2

"Nona Ellen." panggil salah satu pelayan seraya menepuk pundak Ellen.

Sejak tadi pelayan itu sudah memanggil Ellen berulang kali tapi gadis itu tidak mendengarnya.

"Ya." jawab Ellen setelah tersadar dari lamunannya.

"Tuan sudah pulang dan baru saja memasuki gerbang utama."

"Really?" Tanya Ellen semangat yang di balas anggukkan oleh pelayan itu.

"Ya sudah aku pergi dulu. Terimakasih Bibi."

Gadis itu berlari penuh semangat masuk ke dalam rumah. Dengan tergesa-gesa ia menuju ruang keluarga dan mengambil dua piala dan medali emasnya di atas meja.

Seseorang baru saja memasuki ruang keluarga. Dia adalah Grayson, Ayah Ellen. Membuat gadis itu segera menghampiri Ayahnya dengan semangat untuk menunjukkan apa yang ia bawa.

"Dad, lihat ini." ucap gadis itu seraya mengangkat kedua tangannya untuk memperlihatkan piala dan medali yang ia bawa.

"Aku baru saja menang olimpiade dan lomba taekwondo. Bagaimana jika kita merayakannya." lanjut gadis itu semangat dengan mata berbinar penuh harap.

"Saya sibuk."

"Tidak bisakah Dad meluangkan waktu untukku sedikit saja?" tanya Ellen berusaha membujuk sang Ayah.

"Kumohon sekali ini saja." Lanjut Ellen lagi dengan tatapan memelas.

"Saya sibuk. Apa kamu tidak mengerti juga." ucap Grayson seraya berjalan menjauh dari gadis itu.

"Sampai kapan?" Tanya Ellen sontak membuat Grayson berhenti melangkah.

"Apa maksud kamu?" Tanya Grayson setelah membalikkan tubuhnya kearah Ellen.

"Sampai kapan Dad bersikap seperti ini padaku?"

"Saya lelah, tidak usah mencari gara-gara."

"Katakan saja jika sudah tidak menginginkanku lagi."

"Terserah kamu mau mengatakan apa. Saya sedang tidak ingin berdebat." Ucap Grayson kembali melangkahkan kakinya untuk kembali meninggalkan gadis itu.

"Aku ingin pindah ke Indonesia" ucap Ellen membuat Grayson kembali menghentikan langkahnya seraya berbalik kearah sang anak.

"Untuk apalagi kamu pindah ke sana? Tidak cukup selama ini sudah banyak menyusahkan saya." balas sang Ayah penuh penekanan.

"Untuk apalagi aku di sini? Bukankah selama ini Dad tidak pernah menganggap ku ada?" tanya sang Anak dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca.

"Memangnya apa kesalahanku? Sampai Dad begitu membenciku? Bahkan sudah hampir 5 tahun Dad bersikap seperti ini padaku"

Sebenarnya ia sudah tau beberapa tahun yang lalu apa alasan sang Ayah membencinya, tapi dia ingin mendengarnya secara langsung, siapa tau Ayahnya salah bicara waktu itu.

"Kamu mau tau kenapa saya membencimu?" Tanya sang Ayah.

"Karena kamu penyebab Istri saya tiada. Jika saja Dia tidak menyelamatkanmu dari para penculik itu, maka semua ini tidak akan terjadi dan Dia tidak akan pernah meninggalkan saya" teriak sang ayah dengan mata yang sudah memerah.

"Dan aku yang akan tiada? Begitu maksud Dad?" Sang anak menggeleng tidak percaya. Tak terasa air matanya mengalir begitu saja.

"Jangan menangis!! Kamu lupa jika istri saya tidak suka melihat kamu menangis!" Bentak sang ayah, membuat Ellen langsung mengusap air matanya dengan kasar.

"Bagaimana bisa Dad mengatakan semua ini kesalahanku. Aku sangat menyayangi Mom, aku juga tidak ingin Mom pergi, tapi semua ini sudah Takdir." balas sang anak dengan suara yang mulai melemah.

"Tidak usah bawa-bawa Takdir! ni semua memang kesalahanmu." bentak sang ayah tetap kekeuh menyalahkan sang anak.

"Aku juga tidak ingin Mom pergi. Jika bisa di ganti aku akan menggantikan Mom saja, daripada hidup tapi tidak pernah di anggap ada oleh Dad." teriak Ellen dengan memukuli dadanya yang terasa semakin sesak karena tidak boleh menangis.

"Cukup Ellen!!" Bentak sang Ayah menolak kenyataan. walaupun hatinya sempat terasa sakit setelah mendengar ucapan sang Anak tapi egonya lebih besar dari apapun.

"Pergi saja jika kau ingin pergi. Memangnya apa yang bisa di banggakan dari dirimu"

Ellen. Gadis cantik penuh Prestasi, Cucu satu-satunya dari keluarga Valmoris dan juga cucu kedua dari keluarga Dirgantara yang begitu di sayang oleh semua keluarganya, tapi setelah kematian ibunya, sekarang Ellen malah di benci ayahnya sendiri karena dianggap sebagai penyebab kematian ibunya. Semua keluarga Ellen tidak tau tentang masalah ini. Dulu Ellen dan orang tuanya memang tinggal di Indonesia tapi semenjak usia Ellen menginjak 5 tahun, mereka memilih pindah ke Los Angeles, awalnya hanya sementara karena ayah Ellen harus mengurus perusahaan yang ada di sana, tapi pada akhirnya mereka memilih untuk menetap di LA, karena itu tidak ada yang tau jika Ellen di benci ayahnya sendiri kecuali Lucy pekerja di rumah Ellen dan William kakek Ellen, ayah dari ayahnya Ellen.

Ellen, Gadis itu hampir tidak bisa berkata-kata lagi setelah mendengar ucapan sang Ayah.

"Apa Dad pernah sekali saja menghadiri acara di sekolahku? Ah jangankan mendatangi sekolah, melihatku saja Dad tidak pernah." jawab Ellen dengan kekehan.

"Setelah Mom tiada, Ellen selalu berusaha dengan keras. Memenangkan banyak perlombaan dalam bidang Akademik maupun Non Akademik dan itu semua Ellen lakukan agar Dad mau melihat Ellen sekali saja"

"Tidak masalah jika Dad tidak mau menganggap Ellen ada, tapi Ellen mohon lihat Ellen sekali saja Dad." mencoba untuk tetap tersenyum walaupun dadanya terasa begitu sesak.

"Itu sudah cukup bagi Ellen" lanjut Ellen dengan suara lirihnya

Percayalah tidak mudah mengatakan semua itu saat penyakitnya mulai kambuh, sejak tadi Ellen sudah merasa cemas dan ketakutan yang berlebih tapi berusaha menahannya, bahkan tangannya sudah berekringat dingin dan badannya mulai bergetar, hanya saja sang Ayah tidak memperhatikannya.

"Saya akan segera mengurus kepindahan mu." setelah mengatakan itu dia pergi begitu saja meninggalkan Putrinya. Walaupun hati kecilnya tidak rela sang Putri pergi tapi ia tetap menyangkalnya.

Tubuh Ellen merosot kebawah dengan tatapan kosong. Seseorang yang sedari tadi bersembunyi di balik tembok segera menghampiri Ellen.

"Nona Ellen baik-baik saja" tanya Lucy atau yang sering di Ellen panggil dengan sebutan Bibi Lu. Dia adalah salah satu pekerja di rumahnya sekaligus orang yang merawat Ellen sejak umur 5 tahun.

"Bibi Lu kenapa rasanya sakit sekali." tanya Ellen seraya menepuk dadanya beulang kali, bahkan kepalanya juga sudah mulai pusing. Bibi Lu tidak bisa menahan air matanya saat melihat Ellen seperti ini.

"Semua akan baik-baik saja. Bibi akan selalu bersama Nona Ellen. Menangis saja tidak usah di tahan" ucap bibi Lu seraya mengusap sisa air mata Ellen yang belum mengering.

"D-darah Nona Ellen kenapa hidungmu berdarah lagi" tanya bibi Lu panik dan berusaha membersihkannya.

"Tidak apa-apa" jawab Ellen berusaha menenangkan.

Bibi Lu menghela nafas berat, ini memang bukan pertama kalinya Ellen seperti ini, tapi dia sama sekali tidak tau apa penyebabnya.

"Apakah masih sering seperti ini" tanya bibi Lu yang hanya di balas anggukkan oleh Ellen.

"Baiklah ayo istirahat, biar Bibi yang mengantarkan Tuan Putri ini ke kamar" ucap bibi Lu mencoba menghibur Ellen.

Membuat Ellen mengangguk dengan senyum manisnya agar tidak semakin membuat Bibi Lu khawatir.

Setelah sampai di kamarnya, Ellen menyuruh Lucy untuk segera pergi dari kamarnya tak lupa mengunci pintu. Setelah itu ia mengobrak abrik isi kamarnya untuk mencari obat penenang yang biasa ia minum dan setelah itu langsung meminumnya, matanya terasa semakin memberat dan perlahan gadis itu mulai tertidur.

Kembali lagi ke ruang tamu, setelah keduanya pergi ke kamar Ellen, tanpa di sadari ada yang melihat dan mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

Dia adalah Daniel Grayson Valmoris ayah Ellen. Grayson adalah anak dari William, pria asli Indonesia yang menikahi Amber, gadis yatim-piatu dari Los Angeles. Mereka bisa saling mengenal karena dulu William mendapatkankan beasiswa ke LA membuat mereka bertemu di universitas yang sama. Dulunya marga Valmoris tidak begitu di kenal banyak orang tapi karena usaha William kini semuanya mengenal marga itu bahkan perusahaannya bercabang di beberapa negara.

Kembali lagi ke Grayson. Kini dadanya terasa sesak setelah mendengar apa yang mereka bicarakan apalagi setelah melihat darah yang mengalir dari hidung Putrinya. Ada rasa tidak tega, tapi hatinya begitu bimbang tidak tahu apa yang harus di lakukan selain diam dan menganggap semua akan baik-baik saja.

...----------------...

*Penyakit pada hidung ini bisa dipicu oleh banyak hal, mulai dari benturan keras di hidung hingga kondisi medis tertentu yang memengaruhi hidung.

Namun, Anxiety and Depression Association of America melaporkan bahwa mimisan juga bisa terjadi saat stres dan kecemasan kronis.

Bahkan, orang-orang yang sering stres dan cemas berlebihan lebih berisiko mengalami mimisan kronis yang sifatnya kambuhan dan sering mimisan tiba-tiba.

Hanya saja, perlu diketahui bahwa stres atau kecemasan tidak mengakibatkan mimisan secara langsung.

Biasanya, terdapat kondisi lain yang menyertai stres atau kecemasan Anda sehingga bisa menyebabkan mimisan, seperti kebiasaan atau perilaku, kondisi kesehatan tertentu, dan obat-obatan.

Sakit kepala. Stres terkadang bisa memicu gejala fisik tertentu, salah satunya sakit kepala. Jika terjadi cukup parah, sakit kepala saat stres juga bisa memicu atau disertai dengan mimisan.

Terpopuler

Comments

Dậu nè Phèo ơi

Dậu nè Phèo ơi

Aduh thor, saya udah kecanduan dengan ceritanya, makin cepat update-nya ya!

2024-02-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!