Silver Bullet
"Aku mencintaimu,,,,"
"Jangan tanyakan mengapa, karena aku tidak tau jawabanya,"
"Dan aku juga tidak tau kenapa aku harus mencintaimu. Aku tak memiliki alasannya, aku hanya tau apa yang aku rasakan," ujar seorang pria dengan suara parau.
Pria berwajah garang dengan perawakan tinggi dan besar tengah duduk bersimpuh didepan seorang wanita yang menodongkan sebuah pistol padanya. Wajah garangnya melembut hanya ketika betatapan langsung dengan mata wanita di depannya.
Namun wanita itu memberikan tatapan sebaliknya, pancaran mata wanita itu memperlihatkan kebencian yang dalam. Sebuah kebencian yang tidak bisa diartikan.
"Aku membencimu!" ujar si wanita dengan suara sedingin es yang mampu membekukan siapa pun yang mendengarnya.
"Cinta?" cibirnya dengan wajah sengit.
"Itu hanyalah omong kosong yang kau jadikan sebagai dalih untuk menyakiti orang lain,"
"Satu nyawamu bahkan tak bisa digunakan untuk mengobati luka pada seseorang yang telah kau goreskan," ucapnya dengan raut wajah tak terbaca.
Pria berwajah garang itu memandangi wajah wanita di depannya. Goresan luka yang masih mengeluarkan darah di pelipis wanita itu membuat si pria mengepalkan kedua tangannya. Merutuki dirinya sendiri karena telah melukai wanita yang ia cintai menggunakan kedua tangannya sendiri.
Namun, wanita itu tetap bergeming seolah tidak merasakan sakit saat darah itu mengalir di garis pipinya. Ekspresi datarnya tak goyah sedikitpun.
"Kalau begitu, bunuh aku!" ujar sang pria tanpa keraguan.
"Jika itu bisa mengobati sedikit saja luka yang telah ku goreskan," imbuhnya.
"Aku akan melakukannya tanpa kau memintanya, kau bahkan tidak memiliki hak untuk memintaku melakukan apa yang kau inginkan," jawabnya.
Sekali lagi pria itu mamandangi wajah wanita yang ia cintai tengah berdiri didepannya. Sosok yang ia kenal akan kelembutannya kini berubah bagai srigala yang siap menerkam mangsanya. Tidak ada lagi senyum lembut yang dulu menghiasi bibir itu.
Ia tersenyum getir. Namun di dalam lubuk hatinya tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri bahwa dirinyalah penyebab dari semua kekacauan yang terjadi.
"Maafkan aku," sesal pria itu.
"Aku menolak permintaan maaf darimu,"
'DORR,,,,!!!'
...%%%%%%%%%...
## 10 Bulan sebelumnya. . . .
Lapangan luas dengan rumput setinggi mata kaki terlihat kontras dengan warna langit yang terlihat kelabu. Angin yang berhembus lembut, namun mampu menerbangkan daun kering yang berguguran dari pohonnya.
Seorang wanita berambut coklat panjang yang di ikat kebelakang berdiri dengan tubuh tegap di tengah lapangan. Helaian poni panjangnya menjuntai digaris pipinya. Atasan tanpa lengan yang hanya menutupi sebagian perutnya memperlihatkan otot perutnya yang terlatih. Mata tajamnya melirik kesekeliling dimana lima pria berbadan dua kali dari tubuhnya mengepung dirinya bersiap menyerang.
Tiba-tiba hembusan angin berubah kencang, bersamaan dengan dua pria yang bergerak maju dengan cepat serta kepalan tangan yang meluncur kedepan.
Wanita itu tetap bergeming, memusatkan mata dan telinganya dengan suara dan apa yang dia lihat melalui sudut matanya.
Ketika tangan itu meluncur untuk mengenai wajahnya, dengan gerakan lembut nyaris tak terlihat, dia menggeser sedikit kepalanya. Dengan cepat tangannya mencengkram lengan pria itu, Ia segera memutar tubuhnya dan menghantam punggung pria itu dengan sikunya.
Tepat setelah pria itu terdorong akibat pukulan siku dipunggungnya, wanita itu merundukkan kepalanya, menyebabkan pukulan pria lain dibelakangnya mengenai ruang kosong. Dengan cekatan wanita itu memutar tubuhnya dengan posisi jongkok serta kaki terulur hingga dengan telak mengenai belakang lutut pria itu diikuti dengan tubuhnya yang jatuh tersungkur akibat hilang keseimbangan.
Tiga pria yang tersisa pun mulai menyerang, disusul dengan dua orang pertama yang berhasil bangkit lagi. Wanita itu terlihat tenang, gerakannya terlihat seperti sedang menari, gerakannya begitu gemulai namun mengenai titik lumpuh lawannya.
Tak butuh waktu lama, lima pria tumbang dan tak sanggup berdiri lagi. Wanita itu tersenyum, perlahan mendekati pria yang pertama kali menyerangnya sembari mengulurkan tangannya untuk membantu pria itu berdiri.
"Menakjubkan,,, gerakanmu sangat sulit kuprediksi. Aku benar-benar kalah telak," ujarnya menerima uluran tangan si wanita.
Suara tepuk tangan menggema diikuti dengan seorang pria yang menjadi pelatih mereka berjalan mendekat dengan senyum puas dibibirnya.
"Apa kau masih meragukannya Barny?"tanyanya pada pria yang dibantu berdiri.
"Tidak,,,Tidak,,, Aku akan babak belur jika melanjutkan, Cyrene benar-benar mengerikan. Gerakannya terlihat gemulai tapi mematikan," ucapnya dangan tangan terangkat.
"Terima kasih sudah menahan diri saat melawanku Cyrene," tutur Barny.
Wanita yang akrab di panggil Cyrene berhasil melawan bahkan menjatuhkan lima pria yang berbadan dua kali lebih besar dari tubuhnya.
Semua orang yang berada di Camp pelatihan memandang penuh rasa hormat. Mengagumi kemampuan yang dimiliki wanita itu. Selain bela diri yang unggul, kemampuan menembak juga mendapat decakan kagum dari semua orang.
Bagaimana bisa tidak?
Cyrene Jodie Elvarreta, wanita yang terbilang baru ditempat itu dan telah berada di sana selama tujuh tahun, dimana ketika dia datang, dia hanya wanita biasa dan memiliki fisik yang lemah. Namun secara mengejutkan dia bisa mengejar orang-orang yang telah lama berada disana bahkan melampaui sebagian besar pria yang berlatih disana.
Camp pelatihan khusus adalah sebuah tempat tersembunyi yang melatih orang-orang untuk menjadi seorang agen rahasia. Dimana tugas mereka adalah membantu para polisi yang kesulitan untuk menangkap penjahat yang selalu lolos dari pengejaran, dan mereka yang sulit tersentuh hukum.
Kedudukan mereka yang berada diatas para polisi namun tidak mengungkapkan diri mereka didepan publik.
Posisi dimana mereka melakukan tugas mereka tanpa seragam, namun mengambil resiko terbesar.
Pelatih mereka Carlo bahkan mengakui kemampuannya dan mengagumi kemauan keras yang dimiliki Cyrene.
Cyrene menatap Barny dengan alis terangkat.
"Jadi kau sadar aku menahan diri?" tanyanya seraya melepaskan perban yang melilit tangan kirinya.
"Tentu saja! Jika tidak, pukulan siku tadi seharusnya dengan telak mengenai leherku, bukan punggungku, dan aku tak akan bisa berdiri sekarang," jawab Barny.
"Bagaimana kamu bisa merubah arah pukulanmu bahkan ketika kau sudah bergerak Cyrene?" tanya Kenzo menyela.(pria yang menerima tendangan dibelakang lutut).
"Aku bersumpah melihat kamu berniat melayangkan kakimu ke lenganku, tapi yang terjadi adalah kamu mengenai kakiku," sambungnya.
"Jika aku melayangkan kakiku keatas kau akan menangkap kakiku dan melemparku bukan?" tanya Cyrene mengangkat alisnya dan tersenyum.
"Haaahh,,," desah Kenzo.
"Apa kau bisa membaca pikiranku?" tanya Kenzo.
"Bukan membaca pikiran, tapi membaca gerakan lawan," sela Carlo menjawab kebingungan Kenzo.
"Latihan cukup untuk kali ini. Istirahatlah!" perintah Carlo.
Mereka dengan patuh mengikuti perintah Carlo. Ketika tempat latihan kosong, Cyrene mendekati Carlo.
"Kak, bolehkah aku_,,,"
"Tidak,,,!" potong Carlo sebelum Cyrene menyelesaikan kalimatnya.
"Aku bahkan belum mengatakan apa yang ingin ku katakan," sahut Cyrene.
"Cedera yang kau alami belum pulih sepenuhnya, aku tak mengijinkanmu berlatih ditebing setelah misi yang kau ambil membuatmu terluka parah walaupun misi itu berhasil," jawab Carlo tegas.
Cyrene memajukan bibirnya, tapi Carlo memutuskan untuk mengabaikannya.
"Latihan kali ini cukup. Jangan memaksakan fisikmu lebih dari ini sebelum kau benar-benar pulih. Tapi aku tak melarangmu jika ingin berlatih menembak dangan syarat Barny menemanimu dan setelah kau mengganti perban dibahumu," ucap Carlo dengan nada tidak bisa dibantah.
Kecewa, Cyrene pun beranjak dari tempatnya menuju pondok dimana semua orang beristirahat.
Dengan lesu, Cyrene memasuki kamarnya, meletakkan perban di keranjang kecil yang berada di dekat tempat tidurnya, lalu melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Cyrene menatap bayangan dirinya sendiri dipantulan cermin wastafel, membasuh wajahnya pelan dan melepas pakaiannya.
"Aahh,,,sial,,,!" desisnya saat mendapati noda darah pada pakaiannya terletak dibagian bahu bawah.
"Lukanya terbuka lagi," geramnya pelan seraya melempar kasar pakaian ditangannya ketempat pakaian kotor lain tergeletak.
Sebisa mungkin,Cyrene membersihkan darah yang menyebar dengan bantuan cermin. Masuk ke bilik yang berada disamping wastefel, ia mengalirkan air ketubuhnya menghindari bagian yang terluka dengan perlahan.
Beberapa menit kemudian Cyrene keluar dari kamarnya mengenakan celana pendek dan kemeja yang dibiarkan terbuka dengan atasan tanpa lengan didalamnya.
Langkahnya terhenti didepan sebuah pintu dengan tulisan #RUANG MEDIS# di atasnya dan segera mengetuk pintu.
Tok,,,
Tok,,,
Tok,,,
"Masuk," suara serak terdengar menjawab dari dalam. Tanpa ragu, Cyrene memasuki ruangan yang disambut dengan senyum ramah seorang pria berkemeja putih dengan komputer didepannya.
"Ganti perban Ren?" tanyanya dengan nada akrab.
"Errr,,, salah satunya," jawab Cyrene memutar bola matanya.
"Lebih tepatnya, luka ku terbuka lagi," jawab Cyrene santai.
Menoleh dengan gerakan cepat dan mata yang melebar, pria itu berdiri dan meminta Cyrene duduk dikursi tanpa sandaran.
"Jangan menatapku seperti itu, Glen!" ucap Cyrene dengan senyum dibibirnya.
"Duduklah!" pintanya lembut menepuk kursi yang disiapkan.
Cyrene mengangguk dan duduk seraya menurunkan kemejanya. Sementara itu Glen menyiapkan perban baru, kapas dan cairan disinfektan.
"Kau suka sekali melukai diri sendiri bukan?" sindir Glen mulai membersihkan darah yang kembali menyebar. Dengan hati-hati, dia mulai membuka perban dibahu Cyrene.
"Apakah aku mendapatkan rekor baru?" jawab Cyrene terkekeh.
"Tolonglah, Ren! Itu bukan pujian, dan kau tau itu!" ucap Glen mulai memberikan obat pada luka Cyrene setelah darah dibersihkan.
Cyrene menegakkan badannya ketika obat yang diberikan Glen mengenai kulitnya.
"Percayalah Glen, aku tau lebih dari siapapun yang mengetahuinya," jawab Cyrene.
"Dan aku tau itu bohong," balas Glen.
Cyrene terkekeh dan menegakkan badannya lagi.
"Sakit?" tanya Glen khawatir.
"Sedikit," jawabnya singkat.
Sebuah luka memanjang yang terlihat seperti sayatan pisau dan dalam seolah membelah bahunya dengan jahitan yang belum kering, dan sebuah luka bekas peluru bersarang di sisi bahu yang lain.
"Apakah masih lama waktu yang diperlukan hingga jahitan dilepas?" tanya Cyrene.
"Dengan melihat hal ini sekarang, aku khawatir jawabannya adalah ya, masih lama. Bahkan membutuhkan waktu lebih lama dari yang seharusnya," jawab Glen.
"Jawabanmu sungguh tidak menghibur," sindir Cyrene.
"Tidak bisakah kau libur dari semua yang berhubungan dengan misi atau latihan Ren?setidaknya sampai jahitan ini dilepas," tanya Glen khawatir.
"Tidak," jawab Cyrene datar.
Glen mendesah panjang.
"Bahkan seorang Carlo kesulitan menghadapi keras kepalamu, apa kau tau itu?" sindir Glen.
"Aku tak meminta dia untuk menghadapiku," jawab Cyrene.
"Berhentilah bersikap kau tak tau sementara kau tau jelas apa yang terlihat jelas didepanmu, Ren!" sambut Glen sedikit kesal.
"Baik,,,baik,,, aku tak akan berlatih apa pun setelah ini. Kau senang?" dengus Cyrene.
"Apa kau bisa menjanjikannya, Ren?"tanya Glen tidak percaya.
"Astaga,,,Glen,,,Tidakkah kau percaya padaku?" Cyrene mengerang.
"Sejauh yang ku tau, kau tak akan melakukan apa yang kau katakan ketika kau tak menjanjikannya," jawab Glen.
"Ohh,,,Begitukah?" tanya Cyrene.
"Ren,,," Glen mengingatkan.
"Baik,,,baik,,, aku janji, oke?" jawab Cyrene sedikit kesal.
"Berkata lah lebih jelas Ren!" sahut Glen dengan seringai kecil tumbuh disudut bibirnya.
"Aku janji tak akan berlatih apa pun setelah ini. Apa kau senang sekarang?" sungut Cyrene kesal.
"Sangat,,," jawab Glen tersenyum.
"Setidaknya hingga hari ini berakhir," tambah Cyrene.
"Dasar keras kepala!" dengus Glen.
Cyrene tertawa mendengar jawaban Glen. Sayangnya dia dalam posisi membelakangi Glen, jadi tidak bisa melihat wajahnya ketika Glen kesal.
"Oke,,,selesai," ucap Glen.
Cyrene pun menaikkan lagi kemejanya dan berbalik menatap Glen.
"Melihatmu benar-benar obat mata terbaik," ungkap Cyrene tersenyum.
Glen menaikkan alisnya.
"Apa yang sedang ingin kau katakan?" tanya Glen.
"Apa yang terlintas dipikiranku," jawab Cyrene mengangkat bahunya.
"Hampir semua waktuku hanya melihat mereka yang bertelanjang dada atau mengenakan kaos ketat mereka dengan keringat membasahi tubuh mereka," papar Cyrene.
"Dan melihatmu yang seperti ini benar-benar berbeda," tambahnya.
"Apa kau sedang merayuku?" tanya Glen menyipitkan mata.
"Apakah itu bekerja?" sahut Cyrene memasang senyum manis.
"Aku tak akan menarik ucapanku untuk memintamu istirahat hanya karena kau berkata manis padaku," ucap Glen.
"Cih,," cibir Cyrene.
"Kembalilah kekamarmu!" perintah Glen.
"Iya,,,Iya,,, aku kekamar sekarang," jawab Cyrene lesu.
Glen tersenyum dengan anggukan kepala.
Dengan lesu, Cyrene beranjak dari duduknya menuju pintu, kemudian menoleh sekali lagi kebelakang.
"Glen,,," panggil Cyrene.
"Apa?" Glen menjawab dan menatap Cyrene heran.
"Yang aku katakan tadi itu benar, bukan untuk merayumu ataupun untuk memintamu menarik ucapanmu. Tapi, aku mengatakannya karena memang begitulah adanya. Malam Glen!" kata Cyrene lalu berbalik dan menutup pintu.
Meninggalkan Glen yang terpaku ditempatnya menatap pintu.
'Menyebalkan,,, dia berkata begitu tanpa peduli dengan aku yang mendengarnya,' rintih hatinya.
Sementara Cyrene berjalan dangan langkah ringan meninggalkan ruangan Glen menuju kamarnya.
. . . . .
. . . . .
To be continued,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
®️ed 🔱hite
oh lagi latihan rupanya
2024-09-06
0
nowitsrain
Cyrene keren sekali 😍😍
2024-07-30
0
Vincar
begitulah wanita, susah di tebak 🥲
2024-06-10
1