Bapaknya Galak
Seorang pemuda nampak mengamati sebuah rumah yang di depannya ada warungnya. Senyuman nampak menyungging di bibirnya saat melihat seorang gadis tercantik di kampungnya menjaga warung. Setelah merasa aman, pemuda itupun bergegas berjalan ke arah warung.
"Khaira cantik, ayang beb. Apa kabar hari ini?" sapa, sekaligus rayu Jimin yang tampangnya bisa di bilang lumayan tampan. Kulit tidak terlalu hitam, tapi juga tidak putih.
"Kakak mau beli apa?" tanya Khaira sang gadis cantik tersenyum tipis, tidak menanggapi rayuan Jimin.
"Mau beli hati kamu boleh, nggak?" tanya pemuda itu sambil mengedipkan sebelah matanya genit.
"Prak"
"Auwh!" pekik Jimin saat penyapu lidi tiba-tiba melayang tepat mengenai wajahnya.
"Berani-beraninya menggoda putri ku! Kemari kamu! Akan aku hajar kamu!" teriak seorang pria paruh baya yang tiba-tiba muncul entah dari mana.
"Eh, buset! Ada Bulldog...!" teriak Jimin langsung mengambil langkah seribu meninggalkan warung itu.
"Kurang ajar! Dasar kutu kampret! Berani-beraninya mengatai aku!" umpat Buntala, pria paruh baya yang masih terlihat muda dan tampan di usianya yang menginjak empat puluh tiga tahun itu. Pria itu mengambil sebatang bambu di dekatnya yang panjangnya sekitar dua meter. Dengan cepat pria itu mengejar Jimin yang baru saja menggoda putrinya.
"Berhenti kamu!" teriak Buntala.
"Berhenti? Memangnya aku mau jadi samsak tinjunya apa?" gerutu Jimin seraya berlari secepat kilat menghindari Buntala yang membawa sebatang bambu runcing itu.
Khaira hanya bisa menghela napas panjang melihat bapaknya yang mengejar-ngejar Jimin. Bukan sekali dua kali Jimin di kejar-kejar Buntala, karena terpergok merayu Khaira, namun Jimin tidak pernah jera.
Sedangkan Nawang hanya bisa menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya pelan melihat kelakuan suaminya.
"Bisa-bisa anakku jadi perawan tua, jika bapaknya seperti itu terus," gumam Nawang lagi-lagi hanya bisa menghela napas panjang.
"Sini, lawan aku, kalau berani! Jangan kabur! Dasar kutu kampret!" teriak Buntala geram.
"Jleb"
"Eh, copot! Buset dah! Sudah macam kera sakti saja," ujar Jimin yang terkejut, karena tiba-tiba bambu yang dibawa Buntala sudah menancap di samping dirinya yang sedang berlari. Hampir saja mengenai dirinya.
"Awas saja kalau berani menggoda putri ku lagi!" teriak Buntala terlihat geram. Menatap Jimin yang sudah keluar dari area pekarangan rumahnya.
"Kalau aku sudah sukses aku bakal balik lagi melamar Khaira, bapak mertua," teriak Jimin membuat Buntala semakin geram.
"Siapa bapak mertuamu?! Jangan mimpi bisa menikahi putriku!" teriak Buntala menatap tajam Jimin yang sudah jauh. Pria paruh baya itu tidak lagi mengejar Jimin, karena pemuda itu sudah keluar dari area pekarangan rumahnya.
"Hosh..hosh..hosh..."
Jimin berhenti berlari setelah jauh dari rumah Khaira. Pemuda itu membungkuk seraya memegang kedua lututnya. Mencoba mengatur napasnya yang rasanya sudah tinggal di tenggorokan.
"Kalau nggak ingat anaknya cantik.. sudah aku santet online, tuh, si bulldog," gerutu Jimin anak sang kepala desa sekaligus orang paling kaya di kampung itu.
"Lama-lama kamu bakal jadi atlet pelari nasional, kalau terus mendekati Khaira. Mendekati anaknya, tapi selalu berakhir di kejar-kejar bapaknya," ujar Toyo sahabat Jimin terkekeh kecil.
"Tidak apa-apa. Demi ayang beb Khaira, aku akan melakukan segalanya. Jangankan cuma bapaknya yang galak, lautan akan aku seberangi, gunung pun akan aku daki. Asalkan ayang beb Khaira bisa aku miliki," ucap Jimin dengan gaya puitis.
"Prett! Kayak mana kamu bisa mendapatkan Khaira, kalau menghadapi bapaknya saja tidak berani?" cibir Toyo meremehkan. Karena Jimin tidak berani menghadapi Buntala, tapi mengharapkan putrinya.
"Jika tidak ada pemuda yang berani mendekati putrinya lagi, mau tak mau, dia akan menyerah dan menerima aku sebagai menantunya. Mana mungkin dia akan membiarkan putrinya menjadi perawan tua? Apalagi aku anak kepala desa satu-satunya dan paling kaya di kampung ini," ucap Jimin penuh percaya diri.
"Sak karep mu lah! ( Terserah kamu lah!)" ucap Toyo dalam bahasa Jawa menghembuskan napas kasar meninggalkan Jimin.
Khaira adalah gadis tercantik di kampungnya, namun sayangnya, bapaknya galak. Buntala terlalu menyayangi Khaira. Tidak seorang pemuda pun yang di izinkan mendekati putrinya. Ingin putrinya fokus belajar hingga bisa mencapai gelar sarjana. Tapi, akan mempertimbangkan dan mengizinkan Khaira pacaran, jika ada pemuda yang sesuai dengan kriterianya.
Buntala memang galak pada semua pemuda yang mendekati putri semata wayangnya. Apalagi jika sampai berani menggoda putrinya itu. Hal semacam ini sudah biasa terjadi.
Buntala akan mengejar, bahkan akan menghajar siapa saja yang berani menyentuh putrinya. Posesif atau protektif? Sepertinya dua-duanya.
Sudah pernah ada pemuda yang di hajar Buntala karena kepergok menyentuh putrinya. Padahal hanya menyentuh saja. Banyak pemuda yang datang ke rumahnya meminta izin untuk berpacaran dengan putrinya, tapi ditolak Buntala dengan alasan tidak sesuai kriterianya. Entah apa kriteria calon menantu pria paruh baya yang tubuhnya sudah seperti tubuh pria yang biasa di jadikan model iklan pakaian dalam pria itu.
*
Pagi telah tiba. Khaira sudah bersiap untuk berangkat sekolah. Buntala pun sudah bersiap dengan motor jadul tunggangan Rambo nya. Yaitu motor Yamaha XT250 yang di produksi tahun delapan puluhan. Motor jadul yang masih terawat dengan baik.
Yamaha XT250
Setiap hari Buntala selalu mengantar dan menjemput putri semata wayangnya. Tidak memberikan kesempatan kepada siapapun untuk mendekati putrinya, apalagi menggoda putrinya.
"Khaira, ingat jangan biarkan ada pria yang mendekati kamu!" pesan Buntala seraya memakaikan helm pada putrinya.
"Iya, Pak. Tenang saja," sahut Khaira tersenyum manis.
"Putri bapak adalah wanita berkualitas, jadi hanya cocok dengan pria yang berkelas," ujar Buntala yang hanya tersenyum manis dan hangat pada istri dan putrinya saja.
*
Di sebuah rumah mewah. Zayn, seorang pemuda rupawan bertubuh atletis nampak menggendong tas ranselnya. Pemuda itu menghampiri kedua orang tuanya yang sedang duduk di ruang keluarga.
"Kamu sudah mau berangkat, kak?" tanya Aurora sang ibu yang memanggil putra sulungnya dengan panggilan 'kakak'.
"Iya, ma," sahut Zayn dengan seulas senyuman.
"Kamu yakin ingin sekolah di kota itu?" tanya Rayyan sang ayah.
"Yakin, pa," sahut Zayn penuh keyakinan.
"Zayn, ada yang perlu kamu ketahui. Kehidupan di luar sana sangat keras, tidak semudah seperti saat kamu bersama papa dan mama. Apalagi kalau kamu menyamar menjadi orang biasa. Bukan papa tidak mendukung kamu dan menakut-nakuti kamu. Papa hanya memperingati kamu agar tidak terkejut saja," ujar Rayyan yang tidak pernah menghalangi apapun keinginan putranya. Asalkan keinginan putranya itu positif dan putranya dapat mempertanggung jawabkan apapun yang dilakukannya.
"Iya, pa. Aku mengerti. Sebelum aku berkecimpung di dunia bisnis sepenuhnya, aku ingin merasakan kehidupan orang biasa di luar sana. Aku mohon papa jangan menyuruh orang untuk mengawasi aku. Tolong berikan kepercayaan padaku!" pinta Zayn bersungguh-sungguh.
"Baiklah kalau itu maumu. Tapi, pastikan kamu bisa menjaga dirimu dengan baik. Jangan bertindak tanpa berpikir panjang. Satu tindakan kamu saat ini, bisa saja berpengaruh besar pada kehidupan kamu di masa depan," ujar Rayyan memutuskan sekaligus menasehati.
"Terimakasih, pa. Aku pasti menjaga diriku dengan baik dan akan tetap membantu papa dalam bisnis. Papa bisa menghubungi aku kapan saja, jika papa ingin aku melakukan sesuatu," ucap Zayn tersenyum tipis.
"Tentu saja, kamu harus membantu papa. Papa akan mengirimkan file-file yang harus kamu periksa," ujar Rayyan tersenyum lembut pada putra sulungnya itu.
"Iya, pa. Baiklah, kalau begitu, aku pergi sekarang, ma, pa," pamit Zayn memeluk Rayyan, kemudian memeluk Aurora, wanita yang telah melahirkan dirinya.
"Jaga dirimu baik-baik, kak!" pinta Aurora seraya mengusap lembut lengan putranya itu.
"Iya, ma," sahut Zayn.
Rayyan dan Aurora menatap putra mereka yang melangkah keluar dari rumah itu, hingga masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh seorang pelayan. Mobil itupun melaju meninggalkan rumah mewah dan megah itu.
"Sayang..kamu benar-benar tidak akan menyuruh seorang pun untuk mengawasi putra kita?" tanya Aurora pada suaminya yang sebenarnya agak keberatan dengan keputusan suaminya itu.
"Sayang, aku percaya pada putra kita. Selama ini Zayn sudah banyak belajar dan menuruti apapun keinginan kita. Biarkan kali ini dia melakukan apa yang dia inginkan. Menikmati masa remajanya seperti para remaja yang seusia dengan dia. Kita tidak boleh terlalu mengekang dan mendikte hidupnya. Jika kita terlalu mendikte hidupnya, dia tidak akan bisa berpikir dewasa. Kita tidak boleh menentukan apa yang harus dan tidak boleh dia lakukan,"
"Lagipula, selama ini Zayn tidak pernah bertindak gegabah dalam hal apapun. Di usianya saat ini, aku malah merasa dia lebih dewasa dari aku saat seumuran dengan dia dulu. Dia lebih tenang dan teliti dalam melakukan segala hal," ujar Rayyan panjang lebar untuk meyakinkan istrinya bahwa putranya akan baik-baik saja di luar sana.
"Baiklah, aku percaya padamu," sahut Aurora menghela napas panjang yang mau tak mau harus menerima keputusan suaminya.
...🌟Ingin bebas, tapi bukan berarti tak tahu batas. Tak ingin dikekang, tapi bukan berarti suka membangkang. Ingin mandiri, berarti harus bisa menjaga diri sendiri.🌟...
..."Nana 17 Oktober"...
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Fadillah Ahmad
Cerita adik Perempuan Zayn,kapan kak? Aku juga ingin tau kak. Aku cuma mengingatkan kakak saja. Mana tau kakak lupa. 😁😁😁
2024-10-26
1
Fadillah Ahmad
Jadi benar ya kak. Rayyan Nugroho lebih berkuasa di bandingkan Zion Mahendra kak?
2024-10-26
1
Fadillah Ahmad
Kak Nana... Aku Kangen Sama Khaira dan Zayn kak. 😭😭😭
2024-10-26
1