"Pelan-pelan, Kraken. Kau masih perlu istirahat."
Hanna membantu Adam untuk berdiri dari kasur.
"Aku sudah baikan, terimakasih."
"Kau serius?"
"Ya."
...[Breathless Dawn]...
"Jadi... bisakah kau jelaskan padaku?" Kata Adam saat berjalan melewati orang-orang disana.
Hanna menghela napas panjang, "Entah aku harus mulainya dari mana," wanita itu berjalan lambat, menyesuaikan langkahnya dengan Adam.
"Kami menemukanmu di Distrik 6 beberapa waktu lalu, kau dalam kondisi kritis dan Nona Aurora membawamu ke markas."
"Lalu, berapa lama aku koma?"
Hanna mengerutkan keningnya, menatap lurus ke batang rokok yang menempel di bibir Adam. "Sekitar satu bulan."
"Lalu... ."
"Lalu... ?" Balas wanita itu dengan merebut rokok Adam dengan paksa. "Setidaknya berikan aku satu sebelum memulai pertanyaan panjang, okay?"
Hanna menghembuskan asap putih dari mulutnya. "Semuanya terjadi saat tahun baru."
"Terorisme?"
"Ya, memangnya apalagi?"
Adam menghentikan langkahnya. "Maksudku... , aku masih tidak mengerti apa hubungannya aksi teror dengan monster yang kalian sebut Enigma. Apakah ini semua berkaitan dengan vaksinasi masal beberapa bulan yang lalu?"
"Kraken, bukankah kau tidak mendapatkan vaksin?" Tanya dokter wanita itu dengan cepat.
"Tidak."
"Kau beruntung. Tidak heran jika Nona Aurora sangat menyukaimu."
"Tidak ada yang lucu, Hanna. Bisa jelaskan apa maksud dari perkataanmu?"
Wanita itu hanya mengangkat kedua bahunya, berjalan memasuki sebuah ruangan. "Tunggu disini. Aku akan panggil Nona Aurora."
Dikoridor itu, Adam berdiri, menyandarkan tubuhnya ke dinding. Dia kembali menyalakan rokok, menunggu Hanna yang pergi masuk ke sebuah ruangan disampingnya.
Matanya berkeliling, menyapu setiap bagian hotel. Palang kayu yang menutup jendela dan pintu, kasur dorong penuh darah, lantai dan dinding yang kotor, serta banyaknya atribut militer yang berserakan, tentu tidak layak disebut "mewah". Pemandangan ini mengingatkan Adam saat dia tinggal di Distrik 6, dimana pemandangan serupa terdapat disana, namun dalam kondisi dunia yang normal, itu tidaklah adil. Tapi sekarang, hotel bintang lima ini sudah mirip seperti pabrik amunisi di dekat tempat tinggalnya dulu.
Dalam lamunannya, suara kaleng jatuh terdengar cukup keras. Mereka saling berhadapan, walaupun terpaut jarak sekitar 10 meter. Seorang anak kecil dengan jaket tebal dan topi musim dingin sedang berdiri diujung koridor. Anak itu terlihat ketakutan saat mengambil robot mainannya yang jatuh. Melihat Adam setengah tersenyum, anak itu berlari pergi.
"Masuklah," kata Hanna yang barusaja keluar dari ruangan.
Aroma kuat dari teh menerobos masuk, menyambut kehadiran Adam. Tumpukan buku diatas meja, berbagai kertas yang menempel hampir di seluruh dinding, dan sebuah radio komunikasi juga terletak di meja yang sama.
Tidak lupa, seorang wanita dengan kemeja putih polos sedang menatapnya lekat, duduk tegap dengan kedua tangan rapat, saling menggenggam diatas meja.
"Duduklah, Adam."
"Hanna, tolong buatkan teh untuknya," lanjut wanita itu.
"Baik Nona Aurora."
"Terimakasih."
Adam benar-benar menghindari sorot matanya. Bukannya takut, dia akan selalu teringat hal yang tidak mengenakkan saat melihatnya.
"Pasti banyak sekali pertanyaan yang ingin kamu tanyakan. Bukankah begitu, Adam?"
Adam menyesap teh hangat miliknya. "Apa rencananya?"
"Kamu memang selalu menarik, Adam."
Aurora menyalakan lampu meja didepan, lalu membuka sebuah gulungan kertas tepat didepan Adam.
"Enigma ini kami sebut Sleepwalker."
"Ini? Bukankah mereka yang menyerangku waktu itu?"
"Benar. Sleepwalker adalah Enigma tipe 1."
"Apa?"
"Begini, maafkan aku, seharusnya aku menjelaskan dulu dari bagian awalnya."
Aurora berdiri, melihat keluar dari sela-sela papan kayu yang menutupi jendela.
"Enigma adalah reinkarnasi manusia setelah kematian," kata wanita itu. "Mereka tidak memiliki akal seperti manusia dan tidak juga menginfeksi seperti zombie."
