Bab 3

Hamparan padang rumput yang luas, warna-warni bunga, dan gemerlapnya pantulan cahaya dari danau di seberang, berpadu dengan sinar mentari yang hangat.

Angin sejuk berhembus menerpa rambut wanita itu. "Adam, ini sangat bagus," kata wanita itu saat menatap penuh haru ke sebuah lukisan yang menggambarkan dirinya di atas kain kanvas.

"Kau suka?"

Wanita itu mengangguk, lalu duduk di pangkuan pemuda bernama Adam. "Aku boleh menyimpannya?"

"Kau lebih memilih lukisanku?"

"Maksudmu?" tanya wanita itu, mengerutkan alisnya.

"Maksudku, kau harus menyimpanku juga."

"Aku simpan keduanya."

Senyuman merekah di wajah mereka berdua saat mata mereka bertemu. Adam membelai lembut rambut wanita diatas pangkuannya. "Anissa," kata dia. "tahun baru kita akan menikah."

"Anissa?"

"Apa kamu yakin?" balas Anissa.

Anggukan mantap dari kekasihnya belum dapat meyakinkan wanita itu. "Menikah itu tidak murah, Adam. Bahkan kamu baru saja mulai melukis, bukan? Atau jangan-jangan kamu sudah punya pekerjaan tetap?"

"Hei, lihat aku." Adam menarik lembut wajah kekasihnya. "Aku hanya ingin kamu menjawab iya atau tidak. Soal uang, itu urusanku, mengerti?"

Air mata wanita itu mulai menuruni pipi saat dia menerima lamaran dari pria yang sangat dicintainya.

...[Breathless Dawn]...

"Anissa... aku bersyukur Tuhan memanggilmu lebih awal."

Pemuda bernama Adam yang memiliki nama samaran Kraken itu melihat sebuah bangkai pesawat komersial tepat didepan matanya.

Lingkaran cahaya dari senternya tidak mampu menampilkan kehancuran didepannya secara langsung. Yang jelas, beberapa waktu lalu terdapat pesawat terbang yang jatuh dan menembus masuk hingga ke tempat dia berada.

Adam barusaja keluar dari ruangan dimana dia sedang koma. Diluar ruangan, suasananya tidak jauh berbeda. Namun setidaknya, sekarang dia bisa menebak, jika dia tengah berada di sebuah tempat yang terletak di bawah tanah.

Tidak ada cahaya matahari yang merembet masuk di area pesawat, menandakan hari sedang malam.

Bau hangus masih tercium di udara, menandakan peristiwa ini belum lama terjadi. Hal itu juga dapat terlihat dari puing-puing pesawat yang masih mengepulkan asap tipis.

Adam mengedarkan pandangannya, tidak ada korban jiwa, ini aneh. Suasana disana sangatlah sepi, hanya terdapat bunyi air menetes dan barang jatuh yang entah berasal darimana.

Menarik napas dengan kuat untuk kesekian kalinya, pemuda itu melangkahkan kakinya ke atas sayap pesawat. Karena kondisinya telah hancur, tentu saja sayap itu telah rapuh. Pijakannya itu pun merespon dengan suara gesekan yang keras, sayangnya, suara aneh muncul bersamaan dengan suara keras yang Adam timbulkan.

Mungkin asal suara itu merasa terpanggil dengan suara gesekan alumunium sayap pesawat. Adam mematung, senternya melesat cepat kearah suara itu, namun dia hanya menemukan lorong gelap yang kosong.

Napasnya tentu makin tidak karuan, itu jelas, yang barusan bukanlah suara binatang buas atau pun manusia.

Menatap cahaya bulan yang masuk dari sela-sela bangkai pesawat, membuatnya bergegas mantap untuk segera keluar dari tempat ini.

Kini senternya menerangi kabin pesawat yang kosong. Koper dengan segala macam isinya berserakan di sekitar barisan kursi yang sudah tidak karuan. Bisa dibilang, pesawat ini nyaris tidak berbentuk.

Masih dalam kebingungan yang sama, Adam tidak menemukan satu korban pun, selain darah yang menempel berceceran dimana-mana. "Ada darah, ada penumpang" itu yang sekarang muncul dibenaknya.

Saat menyusuri kabin, dia menatap jam ditangannya telah mati. Karena penasaran, dia mencari jam atau ponsel yang ada di pesawat, sekedar memastikan dia tidak koma terlalu lama.

Akan tetapi, karena posisi pesawat yang menghujam kebawah, barang-barang pasti akan jatuh ke dasar, seharusnya dia mencarinya saat berada dibawah tadi. Namun apa boleh buat, Adam tidak ada niatan untuk kembali kesana.

Saat dia sibuk menggeledah tas dan koper disana, suara aneh tadi kembali terdengar, jaraknya sangat dekat, tepat di bawahnya.

Dengan penasaran, Adam mengintip melalui pintu pesawat yang jebol. Pemuda itu melangkah kebelakang, perlahan. Berusaha tidak menimbulkan lebih banyak suara. Ada sosok menyerupai manusia berdiri di bawah sambil mendongak kearahnya saat pemuda itu mengintip.

Manusia? Bukan. Tidak mungkin manusia memiliki wajah yang rata, hanya tertutup selaput kulit pucat kebiruan, bukan? Tanpa mata, tanpa hidung, tanpa mulut.

Karena kondisi kabin yang miring dan licin, tentu saja, cepat atau lambat akan ada barang yang jatuh. Kali ini sebuah koper yang cukup besar meluncur kebawah tanpa sepengetahuan Adam.

Suaranya menggema di bawah, pemuda itu mematung, kembali mengintip dan sosok barusan telah hilang. Napasnya sesak, jantungnya berdegup tidak karuan, Adam menodongkan pistol dan senternya ke segala arah.

Merasa aman, dia lanjut berjalan keatas, berpegangan setiap kursi penumpang disana. Sesekali Adam berhenti melangkah. Mendengarkan dengan teliti, suara langkahnya terasa tidak beraturan, seperti ada yang sedang mengikutinya dari belakang. Namun saat dia berhenti, tidak ada suara apapun. Begitu terus, kurang lebih sampai tiga kali.

Keringat membanjiri tubuhnya, padahal, cuaca malam ini terbilang jauh lebih dingin dari hari biasanya. Dia mengerjapkan mata saat menoleh kebelakang, berharap matanya bisa membantunya melihat apa yang sedang bersembunyi dibalik kegelapan, tapi percuma, terlalu gelap.

Hingga pada suatu momen, sudut matanya melihat ada yang berjalan mengikutinya, sangat dekat. Adam memutar tubuhnya dengan cepat, menodongkan pistolnya ke sosok itu.

Manusia tanpa wajah itu ingin lari, namun berhenti, menatap ke arah Adam seperti sebuah manekin. Sebuah garis tipis vertikal membelah wajahnya, diikuti oleh barisan gigi yang memanjang saat garis tipis itu kian melebar.

Dengan panik, Adam menembak sosok itu berulangkali hingga pelurunya habis. "Demi Tuhan, apa itu?" tangannya yang gemetar tidak mampu mengganti magasin pistolnya. Dia sudah tidak peduli, bodo amat, Adam merangkak, berlari secepat yang dia bisa untuk meninggalkan tempat ini.

Kepanikan Adam menimbulkan kegaduhan, dia juga mengerti akan hal itu. Bersamaan saat dia lari ke atas, sesekali dia menoleh keluar jendela pesawat, tepat ke area bawah, dimana sosok barusan pertamakali muncul.

Awalnya memanglah sepi, namun semakin dia terus menoleh kesana, puluhan "orang" terlihat berkumpul disana, sama, tanpa wajah dan mendongak kearahnya.

Pandangan matanya terkunci, hingga sekumpulan "orang" itu lenyap, hilang dari pengawasannya. Adam menoleh kebelakang secepat yang dia bisa. Tubuhnya nyaris terjatuh lemas saat melihat puluhan makhluk bermuka rata merayap, berjejalan kearahnya.

Dengan panik, pemuda itu melempar makhluk-makhluk itu dengan barang-barang yang tersedia disana, apapun itu, koper, buku, laptop, berpikir jika itu dapat menghambat laju keganasan mereka.

Jantungnya serasa ingin meledak, tidak percaya, mengganti magasin pistol bisa sesulit ini, tangannya bergetar hebat.

Kilatan cahaya menerangi kabin dari setiap peluru yang ditembakkan. Tidak bisa, tidak mungkin bisa, Adam, mulai putus asa. Mereka terlalu cepat dan lincah.

Rasa takutnya kini bertambah, mimpi buruknya menjadi kenyataan saat makhluk-makhluk itu mulai menangkap tangan dan kakinya.

Pemuda itu terjatuh, tangan kirinya berpegangan kursi, dan kakinya terus menendang wajah jelek mereka.

Hingga rasa sakit muncul ke permukaan, makhluk muka rata bermulut vertikal itu mulai menggigitnya. Mungkin kurang cocok jika dikata "menggigit" karena mereka mengoyak daging pemuda itu hingga robek tak beraturan. Mereka memakannya.

Adam tentu tidak diam saja, otot lehernya nampak jelas saat dirinya menjerit kesakitan, namun kaki dan tangannya tidak berhenti melawan. Setidaknya, Tuhan tidak melihatnya mati bunuh diri.

"Anissa... ," katanya dengan tatapan kosong.

"Aku menemukannya!"

Rentetan tembakan memecah pesta makan malam mereka. Beberapa orang melangkahi tubuhnya, hingga Makhluk-makhluk itu mulai tumbang satu persatu, beberapa dari mereka bahkan nekat melompat keluar kabin untuk menyelamatkan diri.

Seorang wanita dengan masker gas muncul dihadapan mata saat dirinya terbaring, sekarat.

"Kraken, bertahanlah!" seru wanita itu.

Adam tidak suka cara Hanna melihat kondisi dirinya yang menyedihkan, temannya itu nampak begitu cemas. "Hanna, apa yang sebenarnya terjadi?"

Seorang pria dengan masker gas dan senapan serbu, menyeret Adam untuk pergi. "Dunia telah berubah temanku."

Hanna juga menarik tubuhnya. "Dia benar." kata wanita berambut panjang itu saat menarik rompi Adam dengan kuat. "Tapi untuk sekarang, pikirkan saja dirimu, soal semua ini akan aku jelaskan nanti."

"Jadi bertahanlah, Kraken!"

...[Karya ini merupakan karya jalur kreatif]...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!