"Aku mencintaimu,,,,"
"Jangan tanyakan mengapa, karena aku tidak tau jawabanya,"
"Dan aku juga tidak tau kenapa aku harus mencintaimu. Aku tak memiliki alasannya, aku hanya tau apa yang aku rasakan," ujar seorang pria dengan suara parau.
Pria berwajah garang dengan perawakan tinggi dan besar tengah duduk bersimpuh didepan seorang wanita yang menodongkan sebuah pistol padanya. Wajah garangnya melembut hanya ketika betatapan langsung dengan mata wanita di depannya.
Namun wanita itu memberikan tatapan sebaliknya, pancaran mata wanita itu memperlihatkan kebencian yang dalam. Sebuah kebencian yang tidak bisa diartikan.
"Aku membencimu!" ujar si wanita dengan suara sedingin es yang mampu membekukan siapa pun yang mendengarnya.
"Cinta?" cibirnya dengan wajah sengit.
"Itu hanyalah omong kosong yang kau jadikan sebagai dalih untuk menyakiti orang lain,"
"Satu nyawamu bahkan tak bisa digunakan untuk mengobati luka pada seseorang yang telah kau goreskan," ucapnya dengan raut wajah tak terbaca.
Pria berwajah garang itu memandangi wajah wanita di depannya. Goresan luka yang masih mengeluarkan darah di pelipis wanita itu membuat si pria mengepalkan kedua tangannya. Merutuki dirinya sendiri karena telah melukai wanita yang ia cintai menggunakan kedua tangannya sendiri.
Namun, wanita itu tetap bergeming seolah tidak merasakan sakit saat darah itu mengalir di garis pipinya. Ekspresi datarnya tak goyah sedikitpun.
"Kalau begitu, bunuh aku!" ujar sang pria tanpa keraguan.
"Jika itu bisa mengobati sedikit saja luka yang telah ku goreskan," imbuhnya.
"Aku akan melakukannya tanpa kau memintanya, kau bahkan tidak memiliki hak untuk memintaku melakukan apa yang kau inginkan," jawabnya.
Sekali lagi pria itu mamandangi wajah wanita yang ia cintai tengah berdiri didepannya. Sosok yang ia kenal akan kelembutannya kini berubah bagai srigala yang siap menerkam mangsanya. Tidak ada lagi senyum lembut yang dulu menghiasi bibir itu.
Ia tersenyum getir. Namun di dalam lubuk hatinya tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri bahwa dirinyalah penyebab dari semua kekacauan yang terjadi.
"Maafkan aku," sesal pria itu.
"Aku menolak permintaan maaf darimu,"
'DORR,,,,!!!'
...%%%%%%%%%...
## 10 Bulan sebelumnya. . . .
Lapangan luas dengan rumput setinggi mata kaki terlihat kontras dengan warna langit yang terlihat kelabu. Angin yang berhembus lembut, namun mampu menerbangkan daun kering yang berguguran dari pohonnya.
Seorang wanita berambut coklat panjang yang di ikat kebelakang berdiri dengan tubuh tegap di tengah lapangan. Helaian poni panjangnya menjuntai digaris pipinya. Atasan tanpa lengan yang hanya menutupi sebagian perutnya memperlihatkan otot perutnya yang terlatih. Mata tajamnya melirik kesekeliling dimana lima pria berbadan dua kali dari tubuhnya mengepung dirinya bersiap menyerang.
Tiba-tiba hembusan angin berubah kencang, bersamaan dengan dua pria yang bergerak maju dengan cepat serta kepalan tangan yang meluncur kedepan.
Wanita itu tetap bergeming, memusatkan mata dan telinganya dengan suara dan apa yang dia lihat melalui sudut matanya.
Ketika tangan itu meluncur untuk mengenai wajahnya, dengan gerakan lembut nyaris tak terlihat, dia menggeser sedikit kepalanya. Dengan cepat tangannya mencengkram lengan pria itu, Ia segera memutar tubuhnya dan menghantam punggung pria itu dengan sikunya.
Tepat setelah pria itu terdorong akibat pukulan siku dipunggungnya, wanita itu merundukkan kepalanya, menyebabkan pukulan pria lain dibelakangnya mengenai ruang kosong. Dengan cekatan wanita itu memutar tubuhnya dengan posisi jongkok serta kaki terulur hingga dengan telak mengenai belakang lutut pria itu diikuti dengan tubuhnya yang jatuh tersungkur akibat hilang keseimbangan.
Tiga pria yang tersisa pun mulai menyerang, disusul dengan dua orang pertama yang berhasil bangkit lagi. Wanita itu terlihat tenang, gerakannya terlihat seperti sedang menari, gerakannya begitu gemulai namun mengenai titik lumpuh lawannya.
Tak butuh waktu lama, lima pria tumbang dan tak sanggup berdiri lagi. Wanita itu tersenyum, perlahan mendekati pria yang pertama kali menyerangnya sembari mengulurkan tangannya untuk membantu pria itu berdiri.
"Menakjubkan,,, gerakanmu sangat sulit kuprediksi. Aku benar-benar kalah telak," ujarnya menerima uluran tangan si wanita.
Suara tepuk tangan menggema diikuti dengan seorang pria yang menjadi pelatih mereka berjalan mendekat dengan senyum puas dibibirnya.
"Apa kau masih meragukannya Barny?"tanyanya pada pria yang dibantu berdiri.
"Tidak,,,Tidak,,, Aku akan babak belur jika melanjutkan, Cyrene benar-benar mengerikan. Gerakannya terlihat gemulai tapi mematikan," ucapnya dangan tangan terangkat.
"Terima kasih sudah menahan diri saat melawanku Cyrene," tutur Barny.
Wanita yang akrab di panggil Cyrene berhasil melawan bahkan menjatuhkan lima pria yang berbadan dua kali lebih besar dari tubuhnya.
Semua orang yang berada di Camp pelatihan memandang penuh rasa hormat. Mengagumi kemampuan yang dimiliki wanita itu. Selain bela diri yang unggul, kemampuan menembak juga mendapat decakan kagum dari semua orang.
Bagaimana bisa tidak?
Cyrene Jodie Elvarreta, wanita yang terbilang baru ditempat itu dan telah berada di sana selama tujuh tahun, dimana ketika dia datang, dia hanya wanita biasa dan memiliki fisik yang lemah. Namun secara mengejutkan dia bisa mengejar orang-orang yang telah lama berada disana bahkan melampaui sebagian besar pria yang berlatih disana.
Camp pelatihan khusus adalah sebuah tempat tersembunyi yang melatih orang-orang untuk menjadi seorang agen rahasia. Dimana tugas mereka adalah membantu para polisi yang kesulitan untuk menangkap penjahat yang selalu lolos dari pengejaran, dan mereka yang sulit tersentuh hukum.
Kedudukan mereka yang berada diatas para polisi namun tidak mengungkapkan diri mereka didepan publik.
Posisi dimana mereka melakukan tugas mereka tanpa seragam, namun mengambil resiko terbesar.
Pelatih mereka Carlo bahkan mengakui kemampuannya dan mengagumi kemauan keras yang dimiliki Cyrene.
Cyrene menatap Barny dengan alis terangkat.
"Jadi kau sadar aku menahan diri?" tanyanya seraya melepaskan perban yang melilit tangan kirinya.
"Tentu saja! Jika tidak, pukulan siku tadi seharusnya dengan telak mengenai leherku, bukan punggungku, dan aku tak akan bisa berdiri sekarang," jawab Barny.
"Bagaimana kamu bisa merubah arah pukulanmu bahkan ketika kau sudah bergerak Cyrene?" tanya Kenzo menyela.(pria yang menerima tendangan dibelakang lutut).
"Aku bersumpah melihat kamu berniat melayangkan kakimu ke lenganku, tapi yang terjadi adalah kamu mengenai kakiku," sambungnya.
"Jika aku melayangkan kakiku keatas kau akan menangkap kakiku dan melemparku bukan?" tanya Cyrene mengangkat alisnya dan tersenyum.
"Haaahh,,," desah Kenzo.
"Apa kau bisa membaca pikiranku?" tanya Kenzo.
"Bukan membaca pikiran, tapi membaca gerakan lawan," sela Carlo menjawab kebingungan Kenzo.
"Latihan cukup untuk kali ini. Istirahatlah!" perintah Carlo.
Mereka dengan patuh mengikuti perintah Carlo. Ketika tempat latihan kosong, Cyrene mendekati Carlo.
"Kak, bolehkah aku_,,,"
"Tidak,,,!" potong Carlo sebelum Cyrene menyelesaikan kalimatnya.
"Aku bahkan belum mengatakan apa yang ingin ku katakan," sahut Cyrene.
"Cedera yang kau alami belum pulih sepenuhnya, aku tak mengijinkanmu berlatih ditebing setelah misi yang kau ambil membuatmu terluka parah walaupun misi itu berhasil," jawab Carlo tegas.
Cyrene memajukan bibirnya, tapi Carlo memutuskan untuk mengabaikannya.
"Latihan kali ini cukup. Jangan memaksakan fisikmu lebih dari ini sebelum kau benar-benar pulih. Tapi aku tak melarangmu jika ingin berlatih menembak dangan syarat Barny menemanimu dan setelah kau mengganti perban dibahumu," ucap Carlo dengan nada tidak bisa dibantah.
Kecewa, Cyrene pun beranjak dari tempatnya menuju pondok dimana semua orang beristirahat.
Dengan lesu, Cyrene memasuki kamarnya, meletakkan perban di keranjang kecil yang berada di dekat tempat tidurnya, lalu melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Cyrene menatap bayangan dirinya sendiri dipantulan cermin wastafel, membasuh wajahnya pelan dan melepas pakaiannya.
"Aahh,,,sial,,,!" desisnya saat mendapati noda darah pada pakaiannya terletak dibagian bahu bawah.
"Lukanya terbuka lagi," geramnya pelan seraya melempar kasar pakaian ditangannya ketempat pakaian kotor lain tergeletak.
Sebisa mungkin,Cyrene membersihkan darah yang menyebar dengan bantuan cermin. Masuk ke bilik yang berada disamping wastefel, ia mengalirkan air ketubuhnya menghindari bagian yang terluka dengan perlahan.
Beberapa menit kemudian Cyrene keluar dari kamarnya mengenakan celana pendek dan kemeja yang dibiarkan terbuka dengan atasan tanpa lengan didalamnya.
Langkahnya terhenti didepan sebuah pintu dengan tulisan #RUANG MEDIS# di atasnya dan segera mengetuk pintu.
Tok,,,
Tok,,,
Tok,,,
"Masuk," suara serak terdengar menjawab dari dalam. Tanpa ragu, Cyrene memasuki ruangan yang disambut dengan senyum ramah seorang pria berkemeja putih dengan komputer didepannya.
"Ganti perban Ren?" tanyanya dengan nada akrab.
"Errr,,, salah satunya," jawab Cyrene memutar bola matanya.
"Lebih tepatnya, luka ku terbuka lagi," jawab Cyrene santai.
Menoleh dengan gerakan cepat dan mata yang melebar, pria itu berdiri dan meminta Cyrene duduk dikursi tanpa sandaran.
"Jangan menatapku seperti itu, Glen!" ucap Cyrene dengan senyum dibibirnya.
"Duduklah!" pintanya lembut menepuk kursi yang disiapkan.
Cyrene mengangguk dan duduk seraya menurunkan kemejanya. Sementara itu Glen menyiapkan perban baru, kapas dan cairan disinfektan.
"Kau suka sekali melukai diri sendiri bukan?" sindir Glen mulai membersihkan darah yang kembali menyebar. Dengan hati-hati, dia mulai membuka perban dibahu Cyrene.
"Apakah aku mendapatkan rekor baru?" jawab Cyrene terkekeh.
"Tolonglah, Ren! Itu bukan pujian, dan kau tau itu!" ucap Glen mulai memberikan obat pada luka Cyrene setelah darah dibersihkan.
Cyrene menegakkan badannya ketika obat yang diberikan Glen mengenai kulitnya.
"Percayalah Glen, aku tau lebih dari siapapun yang mengetahuinya," jawab Cyrene.
"Dan aku tau itu bohong," balas Glen.
Cyrene terkekeh dan menegakkan badannya lagi.
"Sakit?" tanya Glen khawatir.
"Sedikit," jawabnya singkat.
Sebuah luka memanjang yang terlihat seperti sayatan pisau dan dalam seolah membelah bahunya dengan jahitan yang belum kering, dan sebuah luka bekas peluru bersarang di sisi bahu yang lain.
"Apakah masih lama waktu yang diperlukan hingga jahitan dilepas?" tanya Cyrene.
"Dengan melihat hal ini sekarang, aku khawatir jawabannya adalah ya, masih lama. Bahkan membutuhkan waktu lebih lama dari yang seharusnya," jawab Glen.
"Jawabanmu sungguh tidak menghibur," sindir Cyrene.
"Tidak bisakah kau libur dari semua yang berhubungan dengan misi atau latihan Ren?setidaknya sampai jahitan ini dilepas," tanya Glen khawatir.
"Tidak," jawab Cyrene datar.
Glen mendesah panjang.
"Bahkan seorang Carlo kesulitan menghadapi keras kepalamu, apa kau tau itu?" sindir Glen.
"Aku tak meminta dia untuk menghadapiku," jawab Cyrene.
"Berhentilah bersikap kau tak tau sementara kau tau jelas apa yang terlihat jelas didepanmu, Ren!" sambut Glen sedikit kesal.
"Baik,,,baik,,, aku tak akan berlatih apa pun setelah ini. Kau senang?" dengus Cyrene.
"Apa kau bisa menjanjikannya, Ren?"tanya Glen tidak percaya.
"Astaga,,,Glen,,,Tidakkah kau percaya padaku?" Cyrene mengerang.
"Sejauh yang ku tau, kau tak akan melakukan apa yang kau katakan ketika kau tak menjanjikannya," jawab Glen.
"Ohh,,,Begitukah?" tanya Cyrene.
"Ren,,," Glen mengingatkan.
"Baik,,,baik,,, aku janji, oke?" jawab Cyrene sedikit kesal.
"Berkata lah lebih jelas Ren!" sahut Glen dengan seringai kecil tumbuh disudut bibirnya.
"Aku janji tak akan berlatih apa pun setelah ini. Apa kau senang sekarang?" sungut Cyrene kesal.
"Sangat,,," jawab Glen tersenyum.
"Setidaknya hingga hari ini berakhir," tambah Cyrene.
"Dasar keras kepala!" dengus Glen.
Cyrene tertawa mendengar jawaban Glen. Sayangnya dia dalam posisi membelakangi Glen, jadi tidak bisa melihat wajahnya ketika Glen kesal.
"Oke,,,selesai," ucap Glen.
Cyrene pun menaikkan lagi kemejanya dan berbalik menatap Glen.
"Melihatmu benar-benar obat mata terbaik," ungkap Cyrene tersenyum.
Glen menaikkan alisnya.
"Apa yang sedang ingin kau katakan?" tanya Glen.
"Apa yang terlintas dipikiranku," jawab Cyrene mengangkat bahunya.
"Hampir semua waktuku hanya melihat mereka yang bertelanjang dada atau mengenakan kaos ketat mereka dengan keringat membasahi tubuh mereka," papar Cyrene.
"Dan melihatmu yang seperti ini benar-benar berbeda," tambahnya.
"Apa kau sedang merayuku?" tanya Glen menyipitkan mata.
"Apakah itu bekerja?" sahut Cyrene memasang senyum manis.
"Aku tak akan menarik ucapanku untuk memintamu istirahat hanya karena kau berkata manis padaku," ucap Glen.
"Cih,," cibir Cyrene.
"Kembalilah kekamarmu!" perintah Glen.
"Iya,,,Iya,,, aku kekamar sekarang," jawab Cyrene lesu.
Glen tersenyum dengan anggukan kepala.
Dengan lesu, Cyrene beranjak dari duduknya menuju pintu, kemudian menoleh sekali lagi kebelakang.
"Glen,,," panggil Cyrene.
"Apa?" Glen menjawab dan menatap Cyrene heran.
"Yang aku katakan tadi itu benar, bukan untuk merayumu ataupun untuk memintamu menarik ucapanmu. Tapi, aku mengatakannya karena memang begitulah adanya. Malam Glen!" kata Cyrene lalu berbalik dan menutup pintu.
Meninggalkan Glen yang terpaku ditempatnya menatap pintu.
'Menyebalkan,,, dia berkata begitu tanpa peduli dengan aku yang mendengarnya,' rintih hatinya.
Sementara Cyrene berjalan dangan langkah ringan meninggalkan ruangan Glen menuju kamarnya.
. . . . .
. . . . .
To be continued,,,
Sementara Cyrene keluar dari ruang medis dengan langkah ringan tanpa menyadari dibalik pintu Carlo telah berdiri di sana dan mendengar apa yang dia katakan pada Glen. Mendesah pelan, ia pun masuk ke dalam.
"Apakah dia baik-baik saja?" tanya Carlo saat berada di dalam mendapati Glen tengah mencuci tangan setelah membereskan perlengkapan medisnya.
Glen menoleh dan tersenyum menyambut kedatangan Carlo.
Pria berperawakan tinggi dan besar dengan wajah garang serta berkulit coklat. Namun tidak ada yang bisa menyangka, Carlo justru menjadi lunak ketika menghadapi Cyrene.
Perubahan itu terjadi ketika Cyrene telah berada camp ditahun ketiganya.
"Lukanya terbuka lagi. Tidak bisakah kau melarangnya latihan? Hanya sampai jahitannya dilepas, bukan sampai lukanya mengering," ucap Glen.
"Kau tau persis bagaimana dia bukan?" balas Carlo bertanya seraya menjatuhkan tubuhnya disofa.
"Sikap kerasku padanya hanya akan menambah keras kepalanya dan mengambil resiko yang jauh lebih besar dari yang sudah dia dapatkan," Carlo menambahkan.
"Aku masih merasa bersalah membawanya bersamaku dalam misi sebelumnya," ungkap Carlo menangkupkan telapak tangan diwajahnya.
"Itu bukan kesalahanmu Carlo. Kondisi dia saat ini terjadi karena dia menyelamatkanku," ucap Glen.
"Sebenarnya, apa yang membuat dia bertindak seperti itu? Dia begitu mendorong dirinya sendiri melewati batasannya hingga tidak peduli apa yang akan terjadi dengan tubuhnya sendiri," tanya Glen.
"Entahlah," Carlo mengangkat bahunya.
"Mencintai seseorang mungkin," imbuhnya asal.
Glen tertawa, namun dari lubuk hatinya tak bisa menyangkal kemungkinan itu. Bayangan ketika Cyrene menyelamatkannya pun kembali muncul didepannya.
Sebuah pengejaran yang dilakukan Cyrene dan Carlo pada pengedar narkoba yang selalu lolos dari polisi. Dengan jebakan yang disusun Carlo, pengedar narkoba itu termakan umpan yang disiapkan Carlo.
Sayangnya mereka berhasil menarik Glen sebagai sandra mereka ketika Glen membantu korban yang terluka dan membawanya. Aksi saling mengejar pun berlangsung lama mengingat Glen ada bersama mereka.
"Serahkan Glen padaku, akan ku pastikan dia selamat," ucap Cyrene menambah kecepatan mobilnya mengejar mobil yang membawa Glen dengan Earphone terpasang di telinga kirinya.
"Kakak jalankan saja rencana awal, aku akan menggiring mereka," ucap Cyrene lagi.
"Terlalu beresiko Cyrene, kita pikirkan cara lain," jawab Carlo.
"Tidak ada waktu lagi! Di ujung jalan ini memiliki rute terburuk, dan hutan membuat posisi kita dirugikan. Kemungkinan kita kehilangan mereka termasuk Glen jauh lebih besar," sambut Cyrene beralasan.
"Baiklah,,, tapi ingatlah tetap berhati-hati," ujar Carlo mengingatkan.
"Pasti," jawab Cyrene.
Setelah mengatakan itu, Cyrene mengubah arah mobilnya tanpa disadari oleh mereka. Dengan mata yang terus mengawasi mobil yang dikejar untuk mempelajari struktur mobil, Cyrene tersenyum penuh arti.
"Tak sesulit yang ku kira. Mobil ini setidaknya lebih kokoh," gumamnya pelan.
Menambah kecepatan untuk memastikan dia berada jauh didepan mereka, dengan terampil Cyrene memutar mobilnya dan mengarahkan laju mobil kearah mereka, menyambut mereka dengan kecepatan penuh.
Ketika jarak mereka hanya beberapa meter, Cyrene membelokan mobilnya, dan membuat mobil mereka berbelok kearah yang dia rencanakan hingga mobil mereka hilang kendali dan menabrak pohon.
Cyrene berhasil mengejar mobil mereka bergegas turun dan membuka pintu belakang, menarik Glen dari tangan mereka.
Keterkejutan mereka atas apa yang terjadi sedikit memudahkan Cyrene mengamankan Glen dan mendorongnya agar masuk ke mobil miliknya.Tak lama suara bantingan pintu mobil terdengar disertai geraman kekesalan orang yang turun dari belakang kemudi, memberikan tatapan tajam pada Cyrene.
"Kau sudah menggagalkan rencanaku!" geramnya sembari tangannya menunjuk kearah Cyrene.
Semua rekannya keluar dari mobil sambil memegangi kepala mereka.
"Arrgghh,,, kepalaku berdenyut," erangnya.
"Kau cantik, sayang sekali harus mati di tangan kami," ucap salah satu dari mereka dengan tatapan yang berubah buas.
"Kalian harus berusaha jika ingin mewujudkan itu," jawab Cyrene tenang.
"Kau hanya sendiri, jadi jangan terlalu percaya diri atau wajah cantikmu akan rusak," seringai licik salah satu dari mereka muncul.
"Sayangnya dia tidak sendiri," ucap Glen berjalan mendekati Cyrene dengan senyum diwajahnya.
"Mereka bukan lawanmu Glen," bisik Cyrene.
"Aku tak bisa membiarkan kamu menghadapi mereka semua sendiri," balas Glen berbisik.
"Setidaknya aku bisa membantu mengulur waktu sampai Carlo tiba," imbuhnya.
"Baiklah, tapi perlu kuingatkan padamu, mereka itu licik, aku tidak tau apa yang tersembunyi di balik pakaian mereka," ucap Cyrene.
"Aku mengerti," jawab Glen.
Salah satu dari mereka menyerang maju dengan pisau ditangannya, mengarahkannya pada Glen.
Cyrene dengan sigap menangkis tangannya dan menjatuhkan pisau itu, memutar badannya dan mendaratkan pukulan di tengkuk dengan sempurna hingga orang itu terkapar.
"Ceroboh!" cibir Cyrene.
Namun detik berikutnya dahinya mengernyit ketika ia melihat hal tak biasa dari pisau lawannya dan segera mengambilnya.
"Racun,,," desis Cyrene.
"Mereka mengolesi pisau ini dengan racun. Tidak mematikan, tapi melumpuhkan. Hampir seperti obat bius, namun ini memiliki efek lebih buruk," Cyrene berkata pelan pada Glen seraya menyerahkan pisau padanya untuk diamankan.
"Satu goresan saja bisa membuatmu kehilangan kesadaran selama beberapa jam," imbuhnya.
Melihat rekannya dilumpuhkan dengan mudah, mereka berempat serentak menyerang bersama.
Dengan mempercayakan punggung masing-masing, mereka bergerak seirama untuk melumpuhkan lawan mereka. Glen mulai kesulitan menghadapi mereka dan beberapa kali menerima pukulan yang tidak bisa dihindari. Setelah Cyrene mengalahkan lawan didepannya, dia pun bergegas membantu Glen.
Tepat saat Cyrene berniat membantu Glen, ia melihat tak jauh dari punggung Glen ada sebuah batang pohon yang terlihat tajam.
Senyuman licik tergambar jelas diwajah orang yang menyerang Glen, berusaha mendorong mundur Glen dengan memberikan pukulan membabi buta .
Cyrene berlari secepat mungkin. Ia berhasil mencapai Glen ketika tubuhnya terdorong mundur akibat tendangan lawannya. Namun batang pohon itu tak mengenai Glen ketika Cyrene menahan tubuhnya tepat waktu.
"Kau baik-baik saja?" tanya Cyrene.
"Aku tertolong," desah Glen lega
"Seperti dugaanmu, dia kuat," ucap Glen menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya.
"Siapa yang akan menyangka, ternyata ada polisi wanita yang cukup kuat disini," ucapnya penuh amarah.
"Menyerah adalah pilihan terbaikmu saat ini, semua anggotamu telah kami tangkap," ucap Cyrene.
'Akan sulit bagiku untuk mengalahkannya di saat aku baru saja mengalahkan teman-temannya, selain itu fisiknya jelas lebih baik dariku' batin Cyrene.
"Haa,,, anggota yang berada diujung jalan inikah yang kau maksudkan? Maaf saja, itu hanya umpan," gertaknya.
"Menggertak dengan percaya diri adalah hal terkonyol yang belum pernah kulihat," jawab Cyrene tersenyum mengejek.
Pria itu menyeringai licik seraya mengeluarkan sebuah remot kecil saku jaketnya lalu menekannya.
Bersamaan dengan itu, mobil yang mereka gunakan sebelumnya meledak. Mengakibatkan bagian dari badan mobil melayang kearah mereka. Dengan cepat Cyrene mendorong tubuh Glen dan menutupi dengan tubuhnya sendiri ketika bagian dari badan mobil yang terlepas melesat kearah mereka dan menggores punggungnya.
"Ugghh,," Cyrene mengerang pelan menahan sakit.
"Ren,,," Glen berseru panik.
Tak sampai disana, pria tadi melepaskan dua tembakan dari pistolnya setelah berhasil menghindari ledakan dan sukses mengenai punggung Cyrene.
"Ughh.." Cyrene mengerang lagi,
Glen menopang tubuh Cyrene yang mulai melemah. Dengan sisa tenaganya, Cyrene meraih pisau kecil yang terselip dipahanya lalu melemparkannya kearah pria itu.
"Aarrgghh,,," pria itu mengerang saat pisau mendarat dibahunya. Cyrene berbalik dengan senyum dibibirnya sekaligus menahan sakit akibat punggungnya yang terluka.
"Cih,,, jika kau ingin bermain trik untuk kabur dariku, itu tak akan pernah terjadi," ucap Cyrene tersenyum mendekatinya dengan perlahan.
"Apakah kau berpikir dua buah peluru cukup untuk membunuhku?" cibirnya.
"Haah,,, tenang saja, kau tak akan kubiarkan mati," ucapnya seraya berjongkok didepan pria yang tengah meringis kesakitan.
"Pisau ini," ucapnya dengan tangan terulur lalu mencabutnya.
"Arrgghhh,,," pria itu mengerang.
"Hanya kuberi sedikit obat tidur. Jadi, bermimpilah sebentar dan ketika kau bangun, kau akan berhadapan dengan hukum," ucap Cyrene menepuk pipi pria itu yang mulai berangsur-angsur hilang kesadaran.
"Misi selesai," Cyrene berkata pelan saat menatap Glen yang terlihat khawatir.
"Arrgghh,,," erang Cyrene seraya membungkuk dan jatuh berlutut.
"Kenapa kau melakukannya Ren?" tanya Glen membantu Cyrene duduk dan merobek pakaiannya untuk memeriksa lukanya.
"Jika kamu yang terluka, aku tidak akan bisa melakukan apa pun Glen. Dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi," Cyrene berkata lemah.
"Aku juga tak ingin ini terjadi," sahut Glen sedikit panik melihat darah mengalir deras dari punggungnya yang tergores cukup dalam serta dua buah peluru bersarang disana. Terlebih lagi ia tidak membawa perlengkapan medisnya.
"Kalau begitu, kau hanya perlu mengobatiku. Kau dokter terbaik yang pernah ku kenal," jawab Cyrene.
"Ahh,,, kurasa sekarang aman, aku ingin tidur sebentar, kak Carlo datang," desah Cyrene pelan sebelum akhirnya terkulai.
"Renn,,, hei,,, bangun,,," Glen menepuk pipi Cyrene pelan.
"Sadarlah,,, Ren,,, hei,,," Glen mulai panik dan segera mengangkat tubuhnya tepat ketika Carlo datang dan segera membawa Cyrene ke rumah sakit.
"Hei,,, Glen,,, apa kau mendengarku?" tegur Carlo mengibaskan tangan didepan wajah Glen.
"Apa,,,?" tanya Glen.
Carlo mendesah pelan.
"Apa kau mengingat kejadian itu lagi?" tanya Carlo.
"Andai kemampuanku sebaik dirimu, hal itu tidak akan terjadi. Kemampuan ku bahkan hanya setengah dari kemampuan Ren," keluh Glen.
"Jika dia mendengar kau berkata begitu, dia akan menghajarmu," sahut Carlo.
"Aku berharap dia melakukannya," jawab Glen tersenyum pahit.
"Jangan berkata begitu didepannya," saran Carlo mengingatkan.
"Aku hanya ingin tau kondisinya. Jika kau sebegitu khawatirnya, cek saja ke kamarnya, atau ke lapangan," ucap Carlo beranjak dari duduknya meninggalkan Glen.
'Kenapa dia harus dilapangan?' pikirnya heran.
Membayangkan hal yang tidak diinginkan, Glen bergegas pergi untuk memastikan keadaan Cyrene.
'Padahal punggungnya masih terluka, kenapa dia berbaring dengan cara seperti itu? Apakah dia tidak merasakan sakit?" gerutu Glen dalam hati.
Seperti yang di duga Carlo, dia berada di lapangan, berbaring diatas rerumputan dengan mata menatap langit. Satu tangannya berada dibawah kepalanya, dan satu tangan yang lain terangkat diatas wajahnya dengan sebuah kalung yang menggantung ditangannya dengan liontin cincin ukiran 'Renerdo' didalamnya.
Menghembuskan nafas panjang, Cyrene mengingat lagi hari dimana dia bertemu dengan seseorang yang mengisi hatinya. Seseorang yang membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya.
Masa ketika pertama kali bertemu dengannya terputar lagi didepan matanya. Berawal dari kejahilan teman yang menjadi karyawannya membuat janji kencan buta tanpa tau siapa orang itu dan kesepakatan tanpa sepengetahuan Cyrene terjadi begitu saja.
Pada akhirnya Cyrene tak memiliki pilihan lain selain datang ketempat yang dijanjikan, berencana untuk mengatakan semuanya dan meminta maaf.
...%%%%%%%%%...
. . . . .
. . . .
To be continued,,,,
### 7 Tahun yang lalu.....
Sebuah Restoran Asia yang terlihat elegan dan mewah. Cyrene menatap restoran itu dengan tatapan tak percaya. Berulang kali ia memeriksa ponselnya untuk memastikan alamat yang ia terima melalui pesan dengan nama 'Bernardo' tertera di sana.
"Kencan buta menyebalkan!" gerutunya.
"Jika aku sampai salah alamat, ini akan sangat memalukan. Kenapa tempatnya terlewat mewah seperti ini?" imbuhnya.
Dengan langkah berat, ia memasuki Restoran yang disambut dengan ramah oleh seorang pria berjas hitam yang berdiri didepan pintu masuk.
Nafasnya tercekat begitu melihat apa yang ada didalamnya. Beberapa pasangan yang tengah menikmati hidangan mengenakan pakaian mewah mereka. Lilin yang ada disetiap meja memberikan cahaya redup menambah kesan hangat.
Cyrene menunduk melihat pakaian yang ia kenakan, lalu kembali melihat sekeliling. Wajahnya berubah tersenyum masam seolah tengah menahan sakit.
'Tidak mungkin disini kan? Ini terlalu mewah. Bagaimana jika aku salah?' bisik hatinya.
Menggeleng pelan, perlahan Cyrene melangkah mundur berniat pergi meninggalkan tempat itu. Merasa dirinya telah salah tempat jika berada disana. Tanpa memikirkan apa pun lagi, Cyrene segera membalikan badannya.
Tanpa di sadari olehnya, dibelakang Cyrene telah berdiri seorang pria yang hendak masuk. Tepat ketika ia membalikkan badannya, tak bisa dihindari Cyrene menabrak pria itu, ia seolah baru saja membentur dinding keras hingga membuatnya terhuyung kebelakang kehilangan keseimbangan. Namun, sepasang tangan kokohnya bergerak lebih cepat menahan Cyrene, menghindarkan dirinya dari terjatuh.
"Ahh,,,M-Maaf,,,, Maafkan saya, saya tidak sengaja," sesal Cyrene gugup dan segera menegakkan badannya, menunduk malu.
"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya pria itu cemas.
"Saya baik-baik saja, terima kasih. Dan maaf telah menabrak anda," jawab Cyrene seraya mendongak untuk melihat pria yang ditabraknya lalu menunduk lagi.
'Besar sekali, tinggiku bahkan tak mencapai bahunya. Aduhh,,, jika dia marah, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan,' batin Cyrene menelan ludah kala melihat pria yang bertubuh tinggi dan besar berdiri didepannya.
"Cyrene,,,? Apakah aku benar?" tanya pria itu.
Cyrene mengarahkan pandangannya pada pria itu sedikit terkejut karena pria itu mengetahui namanya, tapi pria itu justru tersenyum lembut padanya.
"Iya,,, Benar,,, Anda,,,?" tanya Cyrene mengerutkan kening.
"Aku Bernardo," jawab pria itu mengulurkan tangannya.
"Ahh iya,,," Cyrene menyambut tangannya dengan canggung, menyadari dialah pria yang akan ditemuinya.
'Tangannya kecil sekali. Tubuh kecilnya seolah bisa saja hancur jika aku mengenggamnya terlalu kuat,' batin Bernardo.
"Meja kita ada didalam, ayo kita masuk," ajaknya.
"Ahh iya, baik," jawab Cyrene gugup.
Bernardo berjalan beriringan mengimbangi langkah Cyrene. Begitu tiba dimeja mereka yang terletak dibalkon dengan atap terbuka. Bernardo menarik kursi untuk Cyrene duduk.
"Terma kasih," ucap Cyrene tersenyum.
'Dia tau cara menjadi seorang pria,' batin Cyrene tersenyum kagum.
"Bukan masalah," jawab Bernardo lalu mengitari meja dan menarik kursi lain untuk dirinya sendiri.
"Kau tampak berbeda dari saat kita mengobrol melalui pesan," kata Bernardo tersenyum menatap lekat Cyrene yang duduk di depannya.
"Kau bahkan lebih cantik secara pribadi dibandingkan dengan foto yang kau kirimkan," imbuhnya.
'Kenapa dia terlihat tegang sekali? Apakah dia takut padaku?' batin Bernardo.
"Uhm,,, terima kasih,,,,," ucap Cyrene gugup.
"Sebelum itu, ijinkan saya meminta maaf kepada anda terlebih dahulu," imbuhnya.
"Meminta maaf?" ulang Bernardo dengan kening berkerut.
Cyrene menatap Bernado sekilas, lalu menunduk lagi sembari meremas jari tangannya.
"Itu,,,Uhm,,,,sebenarnya,,,itu,,, bukan saya," ungkap Cyrene meremas tangannya yang mulai berkeringat, tidak berani menatap matanya.
"Bukan kamu?" ulang Bernardo mengerutkan kening.
"Yang mengobrol bersama anda di aplikasi kencan adalah teman saya. Dia menggunakan foto dan nama saya,"
"Saya bahkan tidak tau apa saja yang dia katakan, dia hanya mengatakan telah membuat janji untuk bertemu,"
"Dan saya menemui anda untuk meminta maaf atas namanya juga atas nama saya sendiri," ungkap Cyrene terus menunduk.
"Jadi, kau menyesal menemuiku malam ini?" tanya Bernand.
"Tidak,,, bukan begitu," sanggah Cyrene segera mengangkat wajahnya.
"Emmm itu_,,," kalimat Cyrene terpotong saat pelayan datang menyela.
"Permisi tuan,nona. Apakah anda siap memesan?" tanya pelayan itu ramah,
"Ya,,," jawab Bernardo singkat lalu menerima daftar menu.
"Apa yang ingin kamu makan?" tanya Bernardo.
"Emmm,,,saya,,,"
'Aduh,,,kenapa aku segugup ini? Aku juga sulit sekali bersikap normal,' rutuk hatinya.
Bernardo dengan sabar menunggu apa yang ingin dipesan Cyrene dengan terus menatap lekat wajah cantik di depannya.
"Apakah kau tidak keberatan jika aku yang memesan?" tanya Bernardo seolah melihat kebingungan Cyrene.
"Ya,,,tolong,,," jawab Cyrene cepat dengan senyum canggung.
Bernardo tersenyum dan mulai memilih menu, sementara sang pelayan mencatat pesanan mereka sembari menahan tawanya. Pelayan itu bahkan memperhatikan pakaian yang di kenakan Cyrene serta memberikan senyuman mengejek.
Cyrene menunduk gelisah, samar-samar ia bisa mendengar Bernardo memesan Khao Tom,Pad Thai dan menu lain yang tak dimengerti olehnya.
"Apa kau takut padaku?" tanya Bernardo setelah pelayan pergi.
"Ehh,,, Apa? Tidak!" elak Cyrene tergagap menjawab pertanyaan Bernardo yang tidak diduganya.
Menghembuskan nafas panjang dan mengatur suaranya, Cyrene mulai tersenyum dan berkata pelan.
"Sejujurnya,,, Agak,,, Tapi, mendengar anda bertanya seperti itu sedikit mengangkat perasaan itu," jawab Cyrene.
"Dan lebih kearah gugup alih-alih takut pada anda. Terima kasih sudah bertanya," tambahnya.
"Takut aku akan menyakitimu karena apa yang telah temanmu lakukan?"tanya Bernardo.
"Ehmm,,, Ya,,, Salah satunya. Hal itu akan membuat orang lain berpikir dirinya telah dipermainkan juga di tipu," jawab Cyrene mulai bisa mengontrol suaranya.
"Sejujurnya,,, Aku tidak mempermasalahkan hal itu. Lagi pula jika memang benar itu yang terjadi kita bisa mulai lagi dari awal," sahut Bernardo tenang.
Cyrene tersenyum tulus. Di lubuk hatinya ia merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan Bernardo.
'Siapa yang akan menyangka, pria yang terlihat kuat seperti Bernardo, di dukung dengan badannya yang besar justru memiliki sikap yang selembut ini,' batin Cyrene.
"Jadi,,, Ceritakan tentang dirimu," ucap Bernardo.
"Oh,,, Dan tolong jangan bersikap formal padaku. Aku ingin kamu juga menikmati awal yang nyaman untukmu," tambahnya.
Cyrene tersenyum setuju. Namun sebelum Cyrene membuka suara, pelayan datang lagi membawakan pesanan mereka.
Sesaat Cyrene memperhatikan pelayan yang ada didepannya dan beberapa pelayan wanita yang ada disana. Mereka terlihat cantik dan menawan. Para pengunjung wanita yang berada disana pun sangat cantik dengan balutan pakaian mewah mereka.
Bernardo sendiri mengenakan setelan jas hitam yang elegan. Sementara dirinya hanya mengenakan setelan jens dengan atasan lengan panjang. Tapi, mata Bernardo justru hanya terpaku pada Cyrene.
"Apa yang ingin kamu ketahui?" tanya Cyrene setelah pelayan pergi.
"Semua hal tentangmu," jawab Bernardo menggerakkan satu tangannya.
"Seperti apa yang kamu lakukan setiap hari. Apa saja yang berkaitan denganmu. Setidaknya aku ingin tau beberapa hal dasar tentang dirimu untuk pertemuan kita selanjutnya," jawab Bernardo terus terang.
"Kamu,,, Menginginkan pertemuan kedua?" tanya Cyrene dengan mata melebar.
"Tentu saja! Dan jujur saja, aku sangat ingin hal itu terjadi. Tapi, itu akan terjadi hanya jika kamu setuju," jawab Bernardo.
"Aku mengerti," jawab Cyrene.
"Aku seorang barista di cafe yang ada dipusat kota," ucap Cyrene memulai.
"Itu mengesankan, memperlihatkan bahwa kamu menyukai seni," komentar Bernardo.
"Benarkah? Aku tak pernah berpikir demikian," jawab Cyrene.
"Tentu saja, bukankah kesenian juga diperlukan?" tanya Bernardo tersenyum.
"Kurasa begitu, lalu bagaimana denganmu?" tanya Cyrene.
"Pekerjaanku berhubungan dengan mobil," jawab Bernardo.
"Makanlah dulu, rasa makanannya akan berkurang ketika dingin," ucap Bernardo.
Sikap lembut Bernardo pada Cyrene mau tak mau menimbulkan rasa nyaman dan aman pada Cyrene. Rasa canggung yang semula memenuhi hatinya telah menguap begitu saja. Bernardo bahkan tak segan menatap tajam pada orang yang mentertawakan Cyrene.
Mereka mengurangi obrolan mereka ketika menikmati hidangan yang ada didepan mereka.
"Apakah kamu buru-buru pulang setelah ini?" tanya Bernardo.
"Tidak, aku tidak memiliki jadwal lain setelah ini, jadi aku bebas," jawab Cyrene.
"Mengapa kamu bertanya?" imbuhnya bertanya.
"Apakah kamu keberatan jika kita jalan-jalan sebentar?" tanya Bernardo.
"Dengan senang hati," jawab Cyrene dengan senyum dibibirnya.
Tersenyum senang, Bernardo meletakkan beberapa lembar uang dimeja, lalu meraih tangan Cyrene dan bergegas meninggalkan meja tanpa banyak bicara.
"Tunggulah disini sebentar," kata Bernardo ketika mereka berada diluar restoran dan berdiri dipinggir jalan.
"Aku memarkirkan mobilku disana," ucapnya sembari menunjuk sebuah tempat yang berjarak beberapa meter dari restoran.
"Kenapa kau memarkirkan mobil sejauh itu?" tanya Cyrene heran.
"Akan ku jawab nanti," jawab Bernardo, lalu pergi meninggalkan Cyrene begitu saja.
"Ehh,, Tunggu,, ,Bernardo,,," panggil Cyrene namun Bernardo hanya melambai, dan memberi isyarat untuk menunggu.
Ketika Bernardo tak terlihat lagi dari pandangannya, Cyrene merasakan bahunya ditepuk oleh seseorang.
"Iya,,,? Maaf, apakah ada masalah?" tanya Cyrene ketika berbalik dan mendapati tiga pria didepannya.
"Apakah kamu sendirian cantik?" tanya salah satu pria.
Cyrene terkejut dengan pria yang bertanya tiba-tiba menarik tangannya. Perasaan panik merayap dihatinya.
"Tolong lepaskan tangan saya!" pinta Cyrene berusaha menenangkan diri dan menarik tangannya.
"Ayolah,,, Kami bisa menemanimu. Apakah kau ditinggalkan kekasihmu?" tanya pria lain dengan seringai lebar di wajahnya.
"Saya bersama pasangan saya, jadi tolong lepaskan tangan saya," jawab Cyrene.
"Jangan menggertak seperti itu, itu tidak akan berguna," ujarnya memperkuat cengkraman tangannya.
"Hei,,, Lepaskan!" bentak Cyrene.
"Jangan marah, aku akan mengajakmu bersenang-senang," ucapnya lagi seraya menarik paksa Cyrene agar mengikuti mereka.
"Lepaskan atau aku akan teriak," ancam Cyrene meski dalam hatinya ia ragu itu akan berguna.
"Apa kau yakin?" tanya pria satunya lagi yang entah sejak kapan telah berdiri dibelakang Cyrene dan menempelkan sebilah pisau dilehernya.
Seketika tubuhnya membeku saat merasakan sentuhan dingin dari logam menempel dilehernya.
Kepanikan bertambah saat Cyrene melirik kearah restoran tadi dan petugas keamanan tak terlihat disana.
'Apa yang harus kulakukan?' ratapnya dalam hati.
. . . . .
. . . .
To be continued,,,,,
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!