Dendam Atlana
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi kanan gadis berkacamata. Meski begitu, tak ada perlawanan yang dia lakukan. Baginya, caci maki, tamparan, bahkan pukulan di sekujur tubuhnya bukan hal asing lagi. Menangis dan teriak pun tak akan mereka hiraukan.
Plak!
Satu tamparan lagi mendarat di wajahnya, seiring dengan air matanya yang jatuh.
"Cih! Kamu benar-benar anak nggak tau diri! Saya sudah biarkan kamu menumpang disini! Tapi, kamu malah bersantai dan mengabaikan pekerjaanmu?"
"Ma, Atlana gak sengaja, Ma. Dara—"
"Kamu menyalahkan putri saya?!" Bentakan keras itu terdengar di telinga Atlana, membuat air matanya kembali menetes. Dia rindu hidupnya yang dulu. Hidupnya bersama sang papa dan mama.
Atlana Nayanika, gadis berusia 18 tahun yang hidup menderita bersama sang ibu tiri dan juga saudara tirinya. Ibunya meninggal ketika usianya 8 tahun. Kepergian ibunya membawa sang Ayah menikah lagi setelah dua tahun menyendiri. Namun, siapa sangka? Ibu tirinya dan saudara tirinya tak sebaik yang dia pikirkan.
Ibu dan saudara tirinya adalah manusia bermuka dua. Mereka bersikap baik ketika berada di depan ayahnya. Namun, ketika tanpa sang ayah, ia akan dijadikan pembantu di rumahnya sendiri, bahkan disiksa tanpa belas kasih. Penderitaannya semakin bertambah setelah sang ayah meninggal 5 tahun lalu. Dia benar-benar merasakan neraka di rumahnya yang penuh kenangan indah.
"Ma, Atlana itu pinter bohong, Ma. Jangan percaya!" ucap Dara memprovokasi Mamanya.
Wanita itu mengeraskan rahangnya. Dia mengambil sebuah sapu dan memukul tubuh Atlana. Wanita itu tak peduli dengan jeritan kesakitan Atlana. Bekas lukanya belum kering. Bahkan dia mendapatkan luka baru saat pulang sekolah kemarin. Dan itu sangat menyakitkan.
"Ma, ampun, Ma.... Atlana gak akan ulangi lagi," ucapnya dengan air mata yang terus mengalir.
"Jangan didengerin, Ma. Mukanya aja yang sok polos! Dia suka bohong!" tambah Dara, semakin membuat Mamanya tersulut emosi.
Setelah merasa puas, wanita yang sering disapa Yuni itu menghentikan pukulannya.
"Bersihkan ruang tamu ini. Kamu boleh berangkat sekolah setelah membersihkannya!" tegasnya. "Ayo, sayang, kita sarapan. Kamu harus sarapan agar fokus di sekolah."
"Ya, Mama duluan aja. Nanti Dara nyusul." Yuni hanya mengangguk, mengiyakan ucapan putrinya. Dia tahu, Dara masih ingin bermain-main dengan Atlana.
"Enak ya, digampar, dipukul Mama gue?" tanya Dara dengan senyum mengejek. Dia menarik kasar rambut sepunggung Atlana yang dikepang gadis itu. "Lo tau? Lo itu pantas dapat ini semua! Lo dilahirkan untuk jadi babu gue!"
Air mata tak hentinya mengalir di pipi Atlana. Rasa sakit di sekujur tubuhnya membuatnya menggigit bibirnya, mencoba meredam tangisnya.
"Aku salah apa, Dara...?"
"Salah lo? Salah lo banyak! Yang paling besar kesalahan lo yaitu memperoleh warisan paling banyak dari papa! Cewek cupu kayak lo gak pantas dapat banyak harta! Gue juga benci lo dekat sama Delon!"
Atlana terdiam. Apa ada yang salah jika dia dekat dengan Delon? Cowok itu sendiri yang mendekatinya dan memintanya menjadi pacarnya. Dia menyukai Delon sejak awal masuk SMA. Dia tidak berharap cowok itu balas menyukainya.
Tapi, takdir berkata lain. Delon juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Dan untuk warisan, bukan dia yang memintanya. Sang ayah yang memberikan semua itu padanya.
"Cih! Babu kayak lo gak pantas sama pangeran kayak Delon!" Dara berdecih sambil membuang ludahnya di rok abu milik Atlana. "Nih, tas gue! Lo bawa. Tas gue harus ada di kelas saat gue tiba di sana." Dara melempar tasnya ke tubuh Atlana, lalu membawa langkahnya menjauh dari Atlana.
Gadis itu sesenggukkan. Tangisnya sedikit terdengar. Batin dan fisiknya begitu sakit.
"Sudahlah, Atlana. Jangan menangis lagi. papa dan mama pasti akan sedih melihatmu menangis. Sekarang, kerjakan pekerjaanmu dengan cepat. Kamu harus tiba di sekolah terlebih dahulu sebelum Dara," batin Atlana menyemangati dirinya sendiri.
Atlana segera bangun dan berdiri. Dia sedikit meringis menahan sakit. Setelah itu, dia segera membersihkan ruang tamu sesuai permintaan ibu tirinya.
***
Atlana berjalan pelan menyusuri setiap lorong kelas. Perutnya begitu lapar karena tidak sempat sarapan pagi tadi. Yuni dan Dara menghabiskan semua sarapan yang dia masak.
Langkahnya berhenti ketika menabrak seseorang. Dengan pelan dia mendongak. Gadis dengan rambut yang dikepang dan kacamata yang bertengger di hidung itu meneguk ludahnya kasar.
Di depannya, berdiri seorang cowok dingin, bertubuh tinggi nan atletis yang begitu ditakuti siswa siswi di SMA Mandala. Dia Regantara, cowok yang akan membalas berkali-kali lipat jika dirinya diusik. Tidak peduli pria atau wanita, semuanya sama di mata Regantara. Meski begitu, masih banyak siswi di sekolahnya yang menyukai Regantara.
"Ma-maaf. A-aku tidak sengaja." Atlana hendak pergi, namun cowok yang akrab disapa Regan itu menahan tangannya. Pegangan cowok itu dipergelangan tangannya begitu kuat. Membuat ia semakin merasakan sakit karena tangannya tak luput dari pukulan sang Mama pagi tadi, dan juga masih terdapat bekas-bekas pebullyan yang dia dapatkan dari geng cantik, geng yang diketuai Fenny, dan beranggota Dara dan Yura.
"Aku mohon, Re-Regan. Ma-maafkan aku. Aku benar-benar nggak sengaja," ucap Luna terbata. Dan tiba-tiba, Regan melepaskannya dan berjalan menjauh. Atlana bisa bernafas lega.
Atlana melanjutkan jalannya. Dia tidak memiliki teman di sekolah itu. Tidak ada siswa yang mau mendekatinya lantaran tidak suka dengannya yang terkesan tidak pandai mengurus diri. Padahal, mereka tidak pernah tahu, apa yang terjadi padanya di rumah peninggalan sang papa.
"Sayang, kamu kapan sih mutusin si cupu itu? Aku muak tau nggak tiap kamu dekat sama dia?" Suara Manja itu begitu Atlana kenal. Itu suara Dara. Atlana melangkah mendekat. Sontak, ia menutup mulutnya saat melihat Dara sedang bersama Delon. Ya, Delon yang merupakan cowok yang masih berstatus sebagai pacarnya.
"Tenang sayang. Kamu harus bersabar. Aku belum puas memanfaatkan gadis bodoh itu! Semua tugas sekolahku ia kerjakan. Dia bahkan mau menuruti semua yang ku katakan. Aku masih membutuhkan dia. Tiba waktunya nanti, dia pasti akan ku buang."
Air mata Atlana menetes. Dia salah selama ini. Cowok yang dia anggap baik, ternyata hanya memanfaatkannya. Dia bahkan mendengar gelak tawa dua orang itu yang sudah pasti menertawakan kebodohannya.
Atlana bergegas meninggalkan tempat itu dan kembali ke kelasnya. Air matanya tak behenti menetes. Hingga bel memulai kembali pelajaran terdengar, Atlana baru menghentikan tangisnya.
***
"Aku ingin kita berhenti, Delon," ucap Atlana.
Wajah lembut yang dibuat-buat oleh Delon langsung berubah dingin. Dia menatap Atlana tak suka. "Apa maksudmu?" tanyanya.
"Aku nggak mau lagi dimanfaatin kamu," ucap Atlana. Dia sadar, dia begitu naif selama ini. Cowok yang cukup tampan seperti Delon tidak mungkin menyukai gadis lusuh dan cupu sepertinya, kecuali untuk dimanfaatkan.
Delon tersenyum. "Kamu terlalu peduli sama kata orang, sayang," ucap Delon mencoba mempengaruhi Atlana.
Gadis itu menggeleng. Saat hendak membuka suara, terdengar sorak sorai mendekat ke arah mereka. Dua sahabat Delon tiba-tiba menarik cowok itu untuk pergi. Sementara Atlana, mereka biarkan bersama geng cantik, dimana sudah ada Fenny, Dara dan Yura yang menatap miring Atlana.
Alaram bahanya memperingati Atlana. Senyum miring yang ketiga gadis itu tunjukkan mebuatnya merasa takut. Dengan cepat ia bergegas pergi. Tapi, Dara dan Yura dengan cekatan menahannya.
"Mau kemana? Hmm?" tanya Fenny. Dia mengelus pipi Atlana dengan lembut, lalu...
Plak!
Plak!
Dua tamparan Fenny layangkan. Cewek itu lalu meraih kasar rahang Atlana. "Gue muak lihat muka lo!" ucap Fenny, lalu menghempas kasar wajah Atlana.
