Area paling bawah dari Hotel yang memiliki 36 lantai, basement yang dulu biasa dipakai untuk tempat berkumpulnya kendaraan dari para pengunjung, kini menjadi ruangan lembab yang terisolasi.
Seharusnya disini terdapat mobil SUV yang biasa digunakan Aurora untuk menjalani berbagai misi, seperti misi eksplorasi. Namun siapa sangka, semuanya tidak berjalan sesuai rencananya. Bahkan cara sabotase yang mengakibatkan ratusan nyawa terancam, juga bukanlah rencana awalnya.
"Kau yang memulai semua ini, Aura Rebecca, semuanya tidak akan terjadi jika ayahmu mati sejak dulu."
Ekspresi wajahnya dingin, menatap kearah barisan tentara yang telah siap menembaknya kapan saja. Kedua tangannya tidak diangkat, Aura, nama asli Aurora, samasekali tidak menyukai perkataan Kolonel barusan.
Sedangkan dibelakangnya, dengan kedua tangan dilempar ke atas, Adam terlihat kebingungan. Tidak ada yang menyalahkannya karena dia memang melalui banyak hal dengan begitu cepat. Baru semalam setelah dia berhasil diselamatkan, sekarang, pukul tiga pagi, dia harus menanti keajaiban baru untuk datang menolongnya lagi.
"Anda yang membenci kami, Kolonel. Kekacauan ini tidak akan terjadi jika Anda dan anak buahmu tidak membunuh orang-orangku."
Kolonel Garant membuang rokoknya, lalu menginjak puntung rokoknya hingga padam. "Aku tidak suka berbicara dengan wanita yang bertele-tele, cepat berikan anti-virusnya."
Adam hanya menatap lekat wajah wanita didepannya lalu beralih kearah Kolonel, tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan.
Pria tua itu telah kehabisan kesabaran, suara kekacauan diluar basement menjadi salah satu pemicunya. Tanpa basa-basi, dia mengeluarkan sebuah pistol revolver dan menodongkannya ke arah Adam. "Aku hitung sampai 3, lempar barangnya kesini."
Satu tembakan tepat sasaran, menembus masuk ke bahu kiri Adam. Suaranya menggelegar, menggema hingga keluar area basement.
Tembakan peringatan itu nyatanya tidak meluluhkan hati Aurora, dia masih berdiri disana, dalam diam.
Kolonel Garant menundukkan kepalanya, bibirnya berdecak. "Kau memang sangat mirip dengannya."
"Anda tidak tahu apapun, Kolonel." -tersenyum tipis- "Jadi karena ini, Anda membunuh orang-orangku? Saya tidak akan memberikan barang yang Anda inginkan, jangan berharap terlalu banyak."
"Jadi kau tidak mengkhawatirkan anak buahmu?" Tanya Kolonel itu membalas senyuman Aurora.
"Saya sudah tidak membutuhkannya."
"Apa!?" Adam melotot kaget.
Peluru kedua melesat, kini menembus paha kanannya, membuatnya nyaris ambruk, bertumpu pada lutut. Urat dilehernya mengeras, wajahnya merah menahan perih. Aurora bahkan sama sekali tidak menoleh kearahnya.
"Well... well... well... Malangnya nasibmu." Kolonel itu kini mengarahkan pistolnya tepat ke kepala Adam. "Kau terlalu naif."
Disaat yang sama, terdengar suara tangisan wanita di sudut gelap basement. Suaranya lirih, namun dapat didengarkan oleh semua orang disana.
Spontan, semua mata tertuju kesana. Area basement yang diselimuti kegelapan pekat, mengeluarkan suara tangisan perempuan yang entah sejak kapan wanita itu berdiam diri disana.
Seorang tentara dengan gugup, menyalakan senter di bawah senapannya. Lingkaran cahaya bergerak lambat mulai dari genangan air di bawah, lalu perlahan naik hingga mengungkap sosok wanita yang sedang jongkok dengan posisi mendekap erat tubuhnya dan kepalanya tertunduk.
Tentara itu menoleh ke arah kolonel sekilas, lalu perlahan mendekati wanita itu. Namun sayangnya, saat wanita itu mengangkat kepala, hanya bibirnya saja yang dapat mereka lihat, bibir yang tersenyum tanpa mata dan hidung.
"E-enigma?" Tentara itu menggigil, takut bukan main. Dia perlahan mundur, melihat kejutan susulan dari sosok wanita itu, dimana sosok itu mulai berdiri tegap. Tubuh rampingnya sangat tidak proporsional, tingginya mencapai tiga meter lebih, dan rambut dan tangannya sangatlah panjang, diseret dan basah terkena genangan air.
"Ya Tuhan."
Kata terakhir dari Kolonel, sebelum ia terhempas membentur pilar penyangga basement. Tubuhnya hancur, darahnya mencuat ke segala arah.
"Sial, Kolonel! Tembak kepalanya!"
Ratusan peluru di tembakkan dengan panik oleh keenam tentara yang tersisa.
"Sandi!"
"Tinggalkan! Dia sudah tewas! Terus saja incar kepalanya!"
"Aku bahkan tidak dapat melihatnya, terlalu cepat!"
Satu per satu dari mereka tumbang. Semua usaha mereka percuma, sia-sia saja.
Disisi lain, Aurora menghampiri Adam, melihat luka di bahu dan kakinya.
"Apa ini?" Kata Adam saat menerima sebuah tas kecil yang misterius.
"Anti-virus B, jaga ini baik-baik, temui mereka di dekat Perpustakaan Kota, aku tahu kamu masih hafal jalan di Jakarta, bukan?"
"Apa maksudmu?"
"Ambil mobil orang-orang itu, aku akan mengalihkan perhatian monster itu."
"Hey! Kau sudah gila, ya? Aku barusaja ditembak dua kali, dan kau masih menyuruhku mengendarai mobil itu?"
"Wanita ini... astaga."
Melihat Aurora maju seorang diri menembaki Enigma itu, Adam segera bergerak cepat. Dia berlari pincang kearah mobil, beruntung semua tentara disana terfokus pada Enigma yang mirip kuntilanak itu.
Karena posisi mobil Jeep masih menyala, Adam tidak perlu lagi bersusah payah mencari kuncinya. Dia menoleh kearah Aurora, menunggunya sebentar.
Beberapa saat setelah peluru terakhir ditembakkan, keadaan sekarang menjadi begitu gelap, semua tentara telah mati. Adam duduk di mobil, ujung sepatunya sudah siap di pedal gas. Dia benci wanita itu, tapi cara dia berkorban sungguh tidak dapat diterima.
Bibirnya bergumam, menghitung mundur, berpikir jika berhenti di angka satu, mau tidak mau, Adam akan pergi meninggalkannya.
Tubuhnya basah akan keringat dan darah, tapi dia masih sabar menanti.
Hingga senyuman lebar seketika muncul didepan mobil, Enigma itu memberinya kejutan ulang tahun.
Mobil melaju mundur karena panik, menghantam pilar basement. "Bajingan!" Jeritnya melawan rasa takut.
Enigma itu menahan mobilnya, sebelum suara tembakan kembali terdengar. Aurora menembaki monster itu dari balik kegelapan. Memiliki emosi setipis kertas, Enigma itu beralih menyerang Aurora.
Adam menggigit rahanya kuat, apa boleh buat, wanita itu yang memintanya. Dia melaju ke pintu keluar basement.
Melalui kaca spion, Adam melihat bagaimana wanita itu menembaki Enigma itu tanpa ketakutan diwajahnya. Sambil terus menginjak pedal gas, Adam melihatnya, kagum. Namun, semuanya berakhir dengan cepat, setelah Enigma itu membalas dengan satu hantaman keras dengan tangan panjangnya. Aurora terlempar jauh, termakan gelapnya malam.
...[Karya ini merupakan karya jalur kreatif]...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments