Bernardo tersenyum saat melihat Cyrene telah terlelap di sofa tak jauh dari tempatnya berada. Dengan gerakan hati-hati, ia turun dari tempat tidur dan menghampiri Cyrene.
Perlahan, ia berlutut tepat di depan wajah Cyrene, memandangi wajahnya yang tengah tertidur pulas dengan wajah lelah.
"Bagaimana bisa tubuh mungilnya hanya sebuah cangkang baginya,"
"Padahal dia sudah seharian penuh melakukan pekerjaan yang menguras tenaga karena renovasi cafe,"
"Tapi, dia masih sempat mengkhawatirkan orang lain dan mengabaikan dirinya sendiri,"
Bernardo bergumam pelan, satu tangannya terulur menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Cyrene, lalu tersenyum lembut.
"Aku tidak mungkin bisa tidur jika membiarkanmu tidur di sini, Ren," ucap Bernardo lirih.
Selesai mengatakan itu, Ia mengangkat tubuh Cyrene dengan gerakan hati-hati, berusaha sepelan mungkin agar tidak membangunkan tidurnya dan memindahkan tubuhnya ke tempat tidur.
Bernardo kembali berlutut di samping tempat tidur setelah menutupi tubuh Cyrene dengan selimut. Sekali lagi pandangannya terhenti di bibir Cyrene, membuat ia kembali menelan ludahnya, dan segera menggelengkan kepalanya disertai hembusan nafas kasar.
'Aku bisa gila jika terus seperti ini,'
'Berhentilah memikirkan hal aneh! Jika aku melakukannya, itu hanya akan menciptakan jarak antara aku dengannya, dan itu adalah hal yang tidak aku harapkan untuk terjadi, '
Bernardo kembali mendesah pelan, kembali memandangi wajah Cyrene yang masih tetap terlelap.
'Apakah dia sedang mengujiku atau dia terlalu percaya padaku? Dia bahkan bisa tidur pulas seperti ini di saat hanya ada aku dan dia saja di cafe ini,' rutuknya dalam hati.
Kepalanya kembali mengeleng kuat untuk menepis pikiran kotor yang masuk ke dalam pikirannya dan beranjak dari tempatnya. Bernardo berjalan menuju sofa dan membaringkan tubuhnya. Tak butuh waktu lama baginya untuk terlelap setelah ia memejamkan kedua matanya, merasakan sedikit rasa lega saat mengingat semua ancaman yang bisa membahayakan Cyrene bisa berhenti untuk sementara waktu.
Hal itu bisa memberinya sedikit waktu untuk memikirkan cara terbaik untuk melindungi wanita yang ia cintai.
...%%%%%%%%...
#Disisi lain,,,,
"Apakah dia kembali menemui wanita itu?" tanya Alastor.
"Dia bahkan tidak keluar dari cafe itu setelah beberapa jam,"
"Mungkin dia tidur di sana alih-alih kembali ke rumahnya sendiri," jawab Das setelah menurunkan ponsel dari telinganya.
"Dia ingin bermain, maka aku juga akan bermain dengannya," sahut Alastor sembari menghisap cerutu di tangannya.
"Kita biarkan dia sampai dia lengah,"
"Dan dekati wanita itu, sedikit menghancurkan hatinya mungkin akan menyenangkan," lanjutnya.
"Mereka masih belum menjalin hubungan, tuan," sambut Das.
"Maka kita hanya perlu menunggu sampai mereka menjalin hubungan,"
"Tak masalah itu akan memakan waktu berapa lama,"
"Wanita itu bisa kita jadikan sebagai umpan terbaik agar Bernardo bertindak sesuai dengan keinginan kita," ucap Alastor.
"Baik," sambut Das.
"Ah,,, aku ingat Bernardo juga memiliki teman yang cukup dekat dengannya, kita juga bisa gunakan dia sebagai sumber informasi,"
"Minta padanya untuk mendekati wanita itu dan masuk ke dalam hubungan mereka berdua,"
"Dia pernah menyebut namanya dengan sebutan,,,"
"Theo,,,"
...%%%%%%%%...
"Uhmm,,,,"
Suara erangan halus di pagi hari keluar dari mulut Cyrene saat ia mulai mengerjapkan kedua matanya. Detik berikutnya ia segera bangun dari berbaringnya dan tertegun saat menyadari dirinya telah berpindah dari sofa.
"Kenapa aku bisa ada di sini? Bukankah tadi malam aku tidur di sofa?" gumamnya pelan.
Pandangannya berpindah ke arah sofa dan tidak menemukan siapa pun. Namun suara gaduh tiba-tiba terdengar dari luar kamar yang membuat Cyrene bergegas turun dari tempat tidur untuk melihat apa yang sedang terjadi.
"Kamu siapa?"
"Bagaimana kamu bisa masuk?"
'BRAKK,,,,,!'
Suara pukulan keras terdengar setelah suara wanita bertanya kepada seseorang dengan suara keras. Cyrene mempercepat langkahnya saat mengenali suara itu dan membuka pintu.
Rahang Cyrene segera turun saat melihat Emma tengah memegang sapu dengan mengacungkan kayunya pada Bernardo.
Beberapa kali Emma melayangkan pukulan sapunya namun berhasil di hindari dengan begitu mudah oleh Bernardo.
Bernardo bahkan tidak melawan sama sekali dan hanya menghindari tiap pukulan yang datang. Hal itu membuat Emma kian geram sembari berkacak pinggang.
"Keluar dari cafe ini!" sentaknya.
"Awas saja jika terjadi sesuatu pada kak Ren," ucap Emma kesal.
"Tunggu dulu! Aku bisa jelaskan," ucap Bernardo dengan kedua tangan terangkat.
"Dia sendiri yang memintaku untuk masuk," imbuhnya.
"Kau pasti mengancamnya bukan?" sambut Emma kembali mengayunkan sapu di tangannya.
"Mana mungkin!" sanggah Bernardo kembali menghindar hingga pukulan Emma mendarat di meja cafe dan menghasilkan suara keras.
"Ya tuhan,,, Emma, hentikan!" seru Cyrene menghampiri mereka berdua.
Bernardo mulai tersudut saat ia justru terjebak di antara meja dan etalase kue, hingga tidak satupun dari mereka mendengar seruan Cyrene.
'Jika aku menghindar lagi, sepertinya bisa memecahkan etalase ini,' batin Bernardo.
'Dan Ren baru saja menggantinya,' imbuhnya.
Bernardo sudah berniat untuk tidak menghindar lagi saat Emma kembali mengayunkan gagang sapu di tangannya ketika tiba-tiba Cyrene berdiri di depan Bernardo hingga membuat pukulan gagang sapu di tangannya mendarat tepat di kepala Cyrene.
"Aakh,,,,,!"
"Kakak,,,," desis Emma segera menjatuhkan sapunya.
"Ren,,," desis Bernardo segera menopang tubuh Cyrene saat tubuhnya terhuyung ke belakang.
"Ish,,, apa yang kau lakukan Emma?" tanya Cyrene sembari menutupi kepalanya yang baru saja terkena pukulan.
"M-Maaf kak,,,,"
"A-Aku,,, hanya,,, Aku datang pagi-pagi,,, tapi,,,, dia menyusup ke cafe,,, padahal cafenya masih terkunci, dan hanya aku dan Gavin yang memiliki kunci cadangannya,,, jadi aku,,,," Emma berkata dengan nada panik.
"Aku yang memintanya untuk masuk," ucap Cyrene sembari menggelengkan kepalanya yang terasa berdenyut.
"J-Jadi,,, kakak kenal dia?" tanya Emma menunjuk Bernardo dengan telunjuknya.
"Bicaranya nanti saja!" tukas Bernardo.
"Obati dulu lukamu," imbuhnya sembari membantu Cyrene berdiri.
"Aku minta maaf kak," sesal Emma.
"Untungnya bukan hari ini pembukaan cafenya," sahut Cyrene meringis.
"Duduklah, aku ambilkan kompresnya," sela Bernardo.
Bernardo membimbing Cyrene duduk di kursi yang ia siapkan dan melenggang pergi ke dapur. Hal itu membuat Emma mengarahkan pandangannya pada Cyrene, memberikan tatapan bertanya padanya.
Namun, sebelum ia sempat bertanya, pintu cafe terbuka di ikuti sosok Gavin yang melangkah masuk dan segera melebarkan kedua matanya setelah melihat keadaan cafe.
"Apakah cafe kita di rusak lagi?" ucap Gavin segera menghampiri Cyrene.
"Kakak terluka? Bagaimna bisa? Siapa yang melakukanya?" cecar Gavin kesal saat melihat Cyrene memegangi kepalanya sambil meringis.
"Uuh,,, Uhm,, itu,,, aku,,, yang melakukannya," jawab Emma mengangkat satu tangannya, lalu kembali tertunduk.
"Aku,,, tidak sengaja,,," sesalnya.
"Kau,,,," geram Gavin seolah hendak mencekik Emma.
"Hei, cukup! Jangan bertengkar!" lerai Cyrene.
Bernardo kembali muncul dengan wadah berisi air dan handuk kecil di satu tangannya, serta obat di tangan lainnya.
"Ehh,,, kapan kak Bernardo datang?" tanya Gavin.
"Tadi malam," jawab Bernardo singkat.
Bernardo meletakkan wadah beserta obat oles yang ada di tangannya ke meja, mengabaikan tatapan bertanya yang di berikan Gavin padanya. Tangannya segera mencelupkan handuk kecil ke air dingin dan mengompres kepala Cyrene dengan lembut seolah sudah terbiasa melakukan hal itu.
"Tahan sebentar," ucap Bernardo sebelum mengompres.
"Ukh,,," rintih Cyrene menundukkan kepalanya saat merasakan nyeri.
"Tahan sebentar saja, ini akan segera membaik setelah di kompres," ucap Bernardo lembut.
"Ini juga bisa menghindari bengkak," imbuhnya.
Cyrene hanya bisa mengangguk pelan sembari meringis saat jari tangan Bernardo mengoleskan obat oles di kepalanya.
"Apakah masih terasa sakit?" tanya Bernardo setelah selesai, wajahnya menunjukan rasa khawatir.
"Sudah terasa lebih baik," sambut Cyrene tersenyum.
"Terima kasih," imbuhnya.
"Tapi, ini membuatku penasaran akan satu hal," lanjutnya sembari menatap Bernardo yang menjulang tinggi di depannya.
"Apa itu?" sambut Bernardo seraya berlutut di depan Cyrene untuk menyamakan tinggi mereka.
"Ehhh,,,, kenapa kamu harus berlutut di lantai? Duduk di kursi saja," ucap Cyrene seraya menarik satu kursi lain yang ada di dekatnya.
"Tidak perlu!" jawab Bernardo.
"Setidaknya, dengan cara ini kamu tidak perlu mendongak untuk berbicara denganku," imbuhnya.
"Apakah itu olokan yang kau rubah menjadi sanjungan? Atau apa?" sahut Cyrene menyipitkan matanya.
"Oh,,, apakah aku terlalu jelas dalam mengatakannya?" sambut Bernardo terkekeh.
"Apa-apaan," sambut Cyrene mendorong main-main bahu Bernardo, lalu tertawa pelan.
"Jadi, katakan apa yang ingin kamu katakan tadi," ucap Bernardo.
"Kamu begitu terampil merawat luka, seolah kamu sudah terbiasa melakukannya," jawab Cyrene.
"Anggaplah itu sebagai naluri, bukankan kamu sendiri juga melakukanya?" sambut Bernardo sembari menunjuk dirinya sendiri di sertai menaikan bahunya.
"Uhm,,, itu,,,," Cyrene mengosok tengkuknya setelah ingat dirinya juga mengobati luka Bernardo.
"Jadi, kakak sungguh mengenalnya? Apakah dia kenalan kakak?" sela Emma.
"Bukankah seharusnya kamu mengenalnya, Emma?" sambut Cyrene.
"Aaa,,,?" Emma mengerjap bingung dan segera mengarahkan pandangannya pada Bernardo.
"Tunggu sebentar,,, tadi kamu memanggilnya apa, Gavin?" tanya Emma.
"Kak Bernardo," jawab Gavin.
"...."
"...."
"EEHHH,,,,,???"
. . . .
. . . .
To be continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Rona Risa
lah baru nyadar? 😅🤣
2024-04-09
1
Rona Risa
jelas sangat biasa, hidupnya sama mafia 🥲
2024-04-09
1
Rona Risa
waduuuh sakit tuh 😅
2024-04-09
1