"A-apa salah aku?" tanya Atlana.
"Apa salah lo? Gara-gara lo, kita bertiga dihukum! Lo telat anterin tas Dara. Lo goblok kalau gak tau apa isi tas Dara." Atlana terdiam. Dia tahu, tas Dara bersisi buku tugas mereka yang semalam ia kerjakan. Tapi, bukan hanya mereka yang dihukum. Dia juga dihukum karena telat.
Atlana sangat ingin membantah ucapan Fenny. Tapi, dia tidak memiliki keberanian. Alhasil, dia hanya mampu menunduk dan bersikap mengakui kesalahan yang sebenarnya tidak sepenuhnya salahnya. "Maaf," ucap Atlana.
"Huh! Maaf? Lo pikir dengan minta maaf, lo bisa kembali in waktu 5 menit kita di depan kelas, berdiri sambil narik telinga?" ketus Yura.
Lima menit? Atlana bahkan mendapatkan hukuman membersihkan semua toilet di lantai satu sekolah.
"Ck. Udahlah, Fen, Yan. Langsung aja ke toilet gak?" ujar Dara dengan seringaian jahat.
Atlana menggeleng. Dia tidak ingin dibawa ke toilet. Itu sangat menakutkan. Dia begitu trauma jika ketiga cewek itu mengatakan membawanya ke toilet. Mereka tidak memiliki belas kasih. Atlana sudah berkali-kali tidak masuk sekolah ketika di bully di toilet oleh ketiga gadis itu.
"Aku mohon, jangan bawa aku ke toilet."
Mereka seolah tuli dengan ucapan Atlana. Bagi mereka, menyiksa Atlana adalah kebahagiaan. Tidak peduli gadis itu terluka, atau bahkan mati.
Dengan kasar mereka menyeret Atlana ke toilet. Yura dan Dara mendorong tubuh Atlana hingga membentur pinggiran wastafel.
"Akhh...." Atlana meringis sakit. Benturan keras itu membuat pinggangnya hampir patah.
Belum sempat Atlana menjauhkan tubuhnya dari wastafel, tamparan kembali mendarat di pipi Atlana. Kali ini dilakukan bertubi-tubi dan bergantian oleh ketiga gadis itu. Atlana benar-bebar tak berdaya. Wajahnya bengkak dan memar.
Tidak hanya sampai di situ. Mereka juga bergantian membentur kepala Atlana ke dinding toilet. Sehingga kening gadis itu mengeluarkan darah.
"Hahaha.... Puas banget gue!" ucap Dara. Fenny dan Yura ikut terkekeh.
"Tapi, gue mau ngasih satu lagi," ucap Yura. Dia mendekati Atlana dan menarik gadis yang terduduk lemas itu untuk berdiri. Dia menghidupkan kran air hingga air memenuhi wastafel.
Dengan tak berperasaan gadis itu menenggelamkan wajah Atlana dan menekan paksa kepalanya. Atlana mencoba memberontak. Tapi, tenaganya tak mampu menyaingi Yura.
Yura terkekeh melihat Atlana. Dia menarik rambut Atlana hingga wajah gadis itu keluar dari air. Tapi tak lama, dia kembali memasukkannya. Hal itu dia lakukan beberapa kali. Hingga merasa nafas Atlana hampir habis, dia menghempaskan tubuh gadis itu ke lantai.
Fenny tersenyum miring, begitu juga Dara dan Yura. Dara maju dan menendang tubuh Atlana beberapa kali. Membuat gadis yang sudah terduduk lemas itu semakin tak berdaya.
"Mampus lo! Gue benci banget sama lo, sialan!" ucap Dara.
Fenny mendekat. Kini gilirannya. Dia menadahkan tangannya pada Dara. Dan dengan cepat gadis itu mengeluarkan sebuah silet tajam. Fenny tersenyum jahat sambil memegang silet tersebut. Dia berjongkok di depan Atlana, meraih tangan gadis itu dan memposisikannya memegang silet.
"Selamat menikmati masa sekarat, Atlana," ucapnya tersenyum jahat. Dia menuntun tangan Atlana menggores pergelangan tangannya sendiri.
Gadis yang sudah mulai tak sadarkan diri itu hanya meringis pelan satu kali. Setelah itu, kesadarannya benar-benar menghilang.
Sementara itu, Fenny kembali menggores pergelangan Atlana sekali lagi. Setelahnya, dia dan kedua temannya bergegas meninggalkan Atlana di toilet dengan harpan pembullyan yang mereka lakukan kali ini bisa menghabisi nyawa Atlana.
"Tunggu! Gue kunci in dulu ni toilet," ucap Dara sebelum mereka benar-benar meninggalkan toilet.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
aca
bodoh menye menye
2024-07-16
0
Ibuk'e Denia
aq mampir thor
2024-04-26
0
Mohd Rahman
dasar sikopat
2024-04-01
0