"Jadi kita sekarang melawan mayat hidup?"
"Mungkin," jawabnya tanpa menoleh. "Tapi mereka bukanlah mayat hidup biasa, coba perhatikan setiap foto di kertas itu, Adam."
Hanya dengan melihat beberapa foto itu, membuat napasnya sesak, sekilas terpikir di benaknya jika dia berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi. Tapi apa? Nyatanya itu hanya muncul sekilas, dia juga tidak ingin hidup selamanya di distrik neraka itu.
Kertas gulungan itu berisi berbagai foto Enigma yang telah ditemukan, mereka memiliki banyak jenis, para penyintas membagi mereka dalam berbagai tipe. Disana tertulis, tipe 1, tipe yang bertemu dengan Adam, adalah yang paling lemah. Tipe itu adalah tahapan pertama setelah manusia mati. Dan untuk sejauh yang Adam lihat, baru terdapat 5 tipe dalam kertas gulung itu.
"Lalu apa yang kau inginkan dariku? Aku pikir, aku telah bebas setelah kau meninggalkanku surat saat aku koma."
"Kamu benar. Aku memang tidak menyuruhmu melakukan apapun lagi."
"T-tapi Nona—"
Aurora mengangkat tangan kanannya sedada, memotong ucapan Hanna yang berdiri dibelakang Adam. "Tapi aku tahu, Adam. Aku tahu jika kamu pasti paham mekanisme dunia kita, bukan? Walaupun kiamat datang, sistem yang ada tetap tidak akan jauh berbeda."
"Manusia tidak akan mampu hidup sendirian. Namun mereka harus saling menguntungkan jika hidup bersama. Dan yang paling penting, yang lemah akan selalu menjadi anjing bagi para penguasa. Apa kau lelah menjadi anjing yang aku maksud, Adam?" Garis senyum tipis terukir diwajah wanita itu saat dia memiringkan kepalanya.
"Kau boleh pergi dengan bebas diluar sana, sendirian," lanjut Aurora.
Adam mendidih dalam beku. Sekian kalinya dia tak berdaya di depan wanita itu.
"Baiklah, apa yang harus aku lakukan?"
Aurora tersenyum, Hanna tertunduk takut.
"Seperti yang kau tahu... Artemis telah gagal... dan hancur. Walau begitu, aku tidak akan membiarkan kematian ayahku sia-sia, jasanya untuk menemukan obat Harmonix tidak bisa kita lupakan." -duduk di depan Adam- "Untuk itu... aku ingin kita membasmi semua Enigma yang ada dan menyelamatkan seluruh umat manusia."
"Oleh karena itu, aku membutuhkan bantuanmu, Adam."
Sebuah bak sampah ditendang dengan keras, memuntahkan segala sesuatu di dalamnya.
"Dia sudah gila, Hanna!"
"Kraken, tenangkan dirimu, okay?"
Mereka berdua tengah berdiri di atas lobi utama hotel, tepatnya di lantai dua. Lobi hotel yang di penuhi orang terlihat jelas dari atas sini.
"Seperti yang barusan kau katakan, jika di hotel ini hanya tersisa 109 orang, 22 tentara, 13 polisi dan sisanya, sebagian besar adalah lansia, wanita serta anak-anak. Kau pikir ini semua cukup?" Dengan emosi yang teramat tinggi, Adam menuju ke sebuah jendela besar dengan penghalang kayu. "Lalu ini," menunjuk kearah jendela. "Ini adalah penghalang yang sama saat diriku terkurung di dalam organisasi konyol bernama Artemis! Mengurungku disana sampai orang yang aku sayangi mati!" Adam histeris memukul palang kayu itu, mencoba mendobraknya.
"Krak—, tidak, Adam. Tenangkan dirimu... kumohon."
Adam terduduk lesu disudut ruangan, orang-orang dibawah mendongak dengan penasaran. Hanna, menepuk bahu rekannya berulangkali. "Kau yang paling kuat disini, okay? Lupakan Nona Aurora, pikirkan Zeus dan Hammer, rekan-rekan kita. Dan jangan sampai kematian Oscar hanya menjadi angin lalu."
"Aku tahu, ini semua memang tidak mudah, tapi aku bersyukur saat aku kembali ke markas, aku dapat menemukanmu lagi, aku pikir kau tidak akan selamat. Tolonglah, Adam... kita jalani semuanya bersama, okay? Anissa juga tidak ingin melihatmu menderita seperti ini."
"Dokter Hanna! Ada penyintas yang membutuhkan pertolongan." panggil seorang pria dengan napas tersengal.
"Aku datang."
Hanna berdiri, menatap Adam yang masih tertunduk. "Jika perlu sesuatu, datanglah ke ruanganku, tepat disamping ruangan Nona Aurora."
"Hanna."
Langkah wanita itu terhenti.
"Terimakasih telah menyelamatkanku."
...[Karya ini merupakan karya jalur kreatif]...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments