Istri Sah Tapi Yang Kedua
Istri Sah, Tapi Yang Kedua (1)
" Papa. Pa.pa.," panggil Zea sambil mengangkat kedua tangannya.
Balita berusia satu tahun itu terus meronta dari dekapan sang ibu dan ingin beralih pada laki-laki yang duduk di sofa lain yang ada di hadapannya.
" Sayang, itu bukan Papa. Itu Om Haikal," Jelas Azrina pada sang buah hati. Entah ke yang berapa kalinya.
" Papa. papa. Hiks...." balita satu tahun itu terus merengek. Karena menurutnya laki-laki itu adalah ayahnya.
" Tidak, apa-apa. Berikan padaku," pinta Haikal mengambil alih Zea dari tangan Azrina.
Azrina hanya mematung melihat betapa bahagianya Zea di gendongan Haikal.
Ada rasa nyeri dalam hatinya saat melihat Anaknya memanggil Haikal dengan sebutan Papa.
Nak, papamu sudah meninggal. Seandainya kamu sudah mengerti. Batin Azrina.
Zea Shaqueena atau yang biasa di panggil Zea itu harus menjadi yatim di usianya yang saat itu baru enam bulan.
Kecelakaan telah merenggut nyawa sang ayah, Haidar Sami Fadil. Namun, karena ia selalu melihat wajah sang ayah pada Om nya, ia selalu berfikir itulah ayahnya.
Ya, Haikal Sami Fadil, itulah nama laki-laki yang kini sedang memangku Zea. Dia adalah saudara kembar dari Haidar. Mereka yang kembar identik membuat Zea selalu salah mengenali.
" Rin, ayo nikah saja sama Mas Haikal. Zea butuh sosok ayah yang bisa menemaninya siang dan malam. Sementara kamu sendiri tahu ada batasan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram kan?," Umi mengingatkan Azrina.
Azrina masih dilema. Ia selalu yakin mampu membesarkan anaknya sendiri. Namun, di saat seperti ini, saat sang anak sakit dan hanya ingin bersama laki-laki yang ia yakini sebagai ayahnya, Azrina merasa ia tak mampu menjalani ini seorang diri.
"Iya, nak. Bunda juga berharap kamu mau menikah dengan Mas Haikal. Demi Zea," ibu mertua menambahkan.
Orang tua dan kedua mertuanya selalu memintanya untuk menikah dengan saudara kembar dari ayahnya Zea dengan alasan Zea. Sejak masa iddahnya habis.
Mereka ingin Azrina turun ranjang. Ini tidak mudah bagi Azrina. Apalagi wajah keduanya hampir sama hanya rambutnya yang membedakan. Bagaimana kalau Azrina malah menganggap Haikal sebagai Haidar? Itu yang ia takutkan.
" Rin, Zea nya di tidurkan dimana?," tanya Haikal membuyarkan lamunan Azrina.
Haikal tahu sebenarnya Zea masih tidur dengan Mamanya. Tapi, ia masih tahu sopan santun untuk tidak seenaknya masuk ke kamar Azrina sekalipun hanya untuk menidurkan keponakannya.
" Di kamar aku mas." Azrina mengantarkan Haikal ke kamarnya di lantai dua.
Ia ingin mengambil alih Zea dan menidurkannya sendiri. Namun, Zea akan terbangun dan menangis. Seperti sebelumnya.
Akhirnya ia terpaksa mengizinkan Haikal masuk ke dalam kamarnya sekaligus kamar mantan suaminya.
Azrina mengantar sampai pintu. Ia tidak masuk ke dalam kamar, tak ingin berada satu ruangan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya.
Bisa ia lihat betapa lembutnya Haikal memperlakukan Zea. Pelan-pelan,di tidurkan ya Zea di atas kasur agar tidurnya tidak terganggu. Namun, nyatanya gagal. Zea bangun lagi dan tak ingin ditinggalkan.
Haikal melihat ke arah Azrina.
" Kalau mas tidak keberatan,.."
" Tidak. Aku tidak keberatan. Tapi, kamu..," Haikal seolah tahu apa yang akan di ucapkan Azrina.
" Aku bisa tidur di kamar tamu,"
Sungguh lucu interaksi keduanya. Tanpa menjelaskan ucapannya satu sama lain seolah mengerti.
" Maaf" ucap Haikal karena kehadirannya disana membuat Azrina harus tidur di kamar lain.
" Aku yang seharusnya meminta maaf karena merepotkan mas Haikal," Azrina merasa tak enak hati karena selalu merepotkan Haikal setiap sang anak sakit.
" Tidak apa-apa. Dia juga keponakanku."
Azrina pamit, ia segera pergi ke kamar tamu yang ada di bawah.
Ternyata kedua orangtuanya dan kedua mertuanya masih ada di sana.
" Rin, bagaimana?," tanya ayah mertuanya. Iapun ikut mendukung jika Azrina menikah dengan Haikal. Artinya ia tidak akan kehilangan menantu impiannya.
Azrina melangkahkan kakinya mendekati mereka. Ia pun duduk sebelum memberikan jawaban. Tak baik rasanya berbicara sambil berdiri.
Azrina mende_sah. " Jika Mas Haikal belum punya kekasih, dan mas Haikal bersedia tanpa paksaan, aku bersedia. Demi Zea," akhirnya, Azrina memutuskan untuk menyetujui saran mereka.
Namun, tentunya dengan syarat.
" Baik, kami akan membicarakan ini dengan Haikal," ayah mertua terlihat senang.
Setelah bercengkrama sebentar, mereka masuk ke dalam kamar masing-masing. Saat ini mereka sedang menginap di rumah Azrina yang merupakan rumah pemberian almarhum Haidar.
Rumah itu adalah rumah yang di hadiahkan oleh Haidar sebagai hadiah pernikahan mereka. Yang artinya, sudah hak milik Azrina.
...******...
Setelah Zea dirasa jauh lebih baik, Haikal dan kedua orang tuanya kembali pulang ke rumah mereka. Begitupun kedua orang tua Azrina.
" Mas, soal permintaan bunda untuk menikahi Rina, bagaimana?," tanya Bunda Nanda.
Bunda selalu memanggil Haikal dengan sebutan 'mas' sekalipun hanya ada mereka berdua.
Haikal yang yang sedang melihat ponselnya akhirnya meletakkan ponsel itu ke sakunya dan memiringkan tubuhnya melihat ke arah bundanya yang duduk di sofa yang sama.
" Bunda masih berharap aku menikahi Rina?,"
" Rina sudah setuju untuk menikah denganmu,"
" Benarkah?,"
" Tentu saja."
" Semudah itu?,"
" Apanya yang mudah. Bunda menunggu berbulan-bulan sampai dia bersedia menikah denganmu," Bunda berdecak kesal melihat Haikal menganggap mudah meminta Azrina menerima sarannya.
Haikal hanya nyengir. Ia lupa jika permintaan ini datang bahkan saat tanah kuburan sang kakak belum kering.
Kedua keluarga khawatir dengan kondisi Zea jika tumbuh tanpa keberadaan sosok ayah.
" Tapi, Rina memberi syarat," Bunda memanggil nama kesayangan sang menantu.
" Syarat?,"
" Ya, syarat. Katanya, selama kamu tidak memiliki kekasih dan kamu bersedia menikahinya tanpa terpaksa,"
Haikal diam. Ia berpikir keras tentang sesuatu.
" Bagaimana, mas?," tanya Bunda tak sabar karena Haikal tidak langsung menjawab.
" Apa kamu punya kekasih?,"
" Tidak,"
" Lalu kenapa kamu diam? Kalau kamu merasa terpaksa, jangan. Bunda tidak ingin Rina kecewa,"
" Baiklah. Aku setuju. Aku juga tidak tega saat keponakanku yang cantik itu selalu sedih setiap aku pergi dan tidak bisa tidur denganku" jelas Haikal membuat alasan yang tidak sepenuhnya benar.
" Alhamdulillah," Seru Bunda Nanda senang.
Akhirnya, pernikahan itu terjadi dua Minggu setelah Haikal setuju untuk menikah dengan Azrina.
Tanpa ada pesta pernikahan yang megah, pernikahan itu berjalan dengan lebih khidmat. Hanya tetangga dan kerabat dekat saja yang hadir di acara yang istimewa itu.
Haikal tak masalah saat ia harus menikahi Azrina tanpa adanya resepsi.Ia mencoba menghargai keinginan wanita yang kini sudah sah jadi istrinya itu.
Lagipula dia tidak suka berdiri lama di depan banyak orang. Jadi, tidak adanya resepsi pernikahan membuatnya terhindar dari di panjangnya ia di pelaminan.
" Ayo istirahat," ajak Haikal pada Azrina yang hanya mengangguk dan mengikuti langkah suaminya ke salah satu kamar yang ada di lantai dua.
" Kesini, Mas" ajak Azrina pada suaminya saat Haikal akan masuk ke kamar ia dan Haidar dulu.
Ya, Azrina mengajak Haikal masuk ke kamar sebelahnya yang awalnya akan ia jadikan kamar Zea. Bukan kamar Azrina dan Haidar.
Ceklek
Haikal terkejut saat kamar yang ia masuki sudah berubah penataannya.
Setahunya, kamar itu awalnya masih kamar kosong walaupun sudah ada kasur disana.
" Ini jadi kamar kita. Kalau mas tidak keberatan," jelas Azrina.
" Tentu, jika di rumah ini, ini kamar kita." Haikal sejujurnya merasa terharu karena Azrina memikirkan itu.
Ia awalnya khawatir jika mereka akan menempatkan kamar yang dulunya di pakai oleh adik kembarnya.
" Kalau aku mengajak pindah, bagaimana?,"
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Erry Zaidah Luthfiyah
nyimak
2024-05-04
1
Neulis Saja
baru menyimak
2024-04-22
0
Aisyah farhana
ini turun ranjang atau naik ranjang yahh
2024-02-21
1