Istri Sah Tapi Yang Kedua (6)
Sarapan pagi ini berjaalan seperti biasa. Semalam masalah yang mengganjal sudah di selesaikan.
Haikal bersyukur Azrina masih mau berada di sampingnya. Entah apa jadinya jika Azrina meminta cerai.
Tidak, aku tidak ingin itu terjadi. Tapi, apa yang harus aku lakukan agar kamu tetap di sisiku? Batin Haikal yang malah menatap sang istri yang sedang menyuapi Zea.
Walaupun Azrina kini masih mau menemaninya, entah esok lusa apakah Azrina akan tetap pada pendiriannya atau tidak.
Apalagi saat anak yang Dinda kandung jelas adalah anaknya. Bisa-bisa ia akan menyandang gelar duda.
Oh, maaf ralat. tidak akan jadi duda jika hubungan dengan Dinda berlanjut.
Kalau saja ada anak di antara kita?
Haikal tiba-tiba memiliki ide untuk menahan istrinya agar mau bertahan dengan dirinya.
Bukankah mereka menikah pun demi Zea? Tidak menutup kemungkinan jika Azrina akan tetap bertahan jika saja Haikal bisa membuat Azrina mengandung anaknya.
Namun, rasa bahagia itu kembali surut saat ia ingat istrinya mengkonsumsi pil KB. Tapi, itu hanya sekejap. Wajahnya kembali berseri saat ia mendapatkan ide cemerlang.
Maaf kalau mas melakukan ini, sayang. Mas tidak mau kamu pergi dari kehidupan mas.
Sebuah ide tercetus di pikirannya. Jika nanti sang istri marah, ia harap ia masih bisa menenangkannya.
" Mas, makanannya tidak enak?," tanya Azrina saat melihat piring suaminya belum berkurang sedikitpun isinya.
" Enak kok,. Masakanmu selalu cocok di lidah mas." jawab Haikal yang terbangun dari lamunannya.
" Ya sudah, kalau begitu habiskan."
" Iya, sayang,"
Mereka kembali fokus sarapan.
...******...
Saat makan siang, Haikal mendapatkan telpon dari Dinda bahwa ia harus melakukan pemeriksaan pada kehamilannya.
Haikal terdiam saat mengingat obrolan dengan istrinya semalam.
Periksa kandungan Dia pada dokter dan rumah sakit yang berbeda. Tapi, jangan buat dia curiga.
Pesan Sang istri saat Haikal mengatakan akan segera melakukan Tes DNA pada janin yang di kandung Dinda.
Haikal mengatakan ia malas mendengar nama Dinda. Jadi, Azrina dilarang menyebut namanya.
" Baik. Nanti setelah aku pulang kerja aku akan menjemputmu," jawab Haikal singkat dan langsung menutup telponnya setelah merasa tidak ada yang harus ia jelaskan.
" Ismi, kamu masih bekerja di rumah sakit itu kan?," tanya Haikal pada salah seorang kenalannya yang berprofesi sebagai dokter obgyn.
" Iya, kenapa?,'
" Kamu Hari ini ada di sana? Aku ingin mengantarkan seseorang untuk memeriksakan kandungannya,"
" Istrimu?,"
" Sebenarnya..." Haikal menceritakan apa yang terjadi padanya. Tentang Dinda juga tentang kecurigaannya.
" Kamu bisa bantu aku kan?,'
" Rina tahu?,'
" Aku sudah mengatakan padanya semuanya. Tak ada yang aku tutupi darinya."
" Baiklah. Tapi, nanti kamu pura-pura tidak mengenaliku ya,"
" Kenapa?,"
" Ck, begitu saja tidak mengerti. Kalau dia memang sudah merencanakannya, dia akan tambah waspada saat tahu kita saling mengenal."
" Ah, benar juga,"
" Jadi, itu saja?,"
" Oh iya satu lagi."
"Apa?,"
" Tolong rekomendasikan aku vitamin yang warna bentuk dan rasanya sama dengan pil KB yang nanti aku kirimkan gambar dan komposisinya."
" Apa lagi rencanamu?,"
" Hanya ingin mengikat Azrina untuk tetap terikat denganku. Aku tak ingin kehilangannya,"
" Dengan cara licik?,"
" Aku hanya berusaha. Apa salahnya?. Lagipula aku melakukan ini pada istriku sendiri,'
" Kau yakin Rina tidak akan marah?,"
" Tidak tahu sebelum mencoba. Nanti kita bisa lihat ekspresinya,"
" Ck..."
" Lakukan saja. Marah atau tidaknya, itu urusanku."
" Hmm, aku akan mencarinya,"
Sambungan pun di tutup.
...******...
" Kita mau kemana?," Tanya Dinda karena jalur yang di lalui mobil Haikal tidak sesuai dengan tujuan mereka.
" Periksa kandunganmu, " jawab Haikal tanpa ekspresi.
" Tapi, klinik tempat aku periksa ke arah sana," jelas Dinda sambil menunjuk ke arah belakang dimana satu belokan yang biasanya mereka lewati sudah terlewat.
" Kita tidak akan periksa kesana. Kita akan periksa ke rumah sakit."
Deg
Jantung Dinda tiba-tiba berdetak kencang.
" Kenapa?,"
" Ada tempat yang harus ku datangi. Jadi, aku memilih untuk periksa ke rumah sakit saja untuk pemeriksaan kali ini," jelas Haikal tetap fokus pada jalanan di depannya.
Padahal, dari ekor matanya ia bisa melihat Dinda tampak cemas.
" Kamu kenapa?," tanya Haikal melihat Dinda yang hanya diam.
" Apa tidak sebaiknya kita periksa di tempat biasa, mas?. Dokter di klinik sudah tahu kondisiku dengan baik," kilah Dinda.
Haikal hanya tertawa dalam hati. Ia bisa melihat dari gerak-gerik Dinda bahwa ada yang ia sembunyikan.
" Tidak apa-apa. Lagipula dokter di rumah sakit jauh lebih bagus bukan?," jawab Haikal mengira-ngira saja.
Ia tidak bermaksud untuk merendahkan kemampuan dokter di klinik. Hanya saja ini upaya untuk membuat Dinda tidak curiga.
" Apa ada yang kamu sembunyikan?,"
" Ah tidak, mas. Tidak ada yang aku sembunyikan." jawab Dinda.
Haikal pun kembali fokus pada jalan . Sementara Dinda berpikir keras apa yang harus ia lakukan. Ia tidak boleh membuat Rencananya gagal.
Akhirnya sampailah mereka dia sebuah rumah sakit ternama.
Deg
Apa aku bisa mengelabui mas Haikal? Batin Dinda.
Sementara Haikal tak peduli pada keterdiaman Dinda. Ia bahkan tak peduli saat Dinda dengan sudah payah mengikuti langkah kakinya yang panjang.
Bertolak belakang dengan sikapnya pada Azrina. Dia pasti menyamai langkahnya dengan sang istri.
" Aku sudah mendaftar, bersyukur antriannya tidak panjang.," Haikal memberikan kertas berisi nomor antrian pada Dinda.
" Kenapa ini di berikan padaku, Mas?," Dinda mengerutkan keningnya.
" Aku ingin ke toilet dulu. Kamu disini tunggu. Aku khawatir nomor antrianmu di panggil," jelas Haikal. " Kalau sudah di panggil dan aku belum datang, hubungi saja aku secepatnya "
Dinda mengangguk. Ia melihat suaminya berjalan menjauh dan berbelok ke arah kanan sesuai petunjuk Dimana toilet berada.
Hingga akhirnya nomor antrian Dinda di sebut. Namun, Dinda tidak langsung menghubungi sang suami. Ia memilih masuk ke dalam ruang pemeriksaan seorang diri.
" Ibu hanya sendiri?," tanya Dokter yang akan memeriksa Dinda.
" Saya bersama suami saya. Dia sedang ada ke toilet dulu,"
" Oh, baiklah,"
" Dokter, apa saya boleh meminta tolong?," tanya Dinda hati-hati.
Ini memang cukup beresiko. Namun,tidak ada cara lain yang bisa ia lakukan. Rencananya berjalan lancar sejauh ini Jangan sampai semua gagal total.
" Minta tolong apa?," tanya dokter ismi.
" Itu...." Dinda menjelaskan permintaan tolong ya ia maksud.
Setelah menjelaskan permintaannya dan juga alasannya, Dinda pun memberikan sejumlah uang tutup mulut.
Dirasa rencananya akan tetap aman, Dinda segera menghubungi Haikal bahwa ia sudah mdi panggil ke ruang pemeriksaan.
Haikal yang saat itu sebenarnya hanya duduk di kursi tunggu ya jaraknya jauh dari poli obgyn, langsung beranjak dari duduknya dan melangkahkan kakinya ke ruang pemeriksaan.
" Saya suaminya, dok. Maaf membuat dokter menunggu. Saya ingin melihat anak saya di layar monitor," ucap Haikal menahan rasa muak karena menyebut anak saya. Padahal, ia yakin seratus persen bahwa itu bukan anaknya.
" Tidak apa-apa. Silahkan duduk, Pak,"
Dinda mulai berbaring di atas ranjang dan mulai melakukan pemeriksaan.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Neulis Saja
tak kejahatan yg abadi dan tak ada kejahatan yg tdk bisa diketahui walau lambat tapi waktu tak pernah berkhianat utk bercerita bahwa di satu waktu ada kejahatan, ada ketidak jujuran maka disitulah semuanya akan terungkap hopefully 🙏
2024-04-22
3
YuWie
dokter kliniknya datengin aja..suruh ngaku tuh haikal
2024-02-21
0
Hanipah Fitri
licik juga nih si Dinda
2024-02-19
0