Deep Pain
Gressanata Eleanor Valmoris. Gadis cantik dengan mata coklat yang menurun dari sang Ayah. Rambut panjang sepinggang yang juga berwana coklat, bulu mata lentik, bibir mungil yang terlihat sangat indah bila tersenyum, juga gigi kelinci yang menambah kesan manis dan lucu bagi Ellen. Usianya masih 15 tahun, saat ini ia masih duduk di bangku SMA lebih tepatnya kelas 10 yang seharusnya baru masuk tahun depan, tapi karena Ellen adalah anak yang pintar dan tergolong jenius, jadi dia loncat kelas saat masih SD. Karena kehidupannya yang terlihat sempurna, semua orang selalu berpikir bahwa hidup Ellen sangat bahagia dan menyenangkan, hanya karena terlahir dari keluarga yang sangat di hormati juga kaya raya. Hanya orang-orang beruntung saja yang bisa mengenal bagaimana Ellen dan sifat aslinya.
Dia palsu.
Manipulatif.
Pengecut.
Pembohong.
Di balik wajah dingin dan tidak peduli sekitarnya, dia adalah orang yang lemah. Banyak rasa sakit di hidupnya yang orang lain tidak tahu, hanya saja karena dia sangat pandai memakai topengnya membuat banyak orang menilai jika Ellen adalah orang yang sombong karena kekayaan yang dimilikinya.
Liburan semester adalah hari yang ditunggu banyak siswa siswi sekolah. Untuk berlibur bersama keluarga, menghabiskan waktu bersama teman atau hanya bersantai untuk menghilangkan rasa penat belajar. Namun itu tidak berlaku bagi Ellen. Di rumah besar ini hanya ada dirinya dan juga para pekerja rumah, ibunya sudah meninggal saat ia berusia 10 tahun. Ayahnya? Entahlah, hampir 5 tahun terakhir ini Ayahnya benar-benar berubah, selalu mengabaikan Ellen, tidak memperdulikan bagaimana keadaannya bahkan keberadaannya seperti tidak terlihat.
Sedari tadi gadis itu merebahkan tubuhnya di kursi dekat kolam. Melemunkan dan mengingat semua yang telah ia lewati selama ini untuk tetap menjalani hidup.
Nyatanya hidup bergelimang harta tidak menjamin kebahagiaan dan ketenangan. Pikirannya terus berputar pada kehidupannya beberapa tahun lalu.
flashback on.
Saat itu ia masih berada di bangku SMP . setelah setahun lebih kematian Ibunya. Suatu malam Ayahnya pernah pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Saat ingin pergi ke dapur untuk mengambil minum, ia malah berpapasan dengan Ayahnya yang baru saja pulang.
"Dad baik-baik saja? Kenapa pulang larut sekali" tanya Ellen saat melihat ayahnya berjalan sempoyongan.
"Minggir!! Pergi dari hadapanku. Dasar pembunuh!" Bentak sang ayah membuat Ellen bingung.
"Apa maksud Dad, siapa yang pembunuh?"
"Bisa-bisanya kamu masih bertanya setelah membunuh istri saya!!'
"Tidak Dad, aku tidak membunuh Mom kenapa Dad bicara seperti itu padaku"
"Kenyataannya kamu memang penyebab istri saya tiada!!" setelah mengatakan itu sang ayah langsung tidak sadarkan diri.
Sejak saat itu kehancuran hidupnya di mulai. Ia selalu berusaha menyangkal karena berpikir bahwa ayahnya mengatakan itu dalam keadaan tidak sadar. Tapi banyak yang mengatakan jika orang mabuk selalu mengatakan hal jujur tentang apa yang ia rasakan.
Karena terus memikirkan hal itu, hampir setiap malam gadis itu selalu bermimpi buruk tentang kematian Ibunya dan ucapan Ayahnya yang selalu terngiang-ngiang di pikirannya. Merasa ketakutan setiap melihat bayangan dimana ibunya tertembak tepat di depan mata kepalanya sendiri.
Karena rasa ketakutan dan trauma yang begitu besar membuat gadis itu sampai mengalami tekanan batin yang membuatnya benar-benar merasa kesulitan sampai harus konsultasi ke dokter dan mengonsumsi obat penenang saat ingatan buruk itu kembali lagi.
Setelah mengetahui apa penyebab Ayahnya membenci dirinya, Ellen selalu berpikir apakah ia harus menyusul Ibunya dengan cara yang sama agar Ayahnya tidak berpikir seperti itu lagi. Apakah dia juga harus tertembak agar Ayahnya bisa memaafkan kesalahan yang bahkan tidak pernah ia lakukan sama sekali. Sejak kebenaran itu tertangkap gadis itu selalu ikut Kakek dan Neneknya saat liburan sekolah.
Italia. Negara itu menjadi saksi bagaimana nyawanya selalu terancam. Mulai dari meminta sang Kakek untuk mendaftarkan dirinya ke Shooting Club. Saat melihat berbagai senjata api, Ellen selalu mengingat kenangan buruk itu, Kakeknya sudah melarangnya agar tidak memaksakan diri tapi ia tetap ingin melakukan hal itu.
"Ellen ayo kita pulang saja. Tidak usah memaksakan dirimu sendiri, memangnya untuk apa kamu melakukan hal ini" ucap William, Kakek Ellen.
"Ellen hanya ingin menghilangkan rasa takut ini, Kakek. Lagipula ini baru sekali percobaan jadi tidak masalah."
"Tapi tanganmu selalu bergetar saat memegang senjata api itu." ucap William yang sedari tadi memperhatikan Ellen.
"Kakek hanya tidak ingin kamu merasa tertekan. Ayo kita pulang, sweetie." lanjut William karena merasa tidak tega melihat cucunya selalu memaksakan dirinya sendiri.
"Dan Ellen akan jauh lebih tertekan jika tidak bisa melakukan hal ini" ucap Ellen lemah.
"Kakek, Ellen hanya ingin menghilangkan rasa takut ini saja. Tolong biarkan Ellen terus mencoba walau berulang kali" lanjut Ellen berusaha membujuk Kakeknya.
"Oke Kakek ijinkan, tapi ingat tidak ada yang memaksamu untuk melakukan semua ini, jadi jika memang tetap tidak bisa jangan memaksakan dirimu sendiri. Mengerti." Putus sang Kakek, dia benar-benar tidak bisa menolak permintaan cucu kesayangannya itu.
"Kakek yang terbaik" ucap Ellen semangat dengan mata berbinar.
"Sepertinya Kakek tidak bisa menemanimu, setelah ini ada meeting yang tidak bisa Kakek tinggalkan" ucap Kakeknya setelah memeriksa ponselnya.
"Emm tidak masalah Kakek pergi saja"
"Kakek akan menyuruh beberapa pengawal untuk menemanimu disini"
"Tidak perlu, bukankah tempat ini milik teman Kakek, jadi Ellen akan baik-baik saja disini" tolak Ellen. Oh ayolah dia sudah muak dengan semua pengawal itu.
"Tapi-"
"Please" bujuk Ellen lagi dengan puppy eyes-nya
"Hah baiklah. Ya sudah Kakek pergi dulu." Sang Kakek hanya bisa menghela nafas berat dan menyetujui apa yang Ellen minta.
"Hati-hati" ucap Ellen saat Kakeknya perlahan berjalan menjauh.
"Bye sweetie" ucap sang Kakek melambaikan tangannya yang juga di balas lambaian tangan oleh Ellen.
Setelah Kakeknya pergi, Ellen menghembuskan nafasnya berulang kali. Bagaimanapun caranya ia harus bisa menghilangkan rasa takut ini dan entah kenapa gadis itu punya pikiran untuk lebih dekat dengan hal-hal yang berkaitan dengan kematian ibunya, tanpa berpikir jika hal itu juga bisa membahayakan dirinya sendiri.
Yang ada di pikirannya saat ini bagaimana caranya agar Ayahnya tidak lagi membencinya walaupun dia harus berakhir sama dengan sang Ibu. Bukankah sama saja jika hidup tidak pernah di anggap keberadaannya dan yang lebih menyakitkan saat ia di sebut sebagai penyebab kematian Ibunya oleh Ayahnya sendiri.
Sejak kedatangannya tadi banyak pasang mata yang terus memperhatikannya, Ellen tau hal itu tapi ia tetap mengacuhkannya. Bagaimana tidak jadi pusat perhatian, gadis itu terlihat cantik walaupun hanya mengenakan setelan berwarna hitam dan juga topi putih yang terlihat cocok untuknya, terlebih lagi ia datang bersama William Valmoris. Siapa yang tidak mengenalnya, orang kaya raya yang paling di hormati di beberapa negara apalagi kekuasaan yang di milikinya tidak main-main, tapi baru kali ini mereka melihat cucu dari seorang William Valmoris. jadi tidak heran kenapa semua orang memperhatikan Ellen dan Kakeknya.
Tidak terasa sudah delapan hari gadis itu latihan menembak, dari pagi hingga malam hari. Memang usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Ellen sudah bisa menghilangkan rasa takut dan trauma terhadap senjata api itu, bahkan bisa di bilang ia cukup mahir menggunakan beberapa jenis senjata api, padahal ia baru mempelajarinya dalam waktu singkat.
Ini hari terakhir dia latihan menembak. Memang awalnya Ellen hanya ingin menghilangkan rasa takutnya tapi tidak di sangka ia malah memiliki bakat dalam hal ini. Tidak di ragukan lagi, Ellen memang serba bisa karena jika dia sudah menginginkan sesuatu maka ia akan berusaha dengan keras kecuali mengembalikan kasih sayang Ayahnya seperti semula. Bahkan sampai saat ini gadis itu masih mencari cara agar bisa mengembalikan Ayahnya seperti dulu lagi.
Ellen saat ini masih fokus latihan, dia tidak akan menyia-nyiakan hari terakhir ini. Dia akan menghabiskan waktu liburannya bersama Kakek dan Neneknya karena beberapa hari lagi ia akan kembali ke LA bersama Ayahnya lagi.
"Hey little girl" ucap laki-laki paruh baya seraya menepuk pundak Ellen.
"You startled me, Jay!" Ucap Ellen benar-benar terkejut, untung saja gadis itu tidak sampai memukulnya.
"Sorry, I didn't mean to startle you." sesal Jay merasa bersalah. Dia adalah pemilik tempat ini sekaligus teman Kakek Ellen.
"Yes, it is okay"
"I don't think you really have any friends here." ucap Jay pada Ellen.
"Many people want to approach you, why don't you try to be friends with them?" lanjut Jay merasa heran, disini banyak yang ingin mendekati Ellen tapi gadis itu enggan menerima mereka.
"they all want to approach me because they know who I am. sorry but I don't need fake friends"
"No wonder William's blood flows in your body. You really look alike." ucap Jay terkekeh membuat Ellen memutar bola matanya malas.
"Look at that girl. Actually, she really wants to be friends with you." ucap Jay seraya menujuk kearah seorang gadis.
"I don't care" balas Ellen setelah melihat apa yang Jay tunjukkan.
“Her name is Katy. Since you came here, He has always been paying attention to you but he doesn’t dare to come close." jelas Jay pada Ellen.
“Didn't I tell you that I don't care?” balas Ellen membuat Jay mengembuskan nafas kasar.
"Is this really the last day you come here?" tanya Jay mengalihkan pembicaraan.
"Yeah, because my holiday is almost over, so I want to spend time with grandpa and grandma." jelas Ellen.
"Aren't you coming here anymore?"
"I will visit you again if I have time"
"Yeah, just continue your training, I'll check on the others." pamit Jay setelah itu dia pergi meninggalkan Ellen dan gadis itupun melanjutkan kegiatannya.
...----------------...
Seperti biasa Ellen sampai di rumah jam delapan malam. Gadis itu langsung pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri, mungkin setelah ini akan makan malam bersama dengan Kakek dan Neneknya.
Selesai mandi Ellen langsung turun ke bawah dengan setelan piyamanya. Mungkin Kakeknya sudah pulang bekerja dan akan makan malam bersama.
"Nek, Kakek belum pulang?"
"Belum sweetie. Ohh ya kapan kamu pulang, kenapa Nenek tidak melihatmu"
"Baru saja. Ellen langsung mandi jadi tidak sempat mencari Nenek dulu"
"Ya sudah duduk dulu, mungkin sebentar lagi Kakekmu pulang"
"Apakah kalian sudah rindu padaku, hmm" sahut William yang baru saja tiba.
"Tidak ada yang merindukanmu. Sudah cepat pergi bersihkan dirimu setelah itu kita makan malam bersama"
"Sweetie kenapa Nenekmu galak sekali" tanya William pada Ellen. Membuat gadis itu geleng-geleng kepala.
"Yaa. Sudah ku bilang cepat bersihkan dirimu. Cucuku sudah kelaparan karena terlalu lama menunggumu"
"Baiklah baiklah aku menyerah"
"Ada-ada saja" perdebatan mereka membuat Ellen tidak bisa menahan tawanya.
Beberapa menit kemudian William datang dengan keadaan yang lebih segar setelah membersihkan diri. Mereka pun mulai makan malam bersama dengan tenang.
"Besok mau kemana sweetie?" Tanya William pada Ellen.
"Belum tau Kakek"
"Memangnya tidak pergi latihan" tanya Amber karena tidak tau jika hari ini adalah hari terakhir Ellen berlatih menembak.
"Dia pergi kesana hanya untuk menghilangkan rasa takutnya bukan untuk menjadi penembak jitu" sahut William asal.
"Aku kan cuma nanya kenapa kamu yang sewot" balas Amber kesal.
"Mau ikut Kakek ke kantor aja gak?" tanya William, ia takut jika nanti Ellen akan merasa kesepian lagi.
"Boleh?" tanya Ellen memastikan.
"Boleh dong apapun yang kamu mau Kakek sama Nenek akan usahain" balas William.
"Iya sayang, kalau kamu mau apa-apa bilang aja" lanjut Amber membuat Ellen benar-benar merasa di sayangi walaupun hanya di rumah ini.
"Makasih, Ellen sayang kalian"
"Sama-sama sayang, kita juga sayang sama Ellen"
Hanya di rumah ini Ellen merasakan kehangatan. Saat kembali nanti Ellen pasti akan merasa di acuhkan kembali oleh Ayahnya. Meskipun begitu gadis itu enggan meninggalkan Ayahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Yayu Putriamsah
hadeh Thor, gak ada terjemahannya ini,, jd pusing klo bahasa Inggris gini..
2024-11-19
1