Pintu lobi ditendang dengan keras.
"Beri jalan!"
Puluhan orang di dalam lobi terkejut, menyaksikan seorang pemuda yang tubuhnya penuh dengan darah sedang dijinjing oleh beberapa orang bersenjata.
"Hanna, apa kau yakin dia akan bertahan?"
"Jangan berhenti! Kita bawa dulu ke Nona Aurora, aku yakin dia selamat."
Orang dewasa hingga anak-anak yang berkumpul di lobi seluas setengah lapangan bola itu kompak menatap kegaduhan yang baru saja datang, mata mereka mengikuti setiap gerakan beberapa orang itu, dengan wajah ketakutan.
Disana terdapat sebuah plang bertulisan "tempat berlindung" dan banyak coretan didinding lobi yang bertulisan harapan akan hari kiamat. Dinding tersebut sudah seperti buku harian kolektif bagi mereka yang ketakutan.
Terdapat juga tenda-tenda, dan sekat-sekat dari kain atau papan kayu tipis yang memisahkan keluarga satu dengan yang lainnya. Wajah dan pakaian mereka yang kotor menjelaskan identitas mereka sebagai penyintas(Orang yang berhasil bertahan hidup).
...[Breathless Dawn]...
Disapunya dengan tangan, tumpukan barang yang menggunung diatas kasur. Dengan hati-hati, mereka membaringkan Adam disana.
"Zeus, panggil Nona Aurora!" bentak Hanna,menekan luka di paha Adam dengan segenggam kain perban.
Pria itu membuka masker gasnya, mengangguk dan bergegas pergi keluar ruangan.
Adam tersedak, gumpalan darah keluar dari mulutnya dengan paksa.
"Kraken, bertahanlah!"
Salah seorang pria bermasker gas menyalakan korek api, mendekatkannya ke mata Adam. "Lihatlah Kraken, jangan alihkan pandanganmu."
Pemuda itu menatap setiap pergerakan api kecil di depan matanya, hingga tubuhnya mengejang, menahan jerit perih saat Hanna menuangkan larutan antiseptik pada luka di pahanya.
Merah darah ikut terlarut oleh cairan itu, membasahi dan mengubah kasur putih menjadi merah kehitaman.
Dengan penuh perhatian, Hanna membersihkan setiap luka pemuda tersebut dengan perban dan tisu toilet yang dicampur dengan air.
Wanita itu membuka telapak tangannya keatas. "Perban!" katanya setelah selesai menjahit luka di paha Adam.
Hanna beralih ke bagian lengan, dia melihat bagian dari kemeja Adam yang robek, mengecek dengan teliti. "Aku rasa aku belum menjahit bagian ini?"
"Sudah selesai?"
"Aku rasa sudah," jawab wanita itu, masih menatap lengan Adam. "Mungkin butuh waktu yang cukup lama untuk kembali pulih, kita biarkan dia istirahat."
Pintu ruangan terbuka, suara yang keras mengejutkan wanita itu. Pria bernama Zeus berdiri di ambang pintu, dan mempersilahkan seorang wanita muda masuk. Umurnya tidak jauh berbeda dari Adam, pakaiannya formal, kemeja putih dan sebuah rok hitam yang pas.
Beberapa orang disana pergi keluar, meninggalkan Hanna, Adam dan wanita bernama Aurora.
"Apakah perlengkapan medisnya cukup?"
"Saya menggunakan tisu yang tersisa dan jarum suntik untuk menjahit lukanya, Nona Aurora."
"Tolong jangan dihabiskan, masih banyak orang yang membutuhkan bantuan medis."
Aurora duduk di samping Adam. "Tinggalkan kami, Hanna."
Disaat yang sama, Hanna merasakan genggaman lemah ditangannya. Dia menatap ke Adam, lalu pergi.
"Kenapa?"
"Kenapa?" balas Aurora.
"Kenapa kau tidak membiarkanku mati?"
Wajah heran dari Adam terpampang nyata, melihat wanita disebelahnya tersenyum tipis.
"Kamu tahu, apa yang sedang terjadi pada dunia kita saat ini, Adam?"
"Kalau begitu kenapa tidak bertanya akan hal itu terlebih dahulu?"
Adam merogoh saku rompi dan celananya, namun kosong.
"Kamu cari ini?" kata wanita berambut pendek. Menunjukkan dua buah kertas terselip diantara kedua jarinya.
Aurora membuka kertas itu, membacanya dalam hati. "Aku yang menulis ini. Lalu yang ini, apa kamu yang menulisnya, Adam?"
Adam mencoba bangkit untuk duduk, namun sia-sia. "Kau tidak seharusnya membaca itu."
"Kamu memang akan selalu berada dibawah." Aurora menopang wajahnya, malas. "Jika kamu selalu berfikir begitu."
"Hanna menyuruhku untuk istirahat, bisa kau tinggalkan aku."
"Lihat sekelilingmu, Adam. Banyaknya coretan didinding itu adalah seni dari mereka yang ketakutan." Wanita itu berdiri, meletakkan sebuah apel di atas meja. "Aku tidak pernah melihatmu ketakutan, itu kenapa aku memilihmu untuk bekerja di Artemis. Terkadang aku iri padamu, orang sepertimu pasti merasa jika tidak ada yang berbeda dari dunia yang dulu dan sekarang."
"Aku takut," kata pemuda itu, menahan langkah pergi Aurora. "Bagaimana makhluk-makhluk itu hidup, wujud mereka dan—"
"Itu wajar, Adam. Aku akan menunggu dirimu siap, jangan tidur terlalu lama." potong Aurora tanpa menoleh. "Untuk makhluk yang kamu maksud, kita menyebutnya Enigma."
Setelah melihat wanita itu pergi, Adam bangkit untuk duduk. Rasa nyeri di tangan dan kaki seakan berpindah di kepalanya. Pemuda itu mengecek pergelangan tangannya, lalu turun ke paha kiri, semuanya dapat digerakkan walaupun masih sedikit nyeri.
Dia memutar bahu kanannya kebelakang, menarik tangannya keatas dan kesamping. Adam, merasakan ada yang janggal, dia tidak melihat luka jahitan di lengannya, padahal dia ingat mendapat gigitan disana.
Dengan menekan lengannya berulangkali, rasa sakit perlahan muncul. "Aku ingat mereka menyerangku disini." Dengan sedikit panik, pemuda itu nekat menurunkan kedua kakinya ke lantai, mencoba berjalan.
Awalnya sangatlah sakit, lama kelamaan hilang dengan sendirinya.
"Ini aneh."
Karena penasaran, Adam memberanikan diri untuk memukul luka dipahanya dengan keras. Dia menarik napas panjang, menatap ke garis-garis benang di pahanya.
Tubuhnya nyaris roboh, itu sangat sakit, pukulan pertama sangatlah sakit. Bagaimana pun dia menahan teriakan yang merayap keluar. Pukulan kedua masih sedikit sakit, hingga yang ketiga, semuanya terasa berbeda.
"Bagaimana bisa sembuh secepat ini?"
Adam menatap kedua telapak tangannya, kepalanya pusing. Benda berkilau diatas meja lantas menarik perhatiannya. Sebilah pisau tengah bersanding dengan buah apel. Pikirannya mulai gila, dia mengambil pisau itu, mengarahkannya tepat di tengah telapak tangan.
Garis pendek terukir, diikuti cairan merah yang keluar. Adam membersihkan darahnya, mengusapnya beberapa kali hingga benar-benar bersih. Dia melotot takut, terpaku pada luka kecil di tangannya yang kembali tertutup rapat.
"Ini mimpi, kan?"
...[Karya ini merupakan karya jalur kreatif]...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments