Balasan Tamparan

Atlana berdiri di luar bangunan Club TM sambil bersidekap dada. Dia menatap kendaraan yang berlalu lalang di jalanan.

Sudut bibirnya tertarik ketika melihat mobil Dara. Tidak! Bukan mobil Dara tapi mobil milik ayahnya yang dengan angkuhnya diklaim menjadi milik mereka.

Sebuah taksi berhenti, dan Atlana langsung memasuki taksi tersebut. "Ikutin mobil di depan, Pak."

Supir taksi menganggukkan kepalanya mengiyakan. Dia melajukan mobil mengikuti arah kemana Dara pergi. Kening Atlana mengerut ketika mobil tersebut menuju arah yang sama dengan arah apartemennya.

Tapi, mobil tersebut berhenti di sebuah apartemen yang cukup jauh dari apartemennya.

"Berhenti di sini, Pak," ucapnya yang langsung dituruti supir taksi.

Atlana segera membayar kemudian keluar dari taksi tersebut. Langkahnya ia percepat mengikuti Dara yang sudah memasuki lobi apartemen.

Sementara itu, Dara tanpa merasa curiga atau apapun terus berjalan kemudian menaiki lift. Atlana ikut menyelinap masuk. Beruntung dia mengenakan hoddie, sehingga bisa menutupi bagian kepalanya dengan tudung hoodie.

Di lift juga ada dua orang asing yang mungkin menginap di apartemen tersebut. Sehingga dia lebih mudah menghalangi dirinya dari tatapan Dara.

Lagi pula, Dara sedang tidak fokus. Sepertinya dia sangat terguncang dengan apa yang terjadi barusan.

Lift berhenti, Dara segera keluar tanpa menyadari jika gadis ber-hoddie itu juga ikut keluar. Dia membuka pintu apartemennya.

Tapi, sebelum dia masuk, sebuah dorongan dari luar membuatnya terjerembab masuk ke apartemennya. Tak lama, suara pintu tertutup terdengar.

"Kurang ajar! Lo— Atlana? Ngapain lo disini?" Dara bangkit dan merasakan lututnya sakit akibat terbentur lantai.

Atlana tersenyum jahat, kemudian mengangkat tangannya, melambai sebagai sapaan pada Dara. "Hai, saudara tiri," ucapnya.

Dara mendengus kesal. Dia menatap sengit Atlana. "Ngapain lo disini? Hah? Lo—"

Plak!

"Balasan karena lo udah nampar gue di Club tadi," seru Atlana sambil tersenyum.

Dara memegang pipi kanannya yang terasa panas dan kebas. Pukulan Atlana benar-benar tidak bisa diremehkan.

"Mau lo apa sih?!" Dara berteriak marah. Atlana akhir-akhir ini membuatnya kesusahan.

"Mau gue?" Atlana bertanya balik. Dia kembali menunjukkan smirknya, lalu berjalan mendekati Dara. Dara meneguk ludahnya. Tatapan Atlana sekarang sama seperti tatapannya saat memukulnya di sekolah saat itu.

Dara berjalan mundur seiring dengan langkah maju Atlana. Dia meraba-raba apapun yang ada di belakangnya, yang mungkin bisa membantunya. Tapi, tak satupun benda yang bisa ia dapatkan.

"Atlana, lo— akhhhh...." Wajah Dara terdongak saat Atlana menarik rambutnya. Sebelah tangannya memegang kasar rahang Dara.

"Lo pengen banget kan tau apa mau gue?" tanya Atlana. Dia mendekatkan bibirnya ke telinga Dara. "Gue mau lo hancur! Sama seperti hidup gue yang dulu lo sama nyokap lo hancurin!" bisik Atlana, membuat Dara merinding.

"Ini semua salah Mama! Gue cuman—"

"Cuman apa? Cuman ikut-ikutan buat gue menderita? Hah?"

"Lana, gue—"

Bruk!

Atlana mendorong tubuh Dara hingga terjatuh di sofa. Tanpa memberi kesempatan Dara untuk berbicara, Atlana langsung melayangkan pukulan dan tamparan di wajah Dara. Dia seperti orang kesetanan.

"Gue benci lo panggil Lana! Gue gak sudi lo panggil Lana! Mulut kotor lo gak pantas sebut Lana, panggilan kesayangan nyokap dan bokap gue!" ucap Atlana.

Semua bayang-bayang kebersamaannya dengan sang ibu dan ayah terlintas di ingatannya. Matanya berkaca-kaca mengingat kenangan itu. Tanpa sadar, itu semakin membuatnya kesal pada Dara.

Atlana menambah pukulannya. Merasa Dara sudah begitu lemah, Atlana menghentikan pukulannya. Dia kemudian menyeret Dara menuju dapur. Dia menghidupkan kran air di wastafel dapur, menampungnya, kemudian mengguyur Dara dengan air tersebut.

Dia melakukannya beberapa kali hingga tubuh Dara basah kuyup. Setelah itu, dia memotret tubuh tak berdaya Dara, mengirimnya ke ponselnya yang lain.

Kemudian dia berjalan keluar dari apartemen, meninggalkan Dara yang sudah tak sadarkan diri. Namun, air matanya ikut menetes. Panggilan "Lana" yang Dara sebutkan membuat semua ingatan tentang kenangannya bersama mendiang orang tuanya berputar kembali, dan menyisakan kerinduan yang begitu besar.

***

Regan melajukan mobilnya menuju Club TM. Perasaannya begitu khawatir pada Atlana. Gadisnya tidak pernah sekalipun mengunjungi tempat-tempat seperti itu. Tapi Delon, cowok sialan itu malah mengajak Atlana ke sana.

Awalnya, Regan baru saja kembali dari markasnya dan langsung menuju apartemen Atlana. Tapi, ketika sampai, dia tak menemukan Atlana disana. Yang ia temukan hanya handphone bekas yang Atlana beli beberapa waktu lalu.

Dia menghidupkan handphone tersebut, masuk ke aplikasi chat dan menemukan chat Atlana bersama seseorang yang ia ketahui dari photo profilnya adalah Dara.

"Delon sama Atlana di Club TM."

Seperti itulah isi chat tersebut, yang langsung memancing emosi Regan pada Delon, sekaligus rasa khawatirnya pada Atlana. Walaupun Atlana dibekali kemampuan beladiri, disana banyak bahaya yang mengintai, yang semuanya mungkin berpihak pada Delon.

Regan melajukan mobilnya cukup cepat. Meski begitu, mata tajamnya memperhatikan jalanan. Hingga akhirnya, sosok gadis yang berdiri di pinggir jalan membuatnya menghentikan mobilnya.

Dia sangat kenal gadis itu. Sehingga, tanpa melihat wajahnya pun dia tetap tahu jika itu gadisnya.

"Nana," panggilan lembut itu membuat gadis berhoddie abu itu mendongak. Matanya terlihat sembab dan pipinya basah karena air mata. Itu membuat Regan semakin khawatir dan langsung menariknya dalam pelukan.

"Kenapa? Hmm? Delon kurang ajar sama kamu?" Atlana menggeleng pelan. Dia balas memeluk Regan.

"Balik?" Atlana mengangguk lagi. Regan melepas pelukannya kemudian menuntun Atlana masuk mobil. Setelah itu, dia berbalik arah menuju apartemen Atlana.

Tidak ada pembicaraan dalam mobil. Regan hanya diam begitu juga Atlana. Namun sebelah tangan lelaki itu tak pernah lepas menggenggam tangan Atlana. Jujur rasanya sakit melihat gadisnya menangis.

Ketika tiba di apartemen, Regan langsung membawa Atlana ke unit gadis itu. Dia memasukan pin apartemen Atlana, kemudian membawa gadis itu masuk.

Dia mendudukkan Atlana di sofa, lalu beranjak ke dapur. Tak berapa lama, Regan kembali dengan membawa segelas air putih.

"Minum." Regan menyodorkan segelas air tersebut pada Atlana dan segera diambil Atlana. Gadis itu meneguk airnya hingga tersisa setengah, lalu memberikan gelas berisi air tersebut pada Regan.

"Masih gak mau cerita?" Masih dengan suara berat dan pelannya, Regan kembali bertanya. Dia mengusap lembut rambut sepunggung Atlana. Membuat Atlana sejenak mendongak menatapnya, lalu menunduk kembali.

"Aku nangis karena kangen sama mendiang Mama Papa..." lirihnya. "Aku keingat panggilan Lana dari Mama Papa ke aku. Aku kangen, Regan."

Regan cukup lega mendengar pengakuan Atlana. Setidaknya Delon tidak macam-macam pada Atlana-nya. Regan menarik Atlana masuk dalam pelukannya. Dia memeluk gadis itu sedikit erat, kemudian mendaratkan kecupan di puncak kepala Atlana.

"Jangan nangis lagi. Besok kita ke makam Mama sama Papa kamu."

Atlana mengangguk pelan. Setelah merasakan perasaan tenang, rasa kantuk mulai menyerangnya.

Dia dengan lembut meminta Regan kembali, karena dirinya harus segera beristirahat. Tanpa bantahan, Regan menurut. Tapi, dia akan pergi setelah Atlana benar-benar terlelap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!