Zayn tersenyum mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Khaira. Ternyata gadis itu di didik dengan baik oleh kedua orang tuanya. Tidak sombong dan selalu rendah hati.
Sedangkan Antonio merasa agak tersindir dengan kata-kata Khaira. Agak..cuma agak tersindir. Karena belum insyaf. Pasalnya, dirinya adalah remaja yang suka tawuran. Bukankah itu berarti dirinya bertingkah laku buruk? Dirinya pindah sekolah juga karena tawuran dan suka berkelahi dengan teman-temannya.
Si Jabrik dan si Kribo menatap ekspresi Antonio, lalu saling melirik. Dua cecunguk itu juga merasa tersindir, karena mereka adalah kaki tangan Antonio. Sikap mereka sebelas dua belas dengan Antonio.
Dulunya sekolah Antonio dan dua orang temannya itu berbeda. Saat Antonio pindah ke sekolah ini, keduanya ikut ikutan pindah ke sekolah ini.
"Aku sudah selesai makan. Aku duluan," ucap Khaira beranjak dari duduknya, padahal makanannya belum habis. Malas rasanya berhadapan dengan Antonio lebih lama lagi. Gadis itu sedikit melirik Zayn yang masih duduk dan makan dengan tenang.
"Aku jadi nggak selera makan," cetus Cempaka ikut beranjak dari duduknya mengikuti Khaira.
"Bos, tuh, cewek susah di dekati. Beda sama cewek lain. Mana bapaknya galak lagi," celetuk si Jabrik pelan setelah Khaira agak jauh.
"Bos, aku dengar sudah ada beberapa orang siswa yang di hajar bapaknya Khaira, karena menganggu Khaira atau menyentuh Khaira," imbuh si Kribo yang sudah mencari informasi tentang Khaira.
"Cewek memang suka jual mahal. Kalau terus didekati, nanti juga nggak bakal menghindar lagi. Cewek mana, sih, yang nggak suka sama uang?" cetus Antonio yang tidak sepenuhnya salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar.
Semua cewek memang menyukai uang. Cewek realistis menyukai uang karena hidup memang butuh uang. Semua dibeli dengan uang. Sedangkan cewek matre butuh uang hanya untuk bersenang-senang dan berfoya-foya.
Zayn yang sudah selesai makan pun beranjak dari duduknya. Yoga pun ikut beranjak dari duduknya.
"Eh, kamu mau kemana?" tanya Yoga saat Zayn tidak berjalan menuju ke arah kelas mereka.
"Aku mau ke koperasi sekolah dulu. Ada yang ingin aku beli. Kamu balik ke kelas duluan aja," sahut Zayn.
"Okey," sahut Yoga yang akhirnya tetap melanjutkan langkahnya ke arah kelasnya.
Suasana kelas tidak begitu ramai. Karena waktu istirahat masih beberapa menit lagi. Zayn masuk ke dalam kelas itu beberapa menit setelah Yoga. Khaira mencuri pandang menatap Zayn yang baru masuk ke dalam kelas. Zayn duduk di bangkunya melihat Indah yang sedang membaca buku.
"Coba aku lihat tangan kamu yang terluka," pinta Zayn membuat Indah menatapnya.
Sedangkan Khaira dan Cempaka yang duduk di depan bangku Zayn dan Indah pun mendengar apa yang dikatakan Zayn. Keduanya nampak siap menguping pembicaraan Zayn dan Indah dengan posisi tetap menghadap ke depan seraya pura-pura membaca buku.
"Aku ingin melihat tangan kamu yang terluka tadi," pinta Zayn lagi, karena Indah hanya diam menatap dirinya.
Perlahan Indah menunjukkan tangannya yang terluka pada Zayn. Gadis itu menatap Zayn dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Aku ingin membalut luka kamu dengan plaster luka," ucap Zayn seraya mengeluarkan plaster luka dari dalam saku kemejanya yang dibelinya dari koperasi sekolah tadi.
"Te..terimakasih. Tidak.. tidak usah. Pakai kain ini saja sudah cukup, kok," tolak Indah dengan wajah yang tertunduk seraya menyembunyikan tangannya.
"Jangan menolak! Atau aku tidak akan mau berteman lagi sama kamu. Cepat, kemari kan tangan kamu yang terluka!" ancam Zayn tidak mau di tolak.
Di ancam seperti itu, mau tak mau, akhirnya Indah kembali menunjukkan tangan kirinya yang terluka. Zayn meraih tangan Indah dan dengan hati-hati membuka kain biasa yang membalut luka di jari kelingking gadis itu. Melihat ketebalannya, sepertinya luka di jari kelingking Indah dibalut dengan kain yang cukup panjang. Zayn mengernyitkan keningnya saat baru membuka satu lilitan di luka Indah, karena Zayn melihat ada darah di kain itu.
"Kapan kamu terluka?" tanya Zayn menatap sekilas wajah Indah, lalu kembali fokus membuka lilitan kain di luka Indah.
"Kemarin," sahut Indah pelan dengan dahi yang berkerut menatap jarinya seolah sedang menahan sakit.
Zayn terus membuka lilitan kain yang terkena darah itu dengan hati-hati. Pemuda itu terkejut saat melihat luka di jari kelingking Indah.
"Jari kamu terluka seperti ini, kenapa hanya dibalut kain biasa?" tanya Zayn dengan ekspresi wajah kasihan dan miris.
Pasalnya, luka di jari Indah termasuk dalam. Luka itu melingkar miring lebih dari setengah jari Indah. Seperti mau putus. Jari yang terluka itu juga terlihat bengkak.
Melihat luka di jari kelingking Indah, Zayn tidak bisa membayangkan bagaimana gadis itu membersihkan anggota tubuhnya saat buang air kecil atau besar. Saat mandi dan juga berganti pakaian.
Khaira dan Cempaka yang dari tadi menguping pembicaraan keduanya pun penasaran dengan luka Indah. Mereka kompak menoleh ke belakang dan melihat jari tangan Indah.
"Ya ampun, Indah! Luka kamu parah banget," ucap Khaira iba, sekaligus ngeri melihat luka Indah.
"Astagaa.. pasti sakit sekali," sahut Cempaka yang berekpresi sama seperti Khaira.
Teman-teman sekelas mereka yang mendengar pembicaraan mereka pun ikut melihat luka di jari Indah. Ekspresi mereka sama seperti Khaira dan Cempaka saat menatap luka di jari kelingking Indah.
Zayn menghela napas panjang menatap Indah yang tertunduk dengan wajah sendu. Dengan penuh kehati-hatian, Zayn membalut luka Indah dengan plaster luka yang dibelinya.
Beberapa jam kemudian, bel yang menandakan jam pelajaran telah usai pun berbunyi. Para siswa pun berkemas untuk pulang. Semua siswa bergiliran keluar dari kelas itu.
"Ayo, ikut aku!" ucap Zayn yang tiba-tiba menarik tangan Indah.
"Eh, kemana?" tanya Indah yang terpaksa mengikuti Zayn yang menarik tangannya.
"Sudah, ikut saja! Nanti kamu juga bakal tahu," sahut Zayn terus memegang tangan Indah berjalan menuju parkiran.
Zayn menggandeng tangan Indah menuju motornya. Indah yang berdiri memegang tali tasnya yang menyamping di dadanya itu hanya diam dengan dahi yang berkerut saat Zayn memakai helm, lalu naik ke atas motornya.
"Ayo, naik!" pinta Zayn yang belum menutup kaca helm full face-nya.
"Tapi..sepedaku.." Indah terlihat berpikir.
