"Minggir! Beri jalan!"
Suara gaduh mengejutkan Adam yang masih tertunduk lesu. Dia mengangkat wajahnya, menengok kebawah.
Beberapa orang terlihat terluka parah, mereka diseret, dijinjing hingga meninggalkan garis darah di lantai lobi. Hanna juga terlihat berlari untuk menolong mereka.
Rahangnya yang tegang gemertak saat tangannya memukul lantai, Adam turun, menguatkan dirinya bahwa dia bukan lagi seekor anjing, maupun pecundang yang terus meringkuk di Distrik seperti dulu.
Adam turun menghampiri mereka. "Apa yang terjadi?"
"Pos mereka diserang secara mendadak," jawab seorang pria yang tengah berdiri disana.
"Enigma?"
"Kami belum tahu, yang jelas mereka diserang dengan cepat, hingga mereka tidak tahu siapa yang menyerang."
Seorang pria berambut pendek berjalan gagah mendatangi para korban. Dilihat dari cara dia berpakaian, orang itu adalah salah satu petinggi militer.
"Kolonel," panggil seorang pria dengan masker gas, dia adalah salah satu orang yang selamat. "8 orang hilang, 3 orang terluka."
"Bagaimana penjagaan di pos 1 dan 2?"
Pria bermasker itu hanya menggeleng pelan. "Komunikasi terputus, kolonel."
"Mohon perhatiannya, para penyintas!" Suara tegas dari pria yang dipanggil Kolonel, seketika menjadi pusat perhatian orang-orang disana. "Tempat ini sudah tidak lagi aman, kita akan pindah besok."
"Apa-apaan!? Bagaimana dengan bala bantuan yang kau janjikan?"
"Kita barusaja sampai disini, tidak ada tempat yang lebih aman."
"Pikirkan anak-anak!"
"Dia benar!"
Lautan masa yang protes mungkin tidak dapat merubah keputusannya, namun perwira itu tetap memperhatikan kondisi setiap orang disana, dia terdiam sejenak untuk berpikir. Setelah beberapa saat, Kolonel berjubah hitam itu berbicara pada salah satu bawahannya, suara mereka tidak terdengar oleh Adam lantaran kacaunya situasi disana.
Ketika Kolonel itu pergi, beberapa pasukannya mulai terlihat menatap Adam, tentu bukanlah tatapan yang ramah. Adam lantas curiga, dia segera menghampiri Hanna yang sedang sibuk merawat korban luka.
"Hanna, aku masih tidak mengerti situasi disini, tapi aku rasa ada yang tidak beres."
"Maksudmu?" Tanpa menoleh.
Adam berbisik di telinga rekannya. "Bukannya Aurora bilang jika Artemis telah hancur, lalu mengapa kita diawasi."
Hanna terdiam.
"Kau juga masih sangat patuh dengan Aurora, bukan? Kenapa tidak meminta pertolongan kepada militer saja? Apakah pihak militer tidak dapat dipercaya? Apa yang kalian sembunyikan dariku?" Lanjut Adam, seraya mencengkram lengan wanita itu kuat-kuat.
Melihat mulut Hanna yang masih terkunci, seakan membuat semua tebakan Adam benar adanya. "Hari kiamat telah datang, tapi orang-orang justru semakin brengsek," sebuah garis miring seringai terukir diwajahnya sebelum pemuda itu pergi.
"Kraken! Tidak ada yang aku sembunyikan darimu!"
Percuma saja, teriakan dari Hanna tidak bisa menghentikan Adam. Sebagai dokter, tentu dia juga tidak dapat membiarkan pasiennya mati begitu saja, jadi dia hanya dapat melihat punggung Adam yang berlalu pergi.
...[Breathless Dawn]...
Adam membuka pintu ruangan mantan pemimpinnya dengan paksa. Napasnya tersengal, matanya menatap lurus kearah wanita yang sedang berdiri membelakanginya.
"Hammer... Zeus... Hana... aku, dan siapa lagi yang masih selamat? Katakan!"
"Tutup dulu pintunya, Adam," tanpa menoleh.
Adam menutup pintu, dia terbawa emosi, selalu. Sebisa mungkin dia tidak membanting pintu itu.
"Duduklah."
Mata Adam berkilat, dirinya menolak. "Aku tidak punya waktu untuk bermain denganmu."
Mereka saling berhadapan, sesaat. Aurora tersenyum singkat seperti orang gila, pikir Adam.
"Tidak perlu basa-basi, apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan di belakangku?"
"Zeus bertugas menjaga pos 1, Hammer di pos 2. Hanna, membantu orang-orang yang membutuhkan. Tidak ada yang aku sembunyikan darimu, Adam."
"Bagaimana dengan anggota yang lain?"
"Jawab aku!" Adam menggebrak meja dengan kedua tangannya, wajah mereka bertemu, dekat.
"Mereka mati dalam misi saat mencarimu."
Adam terdiam, dia duduk dengan rahang menggantung, tidak tahu harus berkata apa.
"Enigma yang menyerang mereka, adalah korban dari pesawat itu. Sungguh diluar perkiraan, bukan?" -kembali menatap keluar jendela- "Tidak ada yang tahu kapan pesawat itu akan jatuh... Dimana dia akan jatuh... Sama seperti situasi di hotel saat ini."
"A-apa? Aku samasekali tidak mengerti."
"Kita akan keluar dari hotel ini, Adam. Yang melakukan serangan di pos 3 adalah Zeus dan Hammer. Militer membenci kita, mereka menganggap kita sebagai organisasi teroris."
"Lalu kenapa tidak katakan saja kepada mereka jika Artemis telah hancur?"
"Pertanyaan yang bagus," kata wanita itu, santai. "Sayangnya, mereka memang sudah mengetahuinya sejak awal. "
Adam membenamkan kepalanya, "Sejak kapan kau mengetahui semua ini, mengetahui jika pihak militer sedang memburu kepala kita satu persatu?"
Aurora meletakkan telunjuknya dibawah bibir. "Mungkin sekitar seminggu yang lalu, setelah aku menyadari jika Kolonel Garant kerap memberikan misi bunuh diri bagi mantan anggota Artemis."
"Ternyata mereka memanglah tentara brengsek," Adam mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Itu wajar saja, Adam. Pada kenyataannya aku membentuk Artemis memang diluar sepengetahuan pemerintah. Protokol keamanan seperti ini memang wajar dilakukan oleh pemerintah, terlebih di situasi dunia seperti ini, kepercayaan antar manusia adalah yang paling sulit untuk didapatkan."
Derap langkah kaki terdengar dari luar, suaranya keras dan ramai. Adam menatap Aurora, tapi percuma saja, wanita itu malah tersenyum tipis.
Adam, tanpa bersuara sedikit pun, perlahan mendekati pintu. Jantungnya berdegup kencang, saat menyadari derap langkah kaki itu berhenti tepat di depan pintu.
Semuanya seketika menjadi hening, sebelum akhirnya terdengar suara besi dari senjata yang dikokang. Kedua mata Adam seketika terbuka lebar.
...[Karya ini merupakan karya jalur kreatif]...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments