Istri Sah Tapi Yang Kedua (15)
Mobil yang dikendarai Haikal melaju membelah jalanan.
" Ayo kita cari tempat makan," ajak Dinda antusias yang hanya dijawab deheman saja oleh Haikal.
Haikal memikirkan tempat yang tidak terlalu banyak orang. Ia tidak ingin keberadaannya diketahui oleh orang yang mengenalinya.
Akhirnya ia mengajak Dinda ke tempat yang agak jauh. Haikal pun masuk ke sebuah kafe yang cukup jauh dari kota.
Kafe yang sangat nyaman karena bernuansa alam. Cukup sepi karena bukan hari weekend.
Haikal langsung keluar saat mobil sudah ia parkirkan. Sementara Dinda berharap Haikal akan bersikap romantis seperti tokoh utama pria di sebuah drama yang membukakan pintu mobilnya untuk tokoh utama wanita.
Namun, kenyataannya tidak sesuai harapan. Haikal malah meninggalkannya di dalam mobil. Ia jutru sedikit menjauh untuk menelpon.
Merasa Haikal tidak akan melakukan apa yang ia bayangkan, Dinda membuka sabuk pengamannya dan langsung keluar mobil dengan kesal.
" Ayo masuk," Haikal langsung mengajak Dinda ke dalam setelah memastikan mobilnya aman.
Ia pun langsung di arahkan ke tempat yang lebih privat.
Dinda merasa senang. Ia pikir Haikal sedang ingin berdua saja dengannya sehingga memilih tempat private. Namun, Haikal punya pemikiran sendiri.
" Pilih menu makanan yang kamu mau." ucap Haikal datar saat pelayan datang membawa buku menu.
" Capuccino satu,"
Pelayan pun mencatat pesanan Haikal.
Haikal sendiri hanya memesan minuman saja. Ia tidak berniat untuk menemani Dinda makan.
" Mas tidak makan?," Dinda mengerutkan keningnya saat melihat Haikal hanya memesan minuman.
" Tidak. Kamu saja,"
" Tapi,.." Dinda ingin ditemani makan juga.
" Cepat pesan. Aku tidak punya banyak waktu," ucap Haikal tak ingin ada bantahan.
Ia hanya menemani makan. Sesuai keinginan Dinda yang mengatasnamakan janinnya.
Dinda kesal namun, ia tak ingin terlihat buruk oleh pelayan yang sedang melayani mereka.
Akhirnya, Dinda menyebutkan pesanannya dan pelayan segera keluar.
" Apa mas sudah punya janji?,"
" Ya,"
" Dengan istri pertama, mas?,"
" Hmm,"
Haikal membiarkan Dinda dengan pemikirannya. Ia tak berniat meluruskan.
Kalau bukan karena menunggu hasil tes DNA, ia akan menolak menemani Dinda.
" Tidak bisakah mas berlaku adil?,"
Haikal mengerutkan keningnya.
" Mas tak pernah menghabiskan waktu dengan kami. Mas sibuk dengan mereka saja. Harusnya mas ingat kalau aku juga istri Mas Haikal," Dinda mulai menuntut keadilan.
" sampai aku benar-benar yakin dia anak biologis ku," jawab Haikal santai.
Deg
" Mas berniat melakukan tes DNA?,"
Kalau bukan karena paksaan, pernikahan ini tidak akan terjadi. Kalau bukan karena ia tahu semua karena jebakan, Haikal tidak akan bersikap seperti ini.
Ia sadar, ia tak adil. Namun, ia memang akui takkan pernah bisa adil.
" Tentu. Aku saja sampai detik ini tak pernah ingat apa yang sudah pernah aku lakukan. Tidak ada sedikitpun gambaran walaupun hanya samar-samar.
Yang aku ingat hanyalah mataku tiba-tiba mengantuk setelah minum jus.
Lalu, semua seperti yang orang-orang lihat Aku juga aneh karena mulut dan pakaian bau minuman, padahal jelas-jelas aku tak minum setetes pun minuman har@m itu,"
Glek
Dinda merasa kerongkongannya kering. Ternyata benar dugaan Dewa,Haikal tetap curiga dan berniat melakukan tes DNA.
Hingga pembicaraan mereka terhenti karena pelayan mengantarkan pesanan mereka.
Haikal menikmati kopi miliknya dengan fokus pada layar ponselnya.
Sementara Dinda pun makan dengan hati yang menggerutu. Bukan seperti ini rencananya.
Akhirnya acara makan pun selesai dengan cepat. Mood Dinda sudah memburuk.
" Mas, kenapa mas tidak percaya dengan apa yang aku ceritakan tentang malam itu?," tanya Dinda pada Haikal yang masih fokus pada jalan di depannya.
" Karena aku tak pernah mengenalmu sebelumnya. Lagipula aku merasakan banyak kejanggalan." jawab Haikal tenang.
Berbeda dengan Dinda yang sudah ketar-ketir.
" Kalau apa yang ka.u ceritakan adalah kejadian yang sebenarnya. Kamu tidak usah khawatir."
Dinda meremas ujung dress yang ia pakai.
" Tapi, kalau aku bisa membuktikan bahwa ini anak kandungmu, apa kamu mau berjanji untuk menikahiku secara sah. Bukan hanya di bawah tangan?,"
Dinda memberanikan diri melihat ke samping.
" Ya. Kalau anak itu benar anakku, aku akan bertanggung jawab atasnya."
" Aku hanya ingin statusku jelas,"
Haikal tak mengatakan apapun. Ia hanya berharap dan berdoa agar tes itu tidak diketahui siapapun.
Biarlah Dinda berpikir bahwa ia akan melakukan tes itu setelah anak itu lahir.
...*****...
" Apa tidak apa-apa menitipkan Zsa pada Bunda," tanya Azrina yang baru saja masuk ke dalam mobil.
Zea sudah nyenyak tidur. Namun, tak mungkin juga membawa Zea keluar. Akhirnya, Zea di titipkan pada orang tua Haikal.
" Tidak. Lagipula kita akan lama kan? Kalau di bawa justru kasihan." timpal haikal mulai menyalakan mesin mobilnya.
" Baiklah," Azrina pasrah.
Mobil pun melaju ke arah sebuah supermarket.
Sesampainya di sana, Haikal dan Azrina membawa masing-masing satu troli. Keduanya akan membelikan juga kebutuhan untuk Dinda.
Haikal hanya mengikuti sang istri kemana pun sang istri berjalan.
Troli belanjaan untuk Dinda pun, Azrina yang mengambilnya. Ia hanya bertugas mendorong rodanya.
Azrina yang sudah berpengalaman, membelikan susu ibu hamil.juga buah-buahan. Tidak lupa kebutuhan dapur dan aneka cemilan yang bagus untuk ibu hamil.
" Masih banyak tidak yang harus di beli?,"
" Hanya tinggal diapers untuk Zea. Letaknya ada di depan sana. Dekat kasir,"
" Ya sudah ayo kesana,"
Mereka pun langsung membayar belanjaannya. Belanjaannya sudah terpisah dari awal sehingga tidak perlu di pisahkan lagi nantinya.
" Kita makan di luar?," tanya Haikal saat mulai menyalakan mesin mobilnya.
Ia awalnya berencana untuk makan di luar sekalian belanja.
Namun, entahlah mereka akan tetap pada rencana semula atau tidak.
" Kita beli saja dan makan di rumah ya? Aku ingat Zea terus mas.". Haikal mengangguk.
Ia memberhentikan mobilnya di penjual sate.
...******...
Keesokan harinya, Haikal mampir ke kontrakan Dinda sebelum pergi ke kantor. Ia akan memberikan belanjaan semalam.
" Terimakasih, Mas." Ucap Dinda senang.
" Hmm,"
Haikal pun langsung memberikan amplop berisi uang nafkah.
" Mas, bisakah untuk kedepannya kita belanja bersama?," pinta Dinda ia ingin mencoba menarik perhatian Haikal sambil memikirkan rencana tes DNA nanti.
Karena ia sadar, butuh kekuasaan dan uang jika ingin memanipulasi hasilnya.
" Kamu tak perlu repot-repot. Belanja membutuhkan tenaga. Sedangkan kamu sedang hamil. Jangan sampai kenapa-kenapa," Kilah Haikal padahal ia tidak mau semakin banyak waktu yang ia habiskan dengan Dinda.
Dinda hanya tersenyum berpikir Haikal perhatian padanya.
" Mas tidak mampir dulu?,"
" Aku hampir terlambat,"
Dinda mengangguk dan langsung mencium tangan Haikal.
" Assalamu'alaikum,"
" Wa'alaikumsalam,"
Haikal kembali ke arah mobilnya di parkirkan.
Cekrek... Cekrek
Kebersamaan keduanya tak luput dari kamera seseorang.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Neulis Saja
haduuuh yg ingin merebut azrina dari haikal ada aja ulahnya
2024-04-22
1
YuWie
mampis kamu haikàl..tinggal gani di datangkan aja..pake di ulur2
2024-02-21
0
kaylla salsabella
pasti anak buat si bos
2024-02-13
0