"Sudah, cepat naik! Nanti aku antar lagi kesini. Kita nggak lama, kok. Gerbang sekolah juga masih lama dikuncinya. Masih banyak siswa yang lagi ekskul," ujar Zayn seraya menarik tangan Indah, mengarahkannya ke boncengan motornya.
Mau tak mau, akhirnya Indah pun naik ke boncengan motor Zayn. Gadis itu terlihat canggung.
"Sudah siap?" tanya Zayn seraya menoleh ke belakang.
"Hum," sahut Indah seraya mengangguk kecil.
Zayn melajukan motornya keluar dari area parkiran sekolah. Khaira yang baru saja naik ke boncengan motor bapaknya, tanpa sengaja melihat Zayn membonceng Indah.
"Zayn bersama Indah? Mau kemana mereka?" gumam Khaira dengan mata yang terus menatap Zayn dan Indah.
"Sudah siap?" tanya Buntala pada putrinya.
Buntala mengernyitkan keningnya karena tidak mendapatkan jawaban dari putrinya. Pria paruh baya itupun akhirnya menoleh pada putrinya.
"Ra, sudah siap?" tanya Buntala lagi.
"Hah? Eh, iya, Pak," sahut Khaira tergagap. Dirinya terlalu fokus menatap Zayn yang membonceng Indah, hingga tidak mendengar suara bapaknya.
"Kamu kenapa?" tanya Buntala penuh selidik.
"Ah, nggak apa-apa, Pak. Cuma mengingat-ingat, ada yang ketinggalan di kelas atau tidak," jawab Khaira berbohong.
"Ohh..ada yang ketinggalan nggak?" tanya Buntala lembut.
"Nggak, Pak," sahut Khaira tersenyum tipis.
"Ya, udah, ayo, kita pulang," ujar Buntala mulai melajukan motornya.
Sedangkan Zayn terus melajukan motornya, hingga akhirnya menghentikan motornya di parkiran sebuah klinik.
"Turunlah!" pinta Zayn menoleh pada Indah.
"Iya," sahut Indah, kemudian turun dari boncengan motor Zayn, "mau apa kita ke sini?" tanya Indah menatap Zayn yang baru saja melepaskan helm dan turun dari motornya.
"Mengobati jari tangan kamu. Mau apa lagi? Jari tangan kamu akan lama sembuhnya, jika tidak diobati dari luar dan dalam," ujar Zayn, kemudian mengandeng Indah masuk ke dalam klinik itu.
"Mau apa adik-adik?" tanya seorang wanita yang menjaga di tempat pendaftaran.
"Tangan adik saya terluka, Bu," sahut Zayn seraya menunjukkan jari Indah.
Mendengar Zayn mengakui dirinya sebagai adiknya, Indah menatap Zayn dengan tatapan yang sulit dideskripsikan. Entah apa yang ada di dalam pikiran gadis itu.
Dokter membersihkan dan menjahit luka di jari Indah yang cukup dalam. Memberikan obat luar dan juga obat dalam untuk luka Indah.
Setelah selesai, Zayn mengantarkan Indah kembali ke sekolah. Karena sepeda Indah masih berada di sekolah.
"Terimakasih," ucap Indah tulus.
"Sama-sama. Lain kali hati-hati. Jangan lupa minum obatnya dan obati luka kamu," pesan Zayn tersenyum lembut.
"Hum," sahut Indah tersenyum tipis seraya mengangguk.
Zayn meninggalkan Indah di depan gerbang sekolah. Indah menatap pemuda itu dengan senyuman tipis yang masih bertengger di bibirnya.
"Seandainya saja aku punya kakak laki-laki," gumam Indah yang tiba-tiba wajahnya menjadi sendu dan matanya berkaca-kaca.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Bunda windi❤ 💚
sungguh mulai hatimu Zayn, anggap aja Zayn kakak kamu indah
2024-03-24
3
Erna
zayn penyayang ya,sesama teman
2024-03-17
2
Uyhull01
ya anggap saja Zayn itu kakak mu ,
2024-02-23
2