Suara klakson mobil yang terus berbunyi mewarnai kegelapan basement menjadi lebih gelap. Darahnya melekat pada setir mobil saat Adam mengangkat kepalanya. Tubuhnya terasa remuk, setiap bagian tubuhnya terasa sakit. Dia menatap ke depan, kaca depan mobil retak nyaris pecah, dan sebuah entitas berwarna hitam nampak jelas menempel didepan mobil.
Mungkin itu rambutnya, atau tangannya, Adam tidak ambil pusing, yang penting makhluk itu sekarang samasekali tidak bergerak.
Pemuda itu mencoba menyalakan mesin mobil namun tidak ada respon positif, kap depan juga mengepulkan asap pertanda mobil telah rusak. Setelah beberapa kali mencoba dia akhirnya menyerah, Adam mengedarkan pandangannya, mengambil tas yang berisi anti-virus, lalu keluar dari mobil.
Dibukanya pintu mobil, tubuhnya langsung meluncur ke sebuah genangan air. Tubuhnya terlalu lemah, tidak sejalan dengan keinginan otaknya.
Hanya berjarak beberapa meter, dia melihat Aurora yang duduk bersandar di salah satu pilar basement. Wanita itu tidak bergerak, ditambah gelapnya keadaan disana juga membuat Adam tidak dapat memastikan apakah wanita itu masih hidup atau tidak.
Dengan kuat, Adam mendorong lantai beton untuk berdiri. Wajahnya seketika makin pucat, setelah melihat mayat para tentara dikejauhan mulai bergerak-gerak dengan sendirinya.
"Sialan."
Tanpa pikir panjang, dia mempercepat langkahnya, terhuyung-huyung hingga berhenti tepat didepan Aurora.
"Hei," panggil Adam dengan lirih.
Matanya bergerak ke setiap bagian tubuh wanita didepannya. "Tidak apa-apa."
Adam tidak tahu apa yang harus dia katakan, tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Aurora terlihat begitu mengenaskan, separuh tubuhnya hancur. Enigma itu nampaknya juga mengeluarkan semacam zat asam hitam yang kini menggerogoti sebagian tubuhnya.
Separuh wajahnya tertutup oleh cairan hitam yang lengket dan mendidih. "Adam," suaranya nyaris tidak terdengar.
"Diamlah, kita harus segera keluar dari sini."
Adam mengangkat Aurora, memegang erat wanita itu dengan satu tangan di bawah lutut dan tangan lainnya di punggung.
Adam berjalan setengah lari kearah sumber cahaya, dimana pintu keluar basement terbuka lebar.
Mayat tentara yang terus menggeliat benar-benar meresahkan. Adam terus memantau mereka, bersiap jika sewaktu-waktu salah satu dari mereka melompat kearahnya.
"Lari!"
"Tolong! Selamatkan aku!"
Kondisi diluar basement sungguh kacau. Kebakaran dimana-mana, ratusan orang, dan Enigma yang entah berapa jumlahnya telah memenuhi halaman hotel.
Ini pertamakalinya Adam melihat pemandangan dunianya yang baru, dan itu bukanlah pemandangan yang indah. Semuanya gelap, bulan terlihat terang diatas barisan gedung pencakar langit yang nyaris roboh. Dinding pelindung yang mengitari lingkungan hotel juga telah jebol di berbagai sisi, membiarkan makhluk-makhluk itu berjejalan masuk.
"Hey! Menjauhlah dari sana!" seru seorang pria dengan shotgun ditangannya.
Adam kikuk, menggendong Aurora dengan kedua tangannya, pemuda itu berdiri ditengah jalan tanpa dapat berpikir jernih.
Tanpa dia sadari, sebuah Sleepwalker melompat kearah Adam dengan cakar dan mulut lebar di wajahnya yang menyerupai ritsleting jaket.
Adam melihat betul bagaimana monster itu melompat dan bagaimana kepala monster itu hancur seperti semangka yang jatuh.
"Ikuti aku!"
Melihat pria dengan shotgun itu pergi, Adam segera mengikutinya. "Pak, kemana kita harus pergi?"
"Menemui keluargaku," kata pria berumur 40an itu saat dirinya kembali menembak mati Sleepwalker dengan shotgun.
Mereka berlari melewati berbagai ancaman yang datang. Suara sirine peringatan tanda bahaya masih terus meraung-raung, beberapa tentara nampak berdiri di atas dinding pelindung dan menara pengawas. Rentetan tembakan memecah keheningan malam, menghancurkan wajah jelek dari setiap Enigma yang datang.
"Mas, darimana saja kamu?"
Seorang wanita terlihat gelagapan menghampiri pria itu. "Dimas ketakutan, orang-orang datang menolong, tapi... "
Pria itu menghapus air mata istrinya. "Tidak apa-apa, dimana Dimas? Didalam mobil?"
Istrinya mengangguk. "Siapa mereka?"
"Aku bertemu mereka saat mengecek gerbang utama."
"Apa mereka akan ikut dengan kita?"
Pria itu nampak terdiam sesaat, menelan ludahnya lalu berkata,"Masuklah ke mobil, temani anak kita."
Adam hanya bisa melihat mereka mulai berdebat, dia tahu jika wanita itu tidak menginginkannya untuk bergabung, namun itu wajar saja di situasi seperti ini. Kini dia menatap Aurora yang terpejam ditangannya.
"Aku akan mencari jalan lain," kata Adam saat melihat pria itu kembali kepadanya.
"Tidak perlu, ikutlah dengan kami," kata pria itu dengan penuh keyakinan. "Tapi temanmu... ."
"Pak, dia baik-baik saja."
Pria itu lantas menepuk bahu Adam, menuntunnya masuk ke dalam mobilnya. "Kau tidak keberatan duduk di depan bersamaku, kan?"
Adam menggeleng pelan.
"Bagus." Pria itu membuka pintu. "Bawa temanmu ke kursi tengah, lukanya terlihat cukup parah, kau tahu? Biarkan istriku yang mengurusnya."
"Terimakasih banyak."
"Masuklah, kita tidak punya waktu lagi." Pria itu menyalakan mesin. "Ya tuhan, lihat dunia kita sekarang," kata pria itu tersenyum tipis kearah Adam.
Ban baru bergulir sejauh kurang dari dua meter, mobil harus terhenti.
"Woi! Menyingkirlah dari jalan!"
Orang-orang mulai mengerumuni mereka, berharap untuk mendapatkan tumpangan. Mereka memukuli kaca, bahkan hingga naik ke kap dan atap mobil.
"Pak, apa yang harus kita lakukan?" Tanya Adam.
Pria itu terus menekan klaksonnya sambil mengumpat. "Persetan, tidak ada cara lain."
"Kumohon bawa saja anakku!" Kata seorang pria diluar dengan menggendong seorang anak laki-laki.
Jaket tebal, topi hangat, robot mainan dari kaleng, Adam seperti pernah melihat anak itu sebelumnya. "Setidaknya biarkan anak itu masuk," kata Adam.
"Tidak."
Adam menatap pria disampingnya. "Masih banyak ruang disini. Lihatlah!"
"Tidak. Sudah penuh."
"Bajingan! Bukalah pintunya!" Bentak Adam dengan menodongkan pistol ke pelipis pria itu.
"Mas! Cukup, hentikan," istrinya menangis ketakutan, memeluk anaknya.
"Kau pikir aku takut? Hah!?" Pria itu mencoba merebut pistol Adam, adu mulut dan baku hantam pun terjadi di tempat yang sangat sempit.
Mereka terus beradu, hingga sebuah bis menabrak mobil mereka dari belakang. Seketika sebagian kaca mobil pecah. Beberapa orang diluar tergencet oleh bis, terguling jatuh dari atap, hingga terlindas.
"Oh Tuhan!" Pria di belakang kemudi segera menginjak pedal gas, mobil melaju tidak karuan, menabrak orang-orang yang berlarian didepannya.
"Bisakah kau berhenti menabrak mereka!?"
"Diamlah!"
Wajah mereka panik, tubuh mereka basah akan keringat. Adam menoleh kebelakang, melihat kearah bis yang barusan menabrak mereka, matanya melebar saat mengetahui beberapa Enigma keluar dari bis yang terguling.
"Apa mereka akan membiarkan kita lewat?" Tanya istri pria itu saat sebuah Jeep militer menghalangi gerbang utama, salah satu pintu keluar.
Jeep itu nampak sedang menembaki monster-monster yang datang, beberapa tentara juga terlihat sibuk disekitarnya.
"Kalian menghalangi jalan!" Teriak pria disamping Adam keluar dari jendela.
Seorang tentara melambaikan tangannya, mengisyaratkan mereka untuk lewat. Namun, sebuah mobil entah terlempar dari mana, jatuh menimpa Jeep militer itu hingga meledak.
Semuanya sontak kaget dan mendongak keatas. Wanita dibelakang dan anaknya makin histeris.
"Jangan lihat!" Pria itu menancap gas sekuat-kuatnya. "Jangan lihat apapun ke luar jendela!"
Ban mobil berdecit, berbelok-belok menghindari bangkai Jeep yang terbakar. Keadaan disana menjadi lebih terang karena ganasnya api yang berkobar.
Adam melihat kebelakang, para tentara membuang senjata mereka lalu berlarian keluar, meninggalkan area hotel.
Entah apa yang mereka lihat disana, setidaknya, dirinya bisa bernapas lega setelah mobil mereka berhasil keluar.
...[Karya ini merupakan karya jalur kreatif]...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments