Cemburu

Langkah Atlana begitu tenang menuju kelas. Saat tiba, gadis itu mengembalikan busana pentas yang dia gunakan tadi. Setelah itu, Atlana memilih untuk meninggalkan ruang kelas karena mereka sedang bebas pelajaran.

Atlana langsung membawa langkahnya menuju rooftop sekolah, salah satu tempat yang biasa digunakan Regan, Jovan dan Yudha untuk menongkrong.

Kedatangan Atlana di rooftop sekolah membuat Jovan dan Yudha yang melihatnya terlebih dahulu pun tersenyum. Sementara Regan, cowok iu sedang serius memandangi pemandangan dari rooftop sekolah.

Merasa Atlana dan Regan membutuhkan waktu untuk berbicara, Jovan dan Yudha perlahan berjalan mengendap, meninggalkan rooftop.

"Udah selesai?" Langkah Atlana langsung terhenti ketika mendengar suara rendah itu. Dia pikir, Regan tidak tahu jika dia datang sebab cowok itu sedang berdiri membelakanginya.

Atlana berjalan cepat menghampiri Regan, kemudian berdiri di samping lelaki itu. Dia menatap wajah Regan dari samping. Pahatan wajah sempurna itu tak sedikitpun menoleh menatap ke arahnya. Aura dingin bisa Atlana rasakan sekarang.

"Kamu... marah?" tanya Atlana ragu.

Regan menarik nafasnya lalu menghembuskannya pelan. Tangannya terulur, merangkul pinggang Atlana kemudian menarik gadis itu agar lebih dekat dengannya.

"Mau ke kantin?"

Atlana mendongak. Suara Regan masih terdengar dingin. Hal itu meyakinkan Atlana jika Regan memang sedang marah.

Atlana melepaskan tangan Regan yang melingkar di pinggangnya, kemudian berdiri menghadap cowok itu. Dia tahu, Regan hanya mengalihkan pembicaraan mereka dengan mengajaknya ke kantin.

"Kamu marah kan? Ayo, jujur sama aku. Aku nggak suka kamu bersikap dingin seperti ini," ucap Atlana.

Regan lagi-lagi menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan. Dia kemudian memposisikan tubuhnya menatap Atlana. Tangannya terangkat mengusap lembut pipi Atlana.

"Aku gak marah," ucapnya.

"Tapi—"

Drrtt....

Getaran handphonenya membuat ucapan Atlana terhenti. Gadis itu merogoh saku celana olahraga sekolahnya, mengeluarkan sebuah handphone. Sekilas, ia menatap Regan setelah melihat nama "Mama Yolan" di layar handphone, kemudian menjawab panggilan telpon tersebut.

"Hallo, Ma?" Atlana menyapa. Dia sudah begitu terbiasa memanggil Yolan dengan sebutan Mama.

"Hallo, Sayang. Anak Mama, kangen banget. Pengan ketemu, tapi masih di luar kota." Suara Yolan terdengar sedikit merengek, membuat Atlana terkekeh pelan. Sementara Regan, dia tak sedetik pun mengalihkan tatapannya dari Atlana.

"Atlana juga kangen Mama. Kabar Mama sama Papa gimana?"

"Baik, Sayang. Kamu gimana?"

"Atlana baik, Ma."

"Hari ini acara ulang tahun sekolah kamu kan?"

"Iya, Ma."

"Ck. Seharusnya hari ini Mama sama Papa juga hadir. Tapi apa daya, urusan Mama sama Papa disini belum selesai." Suara Yolan terdengar sendu. "Regan gimana? Mama gak sempat telponan sama dia. Mama sama Papa lagi sibuk banget. Tapi pas ada waktu, Mama malah keingat telpon kamu duluan."

Atlana terkekeh pelan. Yolan membuat dirinya merasa disayangi dengan tulus. Dia menatap Regan yang terus terdiam dan tak sedikit pun berhenti menatapnya.

"Regan baik, Ma."

"Ah, Syukurlah. Nanti Malam Mama bakal telpon Regan. Udah dulu, ya. Mama harus ketemu klien sekarang."

"Iya, Ma. Mama hati-hati. Sampaikan salam Atlana buat Papa."

"Iya, Sayang. Mama sayang Atlana."

"Atlana juga sayang Mama," balas gadis itu, lalu memasukkan kembali handphonenya setelah Yolan memutuskan panggilannya.

Tatapan Atlana kembali tertuju pada Regan. Dia masih belum puas dengan jawaban Regan. Lelaki itu sangat jarang bersikap dingin padanya.

"Regan—"

"Aku gak marah, cuman gak suka kamu gandengan tangan sama Delon."

Atlana terdiam. Satu kata terlintas di pikiran Atlana mendengar ucapan Regan. Cemburu. Ya, Regan cemburu melihatnya bersama Delon tadi.

"Cuman gandengan tangan, gak akan buat aku berpaling dari kamu, Regan."

Regan menarik Atlana dalam pelukannya, dan memeluk gadis itu cukup erat. Kepalanya tertunduk, membubuhkan beberapa kecupan di puncak kepala gadis itu.

"Kamu milik aku, Na."

Atlana mengangguk. "Ya, aku milik kamu."

"Walaupun suatu saat nanti kamu gak ada perasaan apapun lagi buat aku, Aku gak akan pernah lepasin kamu. Bahkan sejauh apapun kamu pergi, sekuat apapun kamu sembunyi, aku akan tetap menemukan kamu."

Atlana tersenyum dalam pelukan Regan. Memiliki Regan adalah anugrah terbaik baginya. Dia berjanji untuk terus bersama lelaki itu dalam keadaan apapun.

***

Beberapa hari telah berlalu setelah acara ulang tahun. Atlana kembali membuat ulah di rumahnya, