Breathless Dawn

Breathless Dawn

Prolog

“Saya memahami urgensi Anda untuk melawan HIV, Dr. Karim, tetapi kita tidak boleh mengabaikan kemungkinan efek samping yang belum kita teliti sepenuhnya dari obat Harmonix.”

“Profesor Ansan, bukankah kita sudah mengakui bahwa obat Harmonix telah melewati serangkaian pengujian ketat dan telah terbukti aman dalam uji coba secara klinis? Para ilmuwan juga tidak mungkin melakukan kesalahan apapun setelah menggunakan teknik modifikasi genetik untuk memasukkan gen-gen tersebut ke dalam genom Noctiflora Mortalis. Jutaan nyawa bergantung pada obat ini. Kita tidak bisa menunda lagi.”

Profesor Ansan menyapu tangannya di udara, menghalau asap putih yang mengepul dari mulutnya. “Begini,” katanya saat menurunkan kacamata. “Saya mengakui manfaat yang dapat diberikan tanaman ini, saya juga tidak meragukan kinerja ilmuwan yang kita miliki, tetapi sebagai peneliti, tugas kita adalah untuk mempertimbangkan semua kemungkinan. Kita harus memastikan bahwa obat ini aman dalam jangka panjang.”

“Sudah hampir 60 juta orang yang hidup dengan HIV dan 7 juta dari mereka telah meninggal. Apakah Anda tidak merasa khawatir sedikit pun, Profesor Ansan?"

Nada tinggi saat mereka berbicara telah mengundang banyak perhatian dari orang-orang di kafe, bahkan pengunjung bandara yang melintas.

“Dr. Karim, apa Anda berpikir jika selama ini saya bekerja dengan mata tertutup?”

Dr. Karim tertegun sejenak, menarik napas dalam-dalam. “Maaf Profesor, bukan itu maksud sa–”

“BioNoct tidak sekedar membuat Harmonix. Semua keputusan akhir tetap di pegang oleh pembuat obat, bukan pemerintah pusat dan bukan juga organisasi kesehatan internasional."

“Ta-tapi Prof—”

Ucapannya lantas terpotong oleh kerasnya speaker publik bandara. Tentu ini bukanlah akhir yang Dr. Karim harapkan. 

Dr. Karim hanya dapat mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat saat Profesor Ansan mulai membereskan barang bawaannya.

“Jadi… Anda akan tetap menunda vaksinasi global yang akan kita laksanakan?” tanya Dr. Karim, memastikan.

Lawan bicaranya itu mengangguk, memadamkan rokoknya ke sebuah asbak, lalu berdiri. “Terimakasih untuk kopinya, Dr. Karim. Senang bertemu dengan Anda.”

Saat hendak pergi, Profesor Ansan sedikit terkejut melihat Dr. Karim menyodorkan sebuah amplop.

“Ini pesan dari Profesor Leonardo.”

Profesor dengan brewok serba putih itu mengernyitkan kening. “Kenapa tidak menghubungiku langsung saja?” katanya, menatap senyum tipis di wajah Dr. Karim.

Dr. Karim meletakkan tangannya di dada dengan hormat. “Profesor Leonardo sangat mengagumi Anda, mungkin beliau merasa kurang sopan jika menghubungi Anda di saat-saat yang sibuk seperti sekarang.”

[Mohon perhatian, panggilan terakhir penumpang pesawat udara Garuda dengan nomor penerbangan GIA811 tujuan Tokyo, dipersilakan segera ke pesawat udara melalui pintu tiga, terimakasih]

“Baiklah, terimakasih. Ucapkan salamku kepada Profesor Leonardo, saya permisi.”

“Senang bertemu dengan Anda, Profesor Ansan.” menyambut tangan salah satu pendiri BioNoct itu. "Semoga perjalanan Anda menyenangkan."

Setelah memasukkan barang bawaannya ke bagasi, Profesor Ansan duduk, menikmati penerbangannya ke Tokyo, Jepang. Dia memandangi amplop putih yang barusan dia terima. Merobek sisi sampingnya, lalu membacanya sampai habis. Semua ucapan manis yang dikemas dengan rapi menimbulkan kerutan pada alisnya, terutama pada kalimat penutup yang tertulis dengan tinta merah.

“Hari kebangkitan segera tiba, keadilan segera ditegakkan.”

...[Breathless Dawn]...

Letusan kembang api mewarnai pusat kota pada malam itu. Ribuan orang berkumpul untuk menikmati kemeriahan malam pergantian tahun.

Kemeriahan pada malam ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak hanya memperingati tahun baru, festival ini juga sebagai ajang persaudaraan dan toleransi bagi semua umat beragama, terlihat dengan jelas bagaimana masyarakat dari berbagai keyakinan saling merangkul demi kehidupan yang lebih damai.

Gemerlap cahaya dari kembang api serta riuhnya suara rakyat yang bersorak melukiskan bagaimana meriahnya acara pada malam itu.

Berbagai momen penting tentu tidak lupa untuk diabadikan, seperti seorang fotografer jurnalistik bernama Rani.

"Boleh senyum sedikit?"

"Say cheese!"

Dengan kamera yang tergantung di leher, Rani bergerak lincah dari satu sudut ke sudut lain, mencari momen yang menarik untuk diabadikan.

Namun ditengah kesibukannya dalam bekerja, pemandangan aneh tertangkap oleh kameranya. Beberapa pria terlihat membawa sebuah tas besar ditengah kerumunan.

Awalnya, dia mencoba untuk berfikir positif, namun setelah menyadari pergerakan gelisah dari mereka, Rani memberanikan diri untuk melaporkannya ke beberapa orang disekitar. Sayangnya, mereka semua terlalu terpaku pada perayaan dan tidak memperhatikan peringatannya. Karena ramainya suasana disana, suara Rani juga tidak dapat terdengar dengan jelas.

Tak mau membuang waktu lagi, dia bergegas pergi ke pos polisi yang terletak beberapa meter dari pusat keramaian. Tentu saja, tanpa basa-basi Rani segera menceritakan semua yang dia lihat.

"Turis mungkin, Mbak?"

Respon mereka diluar dugaan Rani. Padahal dia juga telah memberikan bukti fotonya. Tak hanya itu, mereka malah menyarankan Rani untuk istirahat sebentar.

Jelas, Rani menaikkan nada bicaranya karena kesal. Namun belum selesai berbicara, ponselnya berdering.

"Kan aku sudah bilang Na, aku bukan jurnalis, aku lebih ke fotografer. Kalau soal foto pun, mana mungkin aku bisa kesana, jatuhnya di tengah laut begitu."

"Nana, dengerin aku. Aku tahu berita soal kecelakaan pesawat kemarin itu penting, tapi kita mesti tunggu persetujuan dari negara yang bersangkutan, kita gak bisa asal dayung kapal ke tengah Samudera Pasifik, paham? Lagipula, kejadian itu sudah hampir 3 bulan lamanya, sudah banyak orang yang mengerjakan berita itu."

Rani nampak frustasi saat dia menekan kepalanya yang pusing. Dia menarik napas panjang, menahan semua beban yang datang, apalagi saat polisi cuek didepannya mulai kepo.

"Kecelakaan pesawat GIA811 ya, Mbak?"

"Tidak perlu tanya, Pak. Kalau tasnya beneran meledak, Bapak mau tanggung jawab!?"

"Galak banget, Mbak." -meringis- "sedang kita tangani, Mbaknya duduk dulu saja."

Rani menatap polisi itu dua kali, lalu duduk. "Ya Tuhan, lelahnya hidupku," gumamnya, nyaris tidak terdengar.

Baru saat dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, ribuan orang disana serempak menghitung mundur pergantian tahun. Suaranya sangat keras, dia bahkan tidak dapat mendengar apa yang sedang dibicarakan polisi di depannya melalui radio komunikasi.

Polisi itu terlihat linglung, dia menoleh kearah Rani, sekilas, lalu pergi ke arah berkumpulnya orang-orang.

Rani yang melihat itu, lantas berdiri. Tepat saat hitungan berakhir di angka satu, ledakan dahsyat terjadi didepan matanya, tepat dimana orang-orang sedang berkumpul.

Rani terhempas kebelakang, menembus jendela pos polisi. Tubuhnya menghantam perabotan disana dan diikuti pecahan kaca yang berhamburan mengguyur tubuhnya.

Pendengarannya sempat berdengung, sebelum  riuh suara alarm mobil mulai terdengar meraung-raung. Asap tebal bercampur dengan debu mengepul ke udara.

"Tolong."

“Tolong aku… .”

Suara rintihan terdengar bersahutan di balik kepulan asap. Rani mencoba keluar mengikuti arah suara, tubuhnya bergetar, lengan kirinya patah dan cairan hangat mengucur dari kepala.

Langkahnya terhenti setelah mendengar letusan senjata yang diikuti oleh orang-orang berlarian panik ke segala arah.

Tidak pernah sedikit pun Rani berpikir jika hari seperti ini akan hadir dalam hidupnya.

Beberapa dari mereka bahkan menabraknya, dia terjatuh. Matanya kini terpaku pada sosok yang perlahan keluar dari kepulan asap, seorang pria dengan masker gas dan pelindung tubuh yang berlapis, dan tentu saja, sebuah pistol yang ditodongkan tepat di kepala Rani.

Rani terdiam seribu bahasa, bibirnya bergetar, menatap pria itu, berharap sedikit belas kasihan darinya.

Pria itu berjalan lebih dekat, lalu berkata dengan lantang. “Hari kebangkitan segera tiba, keadilan segera ditegakkan.”

Diikuti dengan menarik pelatuk pistol.

...[Karya ini merupakan karya jalur kreatif]...

Terpopuler

Comments

Kavirajasena

Kavirajasena

ini yang merajalela penyakit HIV yang itukan? menyerang sistem imum

2024-02-25

1

1vhy

1vhy

udh mampir ya, ayo mampir juga thor🥰

2024-01-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!