"Pengawal pribadi, ya? Hmm... ," pria gemuk itu bersandar di sofa, mengusap janggut di dagunya beberapa kali, lalu berkata dengan senyuman. "Pantas saja dari tadi kau terus memandangiku dari atas ke bawah," dia tutup dengan tawa riang.
"Tapi memang, aku pikir kalian memanglah pasangan yang serasi." Menghapus air yang keluar di sudut matanya. "Saudara Adam tetap melindungi Nona Aura disaat dunia sedang kacau balau. Dengan apa kau dibayar, Saudaraku?"
Pria itu tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya berkali-kali. Namun, hanya garis datar dibibir Adam yang terukir jelas.
"Tentu saja dengan uang yang banyak," jawab Adam dengan cepat sebelum pinggangnya terdorong siku wanita disebelahnya cukup keras.
"Uang sudah tidak laku, Adam. Dia akan berpikir aku membodohimu, dan kamu adalah orang yang paling bodoh," bisik Aura dengan terus mendorong sikunya. "Tidak ada yang perlu mereka ketahui tentang Artemis."
"Pak Amal, kebetulan kami memang sudah saling mengenal sejak lama."
"Oh, begitu ya." Amal tidak bisa membantah senyuman tulus wanita itu, dia memainkan janggutnya lebih intens. "Pasti kau sudah melewati hal yang tidak menyenangkan, Nona Aura?"
"Maksud Anda, perban ini?" -meminum teh- "Mungkin perlu waktu yang cukup lama agar semuanya dapat kembali pulih."
"Kami punya banyak perban dan beberapa obat-obatan jika kalian membutuhkannya."
Niatan baik Amal mendapat respon positif dari Aura, namun berbeda dengan Adam. Adam terlihat tidak baik-baik saja sejak Erig membulinya. Kejadian saat bersama keluarga kemarin juga menjadi bahan pertimbangan untuknya dalam hal kepercayaan.
"Kami hanya berencana menetap malam ini, kau bisa menyimpan persediaan yang kau miliki untuk anggota guildmu."
Mendengar perkataan Adam, senyuman diwajah Amal pudar. Pria itu meregangkan tangan dengan kerutan diwajahnya. "Diluar tidak lagi aman. Cepat atau lambat kalian akan memerlukan komunitas agar dapat bertahan di dunia ini."
"Aku rasa kalian sudah tahu akan hal ini," pungkasnya.
"Tentu kami memahami betul akan hal itu tapi... ." Adam menyilangkan kakinya, duduk bersandar dengan santai. "Dimana pun kita berada, entah itu komunitas atau pun seorang diri, cepat atau lambat mereka akan tetap menghampiri kita."
Setengah alis pria gempal itu terangkat. "Seharusnya mereka keluar saat malam, bukan?" -memperlihatkan jam ditangannya- "Tapi lihatlah, sekarang sudah jam 7 malam tapi tidak ada satu pun dari makhluk itu yang masuk."
"Huh, aku mengerti," desah pria itu menggaruk rambutnya yang sudah jarang, mengetahui perkataannya tidak direspon. "Sebagai orang yang bertanggung jawab atas kelangsungan guild ini, aku sebenarnya sangat berharap kalian dapat membantu mengurangi masalah kami, walaupun hanya sedikit."
"Aku tahu ini terdengar egois, tapi... ."
"Tapi?" tanya Adam penasaran.
"Tapi aku tidak akan membiarkan kalian pergi begitu saja."
...[Breathless Dawn]...
Tiga orang pria dewasa terlihat sedang berjaga di pintu utama gedung, lebih tepatnya berkumpul di meja resepsionis. Cahaya bulan yang menyelinap melalui pintu utama yang telah lama hancur. Sinar cahaya bulan membuat lantai marmer dibawah mereka tampak berkilauan.
Dua orang bersandar pada meja dengan nama perusahaan yang tertulis dengan jelas didepannya, sedangkan yang satunya duduk santai diatasnya dengan kaki tergantung.
"Bukankah mobil didepan sana adalah milik para pendatang baru itu?"
"Aku rasa iya," jawab salah satu temannya. "Aku dengar mereka berdua masuk dan menaiki tangga hingga ke lantai 53."
"Apa mereka gila?" teman lainnya menanggapi, rokok di bibirnya sampai hampir terlempar jatuh. "Bahkan aku tidak akan melakukan hal itu walaupun Tuan Amal memaksaku."
Pria yang duduk diatas meja tersenyum miring, menyipitkan matanya sambil menendang teman disebelahnya beberapa kali. "Mungkin itu karena dirimu yang terlalu lemah. Aku akan melakukannya berulang kali jika Tuan Amal memberiku seorang wanita yang cantik," kata orang itu dengan nada bercanda.
Temannya yang ditendang pelan tidak terlihat begitu kesal. "Aku melihat salah satu dari mereka adalah seorang wanita, loh."
"Jangan berbohong pada kami, mana ada wanita kuat menaiki tangga secepat itu."
"Huh, entah kenapa setelah dunia berubah, aku jadi mudah berkeringat saat mendengar apapun tentang wanita," tambah orang itu dengan sedikit seringai diwajahnya.
"Raka mulai konslet lagi," temannya yang paling pendiam, berjalan pergi. "Ada yang mau titip kopi?"
"Sekalian, Zak! Buatkan dua ya?"
Setelah melihat temannya yang bernama Zaki pergi membuat kopi, mereka berdua kembali terlelap dalam keheningan. Lobi gedung yang penuh sampah dan darah yang mengering adalah salah satu pemandangan yang tidak bisa mereka lewatkan. Lorong sepi, suasana luar yang gelap disertai lolongan-lolongan yang bunyinya sulit dijelaskan.
"Seharusnya pintu utama gedung diperbaiki," kata Raka memecah keheningan mereka.
"Kau benar, jika tidak, seseorang dapat ma—"
"Hei, kau kenapa?"
Temannya bersandar kaku, matanya melotot keluar, diikuti dengan cairan merah yang tersembur dari mulut dan lehernya. Paparan sinar bulan memperlihatkan betapa menyilaukan, kilauan belati yang tertancap dileher temannya itu.
Dengan rahang tergantung, penjaga bernama Raka itu melempar pandangannya ke pintu utama. Dimana enam, tidak, delapan orang berjubah serba hitam berjalan masuk.
Saat dirinya kalang kabut, menarik pistol di pinggangnya yang seakan tersangkut.
Sekumpulan pendatang dengan masker gas dan berpakaian serba hitam mulai bergerak dengan cepat. Setiap langkah mereka nyaris tidak terdengar, seperti bayangan.
Satu orang melesat kearahnya dengan jubah yang berkibar menyerupai malam. Sebilah katana ditarik dari pinggangnya, menampilkan sekilas cahaya yang menutupi tubuhnya yang ramping.
...[Breathless Dawn]...
"Apa-apaan itu!?" dengan emosi Adam berdiri, matanya berkilat menatap kearah pria gemuk yang duduk diseberang meja.
"Sudahlah. Aura, kita pergi sekarang." meraih tangan kiri Aura yang masih duduk.
Amal tertawa kecil. "Saudara Adam, kau sungguh naif." -memainkan janggutnya lagi- "Kami memiliki pasukan terlatih, sebagian dari mereka adalah mantan polisi hingga tentara. Dan yah, tentu saja kami memiliki banyak senjata api."
"Kau tidak akan bisa keluar begitu saja setelah masuk ke wilayah kami tanpa izin, mengerti?"
"Duduklah Adam. Apa yang dia katakan benar, pada kenyataannya kita memang masuk kesini tanpa izin," kata Aura dengan senyuman tipis diwajahnya.
Adam menatap mereka secara bergantian, dirinya masih terbakar emosi. "Bagaimana kami dapat meminta izin, jika pasukan terlatihmu hanyalah pria mesum yang suka minum."
Melihat Adam duduk, wajah Amal semringah. "Maksudmu Erig?" berusaha menahan tawa yang segera keluar dari mulutnya. "Itu adalah kesalahan, kau tahu. Seharusnya ada penjaga yang bertugas mengawasi pintu masuk. Tapi karena kau datang sebelum matahari tenggelam, penjagaan kami jadi sedikit longgar."
"Kau pikir makhluk itu tidak akan keluar saat siang hari?" tanya Adam dengan cepat.
"Tentu saja, kemana saja ku selama ini?"
"Kau tahu, Pak." -merapatkan kedua tangan- "Lebih baik kau biarkan kami pergi malam ini."
"Aku tidak ingin bertanggung jawab atas kematian para pasukan elitmu itu setelah gedung ini beralih menjadi kuburan masal," tutup Adam.
Didalam ruangan yang tadinya adalah tempat kerja bagi bos perusahaan, ketegangan menguasai setiap jengkal ruangan. Lukisan yang menggambarkan jalannya pertempuran Waterloo yang terjadi pada tahun 1815 mencerminkan emosi yang melayang diudara. TV LED yang hanya menampilkan layar hitam disudut ruangan, mewakili kebisuan mereka berdua saat melihat pria gemuk itu tersedak dengan secangkir teh di tangannya.
Dia tersedak karena tertawa, mendengar ocehan pemuda bernama Adam. Adam menatapnya penuh emosi, Aura menatapnya dengan ekspresi yang tidak dapat ditebak.
"Aku jadi tidak sabar melihatmu bekerja sebagai bawahanku," kata Amal, menunjuk Adam dengan sebuah bolpoin. "Penjaga!"
Pintu ruangan terbuka, Adam bersiap melawan namun sebuah karung membuat pengelihatannya seketika hitam. Karung yang menutupi seluruh kepalanya itu ditarik keras, hingga tubuhnya jatuh kebelakang.
"Biarkan aku beri sedikit pelajaran untuk kalian, setelah mengotori niatan baikku dengan kesombongan kalian."
Adam terus meronta walaupun kaki dan tangannya terikat kuat. "Kami tidak butuh niat baikmu."
"Begitu ya, sayang sekali, kau bertemu guild yang salah!"
Semuanya, kini benar-benar menjadi gelap dan sunyi.
...[Karya ini merupakan karya jalur kreatif]...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments