9

Ingin rasanya Ellen menenggelamkan Lona ke laut saja. Ellen bisa kerja jadi apa saya yang ia mau, tapi gadis itu juga memiliki pekerjaan tetap.

Gadis itu menjadi pelukis sekitar 3 tahun yang lalu. Awalnya ia sering mengikuti lomba dan berakhir selalu jadi pemenang.

William yang mengenalkan Ellen pada temannya yang kebetulan seorang pelukis terkenal di Italia. Melihat cucunya memiliki bakat membuat William berkeinginan menjadikan Ellen sebagai pelukis terkenal walaupun di usia yang masih muda.

Gadis itu bisa menjadi pelukis bukan semata-mata karena kekuasaan sang Kakek, tapi karena memang Ellen mampu dan layak untuk semua yang ia lakukan.

Lukisannya cukup terkenal dimana-mana, bahkan di pajang di beberapa musium. Banyak juga yang membeli lukisan Ellen dengan harga yang cukup mahal.

Tapi sayangnya sosok pelukis itu begitu misterius. Membuat semua orang bertanya tanya siapa dia. Ellen tidak pernah menunjukan siapa dirinya dan bagaimana rupanya. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa bertemu dengannya.

Jadi sebagai tanda pengenal lukisannya, dia hanya meninggalkan nama "Eleanor" di setiap lukisan yang ia buat.

Dengan kesal Ellen memukul kepala Lona. "Sembarangan kalau ngomong!"

"Gak sopan ya sama orang tua" gerutu Lona dengan mengusap usap kepalanya. Sedangkan Karel hanya menertawakan mereka berdua.

"Terus Lo kerja apaan" kini giliran Karel yang bertanya.

"Apapun yang gue mau." Jawab Ellen santai.

"Maksud Lo gimana sih?" Lona tidak mengerti. Memangnya ada pekerjaan seperti itu. Pikir Lona bingung.

"Ya apapun yang gue mau." Ulang Ellen lagi.

"Contohnya?" Kini giliran Karel yang bertanya.

"Misal hari ini gue pengen nyanyi, gue bakal jadi penyanyi di cafe atau restoran. Terus besoknya kalau pengen jadi tukang, gue juga bakal kerja jadi tukang." ucap Ellen santai.

"Tapi kalau tukang belum pernah sih." lanjut Ellen lagi seraya mengendikan bahunya.

"Lo. Nyanyi? Yang bener aja?" Kata Lona mendramatis. Menirukan yang lai viral di tiktok.

"Rugi dong." Lanjut Karel menyahuti ucapan Lona. Setelah itu mereka berdua kompak tertawa.

Dengan kesal Ellen menoyor kepala mereka berdua. Membuat keduanya meringis kesakitan.

"Bercanda doang udah main noyor kepala orang." kesal Lona seraya mengusap kepalanya.

"Tapi Lo serius? Beneran nyanyi?" tanya Lona lagi.

"Seorang kak Ellen? Masih gak percaya gue."

"Terserah." jawab Ellen ketus karena sudah merasa kesal pada mereka berdua.

"Yaudah yaudah kita percaya. Terus itu pekerjaan tetap Lo?" lagi-lagi Lona bertanya membuat Ellen memutar bola matanya malas.

"Gak. Gue kerja semaunya aja."

"Emang bisa gitu ya?" tanya Lona heran.

"Bisa, buat orang multitalent." balas Ellen sinis.

"Buset sombong bener."

"Gue sih no komen. Kan itu emang kenyataan." sahut Karel dengan kekehan.

"Tapi Lo ada pekerjaan tetap yang beneran? Yang tiap bulan gajian?" oh ayolah harus sampai kapan pertanyaan ini akan di tanyakan.

"Soalnya gak mungkin banget gaji Lo sebanyak itu kalau kerjaan Lo cuma nyanyi atau jadi tukang." lanjut Lona lagi. membuat Ellen menghembuskan nafas kasar.

"Hm, ada."

"Apa?" tanya Lona dan Karel bersamaan.

"Painting."

"Gue bakal percaya kalau misal Lo terkenal, secara gaji Lo sebulan nggak ngotak njir"

"Bener juga sih, tapi masalahnya kita nggak pernah tuh lihat berita tentang muka Lo dimana mana, iya kan kak" tanya Karel pada Lona.

"Eleanor dari Italia. Cuma beberapa orang yang beruntung aja yang bisa ketemu dia" ucap Ellen.

"Kalau itu sih tau. Terus hubungannya sama Lo apaan?" Lona masih juga tidak paham.

"Apa Kak? Gue juga gak ngerti."

"Eleanor. Dia cuma ninggalin itu di setiap lukisannya." balas Ellen dengan senyum miring dan satu alis terangkat. Membuat Lona membulatkan matanya.

"Tu-tunggu dulu. E-eleanor jangan bilang i-itu Lo" ucap Lona terbata bata.

"H-hah" Karel sangat terkejut dengan perkataan Lona. Kenapa dia kepikiran sampai sana. Begitulah kira-kira yang Karel pikirkan.

Ellen menganggukkan kepalanya, membenarkan ucapan mereka. Ia merebahkan tubuhnya dan tidak memperdulikan Karel dan Lona yang masih melongo tidak percaya. Sepertinya mereka masih ngebug. Pikir Ellen.

"Len, jawab dulu beneran nggak sih" tanya Lona mengguncangkan tubuh Ellen.

"Iyaa!! Kan udah gue jawab kenapa masih nanya." Jawab Ellen kesal. Bagaimana tidak kesal, baru saja ia akan masuk alam mimpi tiba-tiba ada yang mengguncang tubuhnya.

"Tapi dia kan dari Italia. Sedangkan Lo kan tinggal di LA" tanya Lona lagi

"Lupa Lo kalau kakek Liam menetap di Italia" kesal Ellen karena mereka tidak juga paham apa yang ia jelaskan.

"Terus apa hubungannya sama Lo" kini giliran Karel yang bertanya. Ini otak apa karet sih melar banget. Batin Ellen kesal sendiri.

"Gue selalu di sana setiap liburan!!" teriak Ellen dengan nafas memburu. Ingin rasanya ia menembak kepala mereka berdua jika saja bukan saudaranya.

"Tapi tetep aja gue nggak bakal percaya kalau nggak lihat Lo ngelukis secara langsung"

"Terserah. Udah tidur sana, gue bilangin Mami tau rasa Lo berdua." Oh ayolah Ellen benar-benar sudah kesal sekarang. Tidak memperdulikan ocehan mereka dan memilih menarik selimut sebatas lehernya untuk segera tidur.

"Yee cepu banget"

Sedangkan Karel hanya menyimak saja dengan tatapan bodohnya. Jika di pikir-pikir lagi dia akan percaya pada Ellen, karena setaunya Ellen tidak suka berbicara omong kosong apa lagi mengada ada.

Tanpa memperdulikan Lona yang masih saja mengoceh, ia merebahkan tubuhnya seraya memeluk Ellen yang sudah memejamkan mata. Sedangkan Lona melongo tidak percaya melihat kedua adiknya yang berani mengacuhkan dirinya, bahkan sepertinya mereka berdua sudah memasuki alam mimpi.

"Bocah kampret malah di tinggal tidur" walaupun merasa kesal, tapi Lona sangat menyayangi Karel dan Ellen.

"Putih banget sih, kenyal lagi kaya cimol" ucap Lona cekikikan sendiri seraya menoel noel pipi Ellen.

Setelah puas dengan apa yang ia lakukan dan di akhiri mengecup kening mereka berdua, ia pun merebahkan tubuhnya dan segera menyusul mereka ke alam mimpi.

......................

Pagi hari ini terlihat sangat cerah. Angin di pagi hari yang menyejukkan, juga matahari yang perlahan mulai menyinari sebagian bumi, tak juga membangunkan ketiga anak manusia yang masih tertidur lelap dan saling berpelukan sejak semalam.

Setelah membuka pintu kamar Ellen, Rissa hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Lona, Ellen dan Karel yang masih tertidur sambil berpelukan.

Perlahan wanita paruh baya itu membangunkan mereka, karena ini adalah hari Senin. Apalagi Karel baru mulai masuk sekolah dan juga Lona yang masih kuliah jadi mau tak mau ia harus membangunkan mereka.

"Sayang sayangnya Mami ayo bangun" ucap Rissa menggoyan goyangkan tubuh Karel dan Lona tapi sama sekali tidak di hiraukan.

"Karel bangun sekarang! Walaupun sekolah punya Papi kamu jangan harap kamu bisa

seenaknya ya! Kamu juga Lona cepet bangun, hari ini kamu kan ada kelas pagi!" teriak Rissa yang sudah mulai jengah

"Bentar Mi lima menit lagi"

"Lebih juga gapapa, tapi habis itu mobil sama motor kalian Mami sita!" sontak perkataan Rissa membuat mereka berdua langsung berlari keluar menuju kamar mereka masing-masing tanpa mengucapkan apapun"

Melihat itu Rissa hanya bisa menghela nafas kasar. Mengalihkan pandangannya kearah Ellen, ternyata gadis cantik itu baru saja membuka matanya. Mungkin terganggu karena keributan yang mereka lakukan. Pikir Rissa.

"Kamu kebangun ya sayang. Maaf ya tadi Mami teriak-teriak, soalnya Karel sama kak Lona emang sudah di bangunin. Pasti kamu masih capek, yaudah kamu tidur lagi aja ya" sesal Rissa seraya mengelus kepala Ellen.

"Gapapa Mi, tidur Ellen nyenyak banget malah. Ellen aja nggak inget kapan terakhir kali Ellen bisa tidur nyenyak kaya gini" balas Ellen kembali memejamkan mata menikmati elusan tangan Rissa.

"Jangan pernah ngerasa sendiri lagi ya sayang. Sekarang kan Ellen sama Mami, sama yang lain juga. Kalau ada apa-apa bilang aja jangan di tanggung sendiri ya" ucap Rissa dengan mata yang berkaca-kaca.

kasih sayangnya begitu besar pada Ellen. Walaupun Ellen mengatakan hal itu biasa saja tapi Rissa bisa merasakan ada kesedihan di setiap kata yang Ellen ucapkan. Pasti gadis itu merindukan sosok ibunya.

"Kan udah Ellen bilangin, Ellen ngga suka lihat Mami nangis. Lagian Ellen juga gapapa kok, udah Mami jangan sedih lagi Ellen nggak like"

"Gimana Mami nggak sedih, semalem pas kamu baru datang aja sikapnya dingin banget terus ngomongnya juga nggak banyak. Kan Mami juga nggak like" sontak ucapan Rissa membuat Ellen tertawa karena meniru gaya bicaranya.

"Jangan ketawa ya! Mami ini khawatir sama kamu tau nggak" karena kesal Rissa pun mencubit pipi Ellen.

"Iya Mi iyaa. Ampun" biasanya luka apapun tidak akan terasa bagi Ellen tapi kenapa cubitan Rissa rasanya begitu sakit.

"Mami lebih suka kamu banyak omong, biarpun nanti Mami bakalan pusing kalau kamu berubah kaya Lona sama Karel yang nggak bisa diem"

"Ellen dari kecil kan emang gitu"

"Tapi kamu itu terlalu dingin dan cuek sama sekitar kamu"

"Tapi kan hangat di dalam" kata Ellen seraya mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Rissa. membuat Rissa memutar bola matanya malas.

"Terserah kamu aja deh capek Mami. Yaudah Mami turun dulu mau nyiapin sarapan, habis ini kamu langsung nyusul ya"

"Okey"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!