NovelToon NovelToon

Breathless Dawn

Prolog

“Saya memahami urgensi Anda untuk melawan HIV, Dr. Karim, tetapi kita tidak boleh mengabaikan kemungkinan efek samping yang belum kita teliti sepenuhnya dari obat Harmonix.”

“Profesor Ansan, bukankah kita sudah mengakui bahwa obat Harmonix telah melewati serangkaian pengujian ketat dan telah terbukti aman dalam uji coba secara klinis? Para ilmuwan juga tidak mungkin melakukan kesalahan apapun setelah menggunakan teknik modifikasi genetik untuk memasukkan gen-gen tersebut ke dalam genom Noctiflora Mortalis. Jutaan nyawa bergantung pada obat ini. Kita tidak bisa menunda lagi.”

Profesor Ansan menyapu tangannya di udara, menghalau asap putih yang mengepul dari mulutnya. “Begini,” katanya saat menurunkan kacamata. “Saya mengakui manfaat yang dapat diberikan tanaman ini, saya juga tidak meragukan kinerja ilmuwan yang kita miliki, tetapi sebagai peneliti, tugas kita adalah untuk mempertimbangkan semua kemungkinan. Kita harus memastikan bahwa obat ini aman dalam jangka panjang.”

“Sudah hampir 60 juta orang yang hidup dengan HIV dan 7 juta dari mereka telah meninggal. Apakah Anda tidak merasa khawatir sedikit pun, Profesor Ansan?"

Nada tinggi saat mereka berbicara telah mengundang banyak perhatian dari orang-orang di kafe, bahkan pengunjung bandara yang melintas.

“Dr. Karim, apa Anda berpikir jika selama ini saya bekerja dengan mata tertutup?”

Dr. Karim tertegun sejenak, menarik napas dalam-dalam. “Maaf Profesor, bukan itu maksud sa–”

“BioNoct tidak sekedar membuat Harmonix. Semua keputusan akhir tetap di pegang oleh pembuat obat, bukan pemerintah pusat dan bukan juga organisasi kesehatan internasional."

“Ta-tapi Prof—”

Ucapannya lantas terpotong oleh kerasnya speaker publik bandara. Tentu ini bukanlah akhir yang Dr. Karim harapkan. 

Dr. Karim hanya dapat mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat saat Profesor Ansan mulai membereskan barang bawaannya.

“Jadi… Anda akan tetap menunda vaksinasi global yang akan kita laksanakan?” tanya Dr. Karim, memastikan.

Lawan bicaranya itu mengangguk, memadamkan rokoknya ke sebuah asbak, lalu berdiri. “Terimakasih untuk kopinya, Dr. Karim. Senang bertemu dengan Anda.”

Saat hendak pergi, Profesor Ansan sedikit terkejut melihat Dr. Karim menyodorkan sebuah amplop.

“Ini pesan dari Profesor Leonardo.”

Profesor dengan brewok serba putih itu mengernyitkan kening. “Kenapa tidak menghubungiku langsung saja?” katanya, menatap senyum tipis di wajah Dr. Karim.

Dr. Karim meletakkan tangannya di dada dengan hormat. “Profesor Leonardo sangat mengagumi Anda, mungkin beliau merasa kurang sopan jika menghubungi Anda di saat-saat yang sibuk seperti sekarang.”

[Mohon perhatian, panggilan terakhir penumpang pesawat udara Garuda dengan nomor penerbangan GIA811 tujuan Tokyo, dipersilakan segera ke pesawat udara melalui pintu tiga, terimakasih]

“Baiklah, terimakasih. Ucapkan salamku kepada Profesor Leonardo, saya permisi.”

“Senang bertemu dengan Anda, Profesor Ansan.” menyambut tangan salah satu pendiri BioNoct itu. "Semoga perjalanan Anda menyenangkan."

Setelah memasukkan barang bawaannya ke bagasi, Profesor Ansan duduk, menikmati penerbangannya ke Tokyo, Jepang. Dia memandangi amplop putih yang barusan dia terima. Merobek sisi sampingnya, lalu membacanya sampai habis. Semua ucapan manis yang dikemas dengan rapi menimbulkan kerutan pada alisnya, terutama pada kalimat penutup yang tertulis dengan tinta merah.

“Hari kebangkitan segera tiba, keadilan segera ditegakkan.”

...[Breathless Dawn]...

Letusan kembang api mewarnai pusat kota pada malam itu. Ribuan orang berkumpul untuk menikmati kemeriahan malam pergantian tahun.

Kemeriahan pada malam ini sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak hanya memperingati tahun baru, festival ini juga sebagai ajang persaudaraan dan toleransi bagi semua umat beragama, terlihat dengan jelas bagaimana masyarakat dari berbagai keyakinan saling merangkul demi kehidupan yang lebih damai.

Gemerlap cahaya dari kembang api serta riuhnya suara rakyat yang bersorak melukiskan bagaimana meriahnya acara pada malam itu.

Berbagai momen penting tentu tidak lupa untuk diabadikan, seperti seorang fotografer jurnalistik bernama Rani.

"Boleh senyum sedikit?"

"Say cheese!"

Dengan kamera yang tergantung di leher, Rani bergerak lincah dari satu sudut ke sudut lain, mencari momen yang menarik untuk diabadikan.

Namun ditengah kesibukannya dalam bekerja, pemandangan aneh tertangkap oleh kameranya. Beberapa pria terlihat membawa sebuah tas besar ditengah kerumunan.

Awalnya, dia mencoba untuk berfikir positif, namun setelah menyadari pergerakan gelisah dari mereka, Rani memberanikan diri untuk melaporkannya ke beberapa orang disekitar. Sayangnya, mereka semua terlalu terpaku pada perayaan dan tidak memperhatikan peringatannya. Karena ramainya suasana disana, suara Rani juga tidak dapat terdengar dengan jelas.

Tak mau membuang waktu lagi, dia bergegas pergi ke pos polisi yang terletak beberapa meter dari pusat keramaian. Tentu saja, tanpa basa-basi Rani segera menceritakan semua yang dia lihat.

"Turis mungkin, Mbak?"

Respon mereka diluar dugaan Rani. Padahal dia juga telah memberikan bukti fotonya. Tak hanya itu, mereka malah menyarankan Rani untuk istirahat sebentar.

Jelas, Rani menaikkan nada bicaranya karena kesal. Namun belum selesai berbicara, ponselnya berdering.

"Kan aku sudah bilang Na, aku bukan jurnalis, aku lebih ke fotografer. Kalau soal foto pun, mana mungkin aku bisa kesana, jatuhnya di tengah laut begitu."

"Nana, dengerin aku. Aku tahu berita soal kecelakaan pesawat kemarin itu penting, tapi kita mesti tunggu persetujuan dari negara yang bersangkutan, kita gak bisa asal dayung kapal ke tengah Samudera Pasifik, paham? Lagipula, kejadian itu sudah hampir 3 bulan lamanya, sudah banyak orang yang mengerjakan berita itu."

Rani nampak frustasi saat dia menekan kepalanya yang pusing. Dia menarik napas panjang, menahan semua beban yang datang, apalagi saat polisi cuek didepannya mulai kepo.

"Kecelakaan pesawat GIA811 ya, Mbak?"

"Tidak perlu tanya, Pak. Kalau tasnya beneran meledak, Bapak mau tanggung jawab!?"

"Galak banget, Mbak." -meringis- "sedang kita tangani, Mbaknya duduk dulu saja."

Rani menatap polisi itu dua kali, lalu duduk. "Ya Tuhan, lelahnya hidupku," gumamnya, nyaris tidak terdengar.

Baru saat dia menutup wajahnya dengan kedua tangan, ribuan orang disana serempak menghitung mundur pergantian tahun. Suaranya sangat keras, dia bahkan tidak dapat mendengar apa yang sedang dibicarakan polisi di depannya melalui radio komunikasi.

Polisi itu terlihat linglung, dia menoleh kearah Rani, sekilas, lalu pergi ke arah berkumpulnya orang-orang.

Rani yang melihat itu, lantas berdiri. Tepat saat hitungan berakhir di angka satu, ledakan dahsyat terjadi didepan matanya, tepat dimana orang-orang sedang berkumpul.

Rani terhempas kebelakang, menembus jendela pos polisi. Tubuhnya menghantam perabotan disana dan diikuti pecahan kaca yang berhamburan mengguyur tubuhnya.

Pendengarannya sempat berdengung, sebelum  riuh suara alarm mobil mulai terdengar meraung-raung. Asap tebal bercampur dengan debu mengepul ke udara.

"Tolong."

“Tolong aku… .”

Suara rintihan terdengar bersahutan di balik kepulan asap. Rani mencoba keluar mengikuti arah suara, tubuhnya bergetar, lengan kirinya patah dan cairan hangat mengucur dari kepala.

Langkahnya terhenti setelah mendengar letusan senjata yang diikuti oleh orang-orang berlarian panik ke segala arah.

Tidak pernah sedikit pun Rani berpikir jika hari seperti ini akan hadir dalam hidupnya.

Beberapa dari mereka bahkan menabraknya, dia terjatuh. Matanya kini terpaku pada sosok yang perlahan keluar dari kepulan asap, seorang pria dengan masker gas dan pelindung tubuh yang berlapis, dan tentu saja, sebuah pistol yang ditodongkan tepat di kepala Rani.

Rani terdiam seribu bahasa, bibirnya bergetar, menatap pria itu, berharap sedikit belas kasihan darinya.

Pria itu berjalan lebih dekat, lalu berkata dengan lantang. “Hari kebangkitan segera tiba, keadilan segera ditegakkan.”

Diikuti dengan menarik pelatuk pistol.

...[Karya ini merupakan karya jalur kreatif]...

Bab 1

Jakarta, 23 Desember 2024

Delapan hari sebelumnya

Sepatunya memecah setiap genangan air hujan yang membanjiri jalan di sebuah gang pada malam itu. Dengan memakai hoodie yang melindungi kepala dari gerimis, pemuda itu mempercepat langkah.

Tak berselang lama, ponsel di saku celana bergetar, menghentikan langkah kakinya. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal terpampang di layar ponsel yang terang.

"Seven dan 9 anggota lainnya mati, Wolf dan Zoro juga tertangkap. Temui aku di persimpangan distrik 6 seperti kesepakatan awal."

"Kau punya waktu 15 menit, pastikan kopernya tetap aman. Aurora sedang mengurus para polisi."

"Mengerti," jawabnya saat berdiri di samping bak sampah besar yang berada di sudut gang. Bau busuk bercampur dengan aroma tanah yang basah.

"Kraken," lanjut pria dari sambungan telepon. "Jangan sampai gagal."

Pemuda yang dipanggil 'Kraken' itu menyimpan kembali ponselnya, melihat jarum jam di tangannya, lalu beralih ke sebuah koper berwarna metal yang sedang dia bawa.

...[Breathless Dawn]...

Antrian panjang terlihat mengular di distrik 6. Distrik 6 adalah kawasan paling terisolasi di kota. Bisa di bilang, lokasi ini adalah tempatnya para pecundang, dimana kemiskinan dan kejahatan telah mengerak di setiap jengkalnya.

Pabrik-pabrik besar membentuk distrik ini seperti kerajaan setan, gelap, kotor dan di penuhi gang sempit yang menyerupai labirin.

Semangkuk sup untuk malam ini sebenarnya tidaklah cukup, tapi apa daya, 42 orang itu memang berharap makanan gratis untuk menyambung hidup.

Mereka membawa mangkuk, kaleng dan wadah ala kadarnya untuk menerima sup hambar secara bergantian. Petugas yang membagikan makanan sudah tidak terlihat ramah sama sekali, wajahnya suntuk, seperti membagikan makanan kepada ternak.

"Mana mangkukmu!?" bentak pria gemuk itu saat melihat 'pecundang' didepannya berdiri tegap tanpa membawa wadah apapun.

"Kau melihat seorang pemuda dengan hoodie berwarna hitam lewat sini?"

Si gemuk merenggangkan kedua tangannya sambil tersenyum sinis. "Lihatlah sekelilingmu, hoodie hitam mana yang kau maksud?"

Hanya perlu waktu sepersekian detik untuk merontokkan giginya. Belum selesai dengan pukulan, dia menarik tengkuk si gemuk itu hingga pipinya menempel erat pada sebuah meja diantara mereka. Sebuah pistol juga ditodongkan, siap diletuskan kapan saja.

"A-ampun, ku-kumohon, saya benar-benar tidak tahu." Mulutnya merah menyala, giginya tanggal.

"Pemuda memakai hoodie, membawa sebuah koper berwarna perak."

"Oh-itu! Dia pergi ke-kesana, Tuan!" Menunjuk ke sebuah gang yang gelap.

Pria bersenjata itu lantas melepaskan cengkramannya, membiarkan si gendut berdiri sempurna, lalu melepaskan satu tembakan di kepala.

Suara letusan peluru lantas membuat semua orang disana reflek menunduk dan mengangkat kedua tangan mereka setinggi dada hingga diatas kepala.

"Adakah disini yang melihat pemuda dengan hoodie hitam dan koper perak!?"

Pria itu menodongkan pistol kesegala arah, tidak segan menembak untuk kedua kalinya.

Berbeda dari orang disekitar yang tenggelam dalam kebisuan, seorang pemuda dengan wajah penuh oli perlahan mendekati pria itu, tentu saja, dia juga takut.

"Apakah koper bertuliskan BioNoct?"

"Kemana dia pergi?"

"Aku melihatnya berjalan keluar dari pabrik tua di ujung jalan sana," kata pemuda itu, menunjuk ke arah gedung besar yang terbengkalai. "Aku lihat dia tampak bergegas menuju ke jalan bawah tanah, yang biasa digunakan para pengemis untuk berlindung dari hujan."

Jalan bawah tanah itu memang terkenal di distrik 6, sebuah jaringan labirin bawah tanah yang biasa mereka sebut "persimpangan". Banyak cerita beredar tentang orang-orang yang masuk dan tidak pernah ditemukan lagi, membuatnya menjadi tempat yang menakutkan bagi sebagian besar penduduk distrik. Namun pada kenyataannya, yang nekat masuk kesana hanyalah para pengedar narkoba, perdagangan manusia, pasar gelap dan praktik busuk lainnya, warga biasa mungkin sudah gila jika berani mendatangi tempat itu.

Pria bersenjata itu, tanpa mengucapkan terimakasih atau memberikan kompensasi, bergegas menuju ke arah yang ditunjukkan pemuda itu, meninggalkan kekacauan di belakangnya.

...[Breathless Dawn]...

Tenda dengan berbagai macam warna, orang-orang tua meringkuk beralaskan kardus, dan puluhan tikus yang terlihat lalu lalang seperti layaknya mobil di jalan raya. Mungkin itu sedikit gambaran mengenai kumuhnya jalan bawah tanah ini. Selain sebagai jalan bawah tanah, lokasi ini juga sangat luas, karena menjadi sumber resapan dan pembuangan limbah, itulah mengapa tempat ini ditinggali banyak orang layaknya rusun.

Pemuda dengan sebutan 'Kraken' itu berjalan dengan santai melewati kerumunan orang disana. Langkahnya yang menggema terhenti, setelah mendapati sebuah mobil van terparkir di depannya.

Pemuda itu segera masuk, menutup pintu dan memberikan kopernya ke seorang pria yang tengah duduk dikursi pengemudi.

Garis senyuman terukir diantara batang rokok yang melekat dibibir pria itu saat membuka koper. "Kerja bagus, kawan."

"Apakah itu asli?" tanya 'Kraken' saat menatap beberapa vial dan jarum suntik yang berada di dalam koper.

Pria itu menggeleng pelan, menarik sabuk pengaman dan menyalakan mesin. "Jangan tanyakan hal semacam itu kepada orang bodoh sepertiku."

Mobil van melaju kencang menerabas hujan, melewati jalanan sempit yang penuhi tikungan tajam. Hingga sampai di tikungan ke empat, lampu mobil menyoroti beberapa pria bersenjata lengkap sedang berdiri di tengah jalan.

"Brengsek!" seru si supir saat ia membanting setir, mencari jalan alternatif.

Rentetan tembakan terdengar, memecah keheningan malam. Pintu belakang, hingga kaca mobil akhirnya menjadi korban.

Pemuda itu menoleh kebelakang. "BioNoct?"

"Bukan, lebih buruk."

Ban mobil berdecit, melindas semua yang di laluinya.

"Brengsek! Mereka terus mengejar."

Suara motor mengikuti laju kencang mereka.

"Kraken! Kau urus mereka, jangan sampai mereka mengincar ban mobil!"

Kraken merangkak ke bagian belakang van, menghindari beberapa peluru yang menembus masuk.

Di bagian belakang mobil, terdapat sebuah peti yang tertutup kain dan tumpukan majalah dewasa, punya si supir. Tanpa ragu Kraken membuka peti, mengeluarkan sebuah senapan laras panjang.

"Kau pernah memakai SS2?" tanya si supir.

(SS2 adalah jenis senapan serbu)

Tatapan Kraken tampak tajam saat dirinya mengongkang senapan itu. Pemuda itu merangkak ke pintu belakang mobil yang nyaris lepas karena di berondong peluru. Dia membuka pintu, dan apa yang dia lihat, ternyata tidak semudah apa yang dia pikirkan sebelumnya. Guncangan hebat di dalam mobil sangat menyulitkan Kraken untuk membidik musuh-musuhnya.

Tiga buah sepeda motor masing-masing di tunggangi oleh 2 orang, salah satunya duduk setengah berdiri dibelakang, memberondong mobil tanpa ampun.

Hampir saja terjungkal keluar, Kraken memberanikan diri untuk menembak, tanpa bidikan yang akurat.

Desingan peluru merobek malam, membuat kepanikan dari para 'pecundang' yang menonton mereka di pinggir jalan.

"Ya Tuhan, Kraken! Apa kau belum pernah menembak!?" keluh si supir.

Satu peluru bersarang tepat di tenggorokan salah satu pengemudi motor. Alhasil, mereka berdua terjungkal dan motornya terbanting beberapa kali.

Sasaran kedua berhasil dilumpuhkan, orang yang duduk di bagian belakang motor tertembak. Si pengemudi tidak menyerah, dia mengeluarkan pistol dengan tangan kirinya, menembak dua kali hingga merobek bahu Kraken. Pemuda itu berlindung, menahan luka di bahunya, sedangkan pemotor itu justru kehilangan keseimbangan dan terjatuh seperti rekan sebelumnya.

Hanya tersisa satu motor, dua orang. Itu yang seketika muncul di benak pemuda itu. Dia kembali mengarahkan senapannya, menahan rasa nyeri dan mual yang bercampur jadi satu.

Jantungnya berhenti sejenak, pelurunya habis. Sedangkan pemotor itu hanya tinggal menarik pelatuk senapannya.

"Oscar, hentikan mobilnya!"

Suara hantaman yang begitu keras, mengejutkan tikus yang berpesta di tepi jalan. Pemotor itu menabrak bagian belakang mobil, satu di pastikan tewas dan yang satunya terlempar masuk kedalam van.

Kraken mengunci pria itu, sesekali memukulnya tanpa ampun. "NexusX?"

Dibalik helm, pria dengan wajah hancur penuh darah itu malah meringis dan tertawa.

Oscar membunuhnya dengan satu kali tembakan. "Sepertinya prediksi Aurora benar, mereka bersekongkol."

"Kedua organisasi itu?"

"Ya. Buang saja jasadnya, kita harus segera pulang."

Belum sampai menyalakan mesin, puluhan orang berdiri didepan mobil, begitu juga di belakang dan samping.

Wajahnya kini bercampur dengan lumpur dan air hujan. Pemuda itu menatap rekannya, Oscar, yang sedang dihajar habis oleh sekelompok pria dengan tongkat baseball.

"Oscar... "

Sebuah tendangan dari belakang membuatnya tersungkur mencium aspal. Dia menatap Oscar yang terbaring membelakanginya tanpa bergerak , hanya darah, darah, dan darah yang membasahi jalan.

Jaketnya ditarik dari belakang, membuat badanya tegap dengan kedua lutut menempel di aspal.

Pria tinggi dan kekar berdiri dihadapannya dengan angkuh, pria yang telah membuat kekacauan di tempat pembagian makanan gratis.

Pria itu berjongkok sambil memperlihatkan tas koper perak yang barusan dicuri.

"Menyesal?" kata dia.

Kraken membalas dengan meludah kesamping.

Pria itu lantas berdiri, menarik napas kuat-kuat, lalu melayangkan tongkat baseballnya tepat di pelipis pemuda itu.

...[Karya ini merupakan karya jalur kreatif]...

Bab 2

"Selamat datang kembali di acara kita hari ini, Talk With Tyler Spencer! Kali ini, kami memiliki tamu istimewa, perwakilan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Profesor Leonardo. Kita akan membahas tentang obat revolusioner mereka, Harmonix, yang diklaim dapat menyembuhkan HIV Aids. Selamat datang, Bapak Profesor."

"Terima kasih, Tyler. Senang bisa berada di sini," jawab Profesor Leonardo setelah mendapat sambutan tepuk tangan meriah dari penonton.

"Pertama-tama, saya ingin berbicara tentang dampak yang luar biasa dari obat Harmonix ini. Kami mendengar bahwa banyak orang yang telah berebut untuk mendapatkan vaksinasi secara global. Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini?"

"Positif, sangat positif, Tyler."

"Apa yang Anda maksud dengan positif, Pak Profesor?" Tyler tersenyum melihat para penonton yang mulai bersorak dan bertepuk tangan.

"Kami, bersama BioNoct telah melakukan pengujian yang komprehensif. Karena itu, obat Harmonix telah terbukti aman dan siap untuk dipasarkan. Kami yakin akan potensi obat ini untuk menyembuhkan HIV Aids."

"Wah Bapak Profesor yakin sekali, jadi tanpa ada keraguan sedikit pun ya, Pak?"

"Ti-tidak, tidak sama sekali."

...[Breathless Dawn]...

Dia terbangun, matanya berat dan pandangannya kabur. Tidak ada yang familiar di sekitarnya. Kipas angin kotor di Langit-langit, dinding yang kusam, serta bau debu yang menyumbat pernapasan, tentu ini bukanlah rumah sakit.

Dia mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi semuanya seperti kabut, bahkan saat dimana tongkat baseball itu menghantam pelipisnya begitu keras. Dia juga merasakan sebuah tabung di tenggorokannya, membuatnya sulit menelan ludah.

Dalam posisi berbaring, matanya yang berair mulai berkeliling. Dia melihat berbagai selang yang terhubung ke tubuhnya, mengalirkan cairan ke dalam pembuluh darah.

Tidak ada jendela, tidak ada jam dinding, tidak ada televisi, hanya sebuah pintu besi yang berdiri disisi ruangan, membuatnya frustasi.

Napasnya mulai tidak karuan, tubuhnya basah akan keringat. Kraken, mencabut semua selang ditubuhnya dengan paksa. Kakinya turun ke lantai, berdiri sedetik, lalu jatuh. Seluruh bagian tubuhnya terasa kaku dan panas.

Wajahnya tegang memerah, menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Hingga sebuah botol air mineral yang tergeletak di bawah meja, mencuri perhatiannya. Dia mengambilnya cepat, meninggalkan garis debu dilantai.

Kraken meminum air itu sampai habis. Jika saja dia dalam keadaan sehat, dia pasti akan muntah karena rasanya yang seperti plastik bercampur dengan lumut.

Perlahan pemuda itu bangkit, meraba pintu besi yang entah bagaimana cara membukannya. Itu lebih seperti terkunci dari luar.

Dia berjalan kesana-kemari, mencari cara untuk keluar, atau setidaknya, dia ingin tahu dimana dirinya sekarang. Namun semuanya tampak percuma.

