya.

"Boleh ! Sekalian cerita soal Bang Yuyu Kangkang..." cengir Rainer membuat Brinda cemberut.

"Kamu nggak usah ikutan Nyunyun manggil Oppa begitu !" sungut Brinda membuat Rainer terbahak.

Keduanya pun pergi meninggalkan para orang tua yang asyik mengobrol.

"Tahu nggak mas, Rainer tanya apa aku tidak ingin menikah lagi..." ucap Devan sambil menyesap teh nya.

"Lha gimana kamu mau nikah lagi, Van. Wong kamu itu orang yang paling susah move on" balas Radeva.

"Memang sih..."

"Kalau Devan nyaman hanya berdua dengan Rainer, ya tidak usah dipaksain kan?" senyum Ganiya yang biasa dipanggil Aya, istri Radeva.

"Tapi Aya, memang sih keluarga kita itu bucinnya minta ampun sama pasangan..." gumam Radeva. "Kalau aku di posisi Devan, ya aku malas cari lagi soalnya kamu the one and only... Cari kloningan kamu itu susah carinya ..."

Ganiya tersenyum ke arah suaminya. "Memang aku apaan di kloning?"

"Tapi di kloning pasti juga tidak sebagus aslinya... Udah ah... Aku makin kemana-mana.." gerutu Radeva. "Kalau Rainer pengen masuk Julliard, aku dukung saja Van.."

Devan mengangguk. "Daddy dan Mommy pun mendukung keinginan Rainer."

"Kok aku lihat, makin lama Rainer makin mirip kamu deh Van..." celetuk Ganiya. "Kamu waktu menjadi bocil kematian dengan mas Deva kan mirip sama Rainer. Sekarang saja kan sudah 40an jadi berbeda, lebih matang ..."

"Lebih berkerut ... Bilang aja gitu, Aya. Tega ih !" gerutu Radeva.

Devan tersenyum mendengar gerutuan Radeva yang tetap menolak tua sama dengan Shinichi Park yang mengklaim dirinya adalah generasi keenam paling imut.

"Kita kan sudah kepala empat, mas jadi what do you expect?" kekeh Devan.

Radeva menatap judes ke Devan. "Kita tetap jadi bocil kematiannya mas Lisus !"

Ganiya terbahak. "Ya Allah, mas Deva. Ingat umur..."

"Umur itu makanan apa sih Aya?"

***

Devan kembali bekerja di McC Custom setelah kemarin dia membolos sehari demi memeringati hari lahir Belinda.

"D, kata Tante Gandari dan mbak Ajeng, ulang tahun itu pakai nasi kuning dan mie goreng biar panjang umur..." ucap Belinda saat mereka setahun menikah.

"Kok jadi semakin wong Jowo kamu?" kekeh Devan saat itu.

"Selama berhubungan dengan makanan enak, aku bisa jadi bunglon" kerling Belinda membuat Devan tertawa.

Belinda benar-benar membuat nasi kuning dan mie panjang umur dengan bantuan Ajeng. Devan sangat bersyukur semua saudara perempuannya baik yang sepupu maupun ipar, sangat kompak dengan Belinda. Sejak saat itu, Belinda selalu membuat nasi kuning setiap dirinya, Devan atau Rainer ulang tahun. Bukan kue tart atau cake lainnya tapi istrinya memilih tradisi Jawa mengikuti iparnya, Ajeng.

Suara dering ponsel miliknya, membuat lamunan Devan buyar. Pria itu tersenyum saat tahu siapa yang menelponnya.

"Assalamualaikum Boy..."

"Wa'alaikum salam. Dad, Rain mau ke Julliard, boleh?" ijin Rainer ke ayahnya.

"Sama Zen kan?" tanya Devan. Zen adalah pengawal dan sopir Rainer yang mengantar jemput putranya sekolah. Zen sudah bersama Rainer sejak remaja itu berusia empat tahun.

"Iya sama paman Zen."

"Oke. Hati-hati."

"Thanks Dad. Love you."

"Love you too Boy." Devan meletakkan ponselnya kembali ke atas meja dan melihat foto Belinda disana. "Anak kita mau ke Julliard. Mau jadi musisi dia ..."

***

Julliard School

Rainer tiba di kampus art and music yang sangat prestisius serta memiliki banyak alumni musisi dan aktor terkenal seperti Robin Williams, Val Kilmer, Anthony Mackie pemeran Falcon di Avengers dan komposer Star Wars John Williams.

Ditemani oleh Zen, Rainer menuju gedung kelas musik yang bersebrangan dengan gedung teater. Mereka melewati taman yang memisahkan dua gedung itu dan melihat seorang wanita membawa berkas-berkas di dadanya. Rainer dan Zen berjalan hendak melewati wanita itu ketika tiba-tiba angin berhembus tiba-tiba membuat kertas yang dipegang wanita itu berterbangan.

"Aaahhh kertas musikku !" seru wanita itu.

Rainer menoleh ke arah Zen. "Yuk, paman, kita bantu."

Ketiganya pun mengambil kertas-kertas yang berhamburan itu. Setelah berjibaku dengan angin, akhirnya semua kertas pun berhasil ditangkap oleh mereka.

"Ini ma'am. Aku harap, sudah semuanya..." senyum Rainer ke wanita itu.

"Terima kasih..." balas wanita itu yang tampak tertegun dengan wajah Rainer. "Kamu bukan siswa sini kan?"

"Bukan... Eh belum. Aku baru mau mendaftar usai test SAT selesai" jawab Rainer.

"Rencana mau ambil apa?" tanya wanita itu

"Piano dan komposer musik."

"Wah kebetulan, aku salah satu dosen di jurusan musik. Thalia Colton..." senyum wanita itu sambil mengulurkan tangannya yang disambut Rainer.

"Rainer McCloud dan ini pamanku Zen."

Zen pun bersalaman dengan Thalia.

"Semoga lolos ujian masuk dan kamu, akan menjadi mahasiswa ku... " kerling Thalia. "Terima kasih sudah membantu aku."

Rainer mengangguk. "Doakan aku lolos ujian masuk.."

Thalia melambaikan tangannya dan berjalan meninggalkan Rainer dan Zen yang memang ingin ke gedung musik.

"Dia cantik ya Paman Zen..." gumam Rainer.

"Jangan berpikir macam-macam, Rainer..." tegur Zen membuat Rainer terbahak.

***

Introducing Thalia Colton

***

Yuhuuuu Up Siang Yaaaaaa

Thank you for reading and support author

Don't forget to like vote and gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!