Dia duduk merenung, menyeka keringat yang membasahi tubuhnya. "Oke, apa yang sebenarnya terjadi?" katanya sambil mendesah kesal.

Menatap beberapa botol yang berserakan membuat dirinya kacau. Dia tidak mungkin terus berada disini dalam posisi haus dan lapar. Sedangkan air dalam botol-botol itu jangan dipikirkan, Kraken tidak akan meminumnya lagi.

Bantal, selimut, lampu meja, tumpukan kertas kosong, semua barang disana berhamburan jatuh ke lantai. Dia bingung, kacau, dan frustrasi. Menendang dan memukul pintu itu, sampai kiamat pun tidak mungkin terbuka.

"Ini?"

Di dalam sebuah loker besi, terdapat perlengkapan yang sepertinya memang ditujukan untuknya.

Kraken meletakkan semuanya diatas kasur. Kemeja, jeans, jaket hangat, rompi pelindung, sebuah tas dan perlengkapan lainnya seperti senter hingga pistol.

Saat dia memakai pakaian barunya, secarik kertas jatuh ke lantai.

Ekspresi diwajahnya berubah, makin suram. Wajahnya kian memerah, matanya berkaca-kaca. "Tidak. Tidak mungkin," bibirnya bergetar, bersamaan dengan kedua tangannya.

"Tidak mungkin semuanya berakhir seperti ini. Tidak. Tidak mungkin!" suaranya pecah, penuh keputusasaan. Loker di dekatnya sampai ambruk karena pukulan keras.

Keadaan yang sungguh membuatnya gila, disudutkan untuk memilih antara marah atau menangis, karena untuk menjadi kuat, bukanlah pilihan, itu lebih seperti berbohong kepada diri sendiri.

Dia memakai semua perlengkapan yang telah disiapkan, menatap kearah lubang di dinding yang ditambal oleh kayu. Jalan pintas yang tidak sengaja dia temukan di balik loker besi yang ambruk.

Kraken menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya perlahan, mencoba menstabilkan kondisi kejiwaannya. Air matanya terus ingin keluar, diikuti mulutnya yang ingin berkata kasar sampai berteriak.

Pistol dalam genggaman, juga dapat menjadi jalan pintas, meninggalkan dunia sebagai pecundang.

...[Breathless Dawn]...

Aku masih mengingat bagaimana hidupku berjalan sebelum semua ini terjadi. Aku ingat bagaimana kita harus bersaing untuk dapat hidup yang layak, mencoba berbagai hal yang berbeda, hanya semata untuk merebut posisi terbaik.

Harus menjadi master dari semua pekerjaan yang kita miliki. Kita hidup di sebuah habitat dimana teknologi menjadi pedoman kehidupan. Gedung tinggi, kendaraan, ponsel, internet dan semua hal yang membuat waktu seolah berjalan lebih cepat.

Kita bahkan menguasai darat, laut dan udara. Manusia, menguasai semuanya, seperti seorang raja, raja yang rakus.

Walaupun aku manusia, namun aku bukanlah seorang raja, bahkan aku juga tidak layak memberikan pelajaran tentang kehidupan. Karena sejak lahir, yang dulu dan sekarang tidak jauh berbeda. Tapi, tapi tetap saja, apakah kehidupan diibaratkan sebuah roda yang selalu berputar? Lalu mengapa aku selalu berada di bawah?

Kraken, menyimpan catatannya. Kayu penghalang telah dibuka, dirinya telah siap untuk keluar.

Tidak lupa, secarik kertas yang sebelumnya dia temukan, juga dia simpan. Tulisan yang menandai berakhirnya kontrak kerjanya dengan organisasi Artemis, sekaligus memberitahu tentang perubahan dunia yang akan segera dia lihat langsung.

"Mereka telah bangkit, keadilan mereka telah ditegakkan. Maafkan aku jika semuanya tidak berjalan sesuai rencana kita. Sekarang semuanya terserah padamu, terimakasih, Adam."

...[Karya ini merupakan karya jalur kreatif]...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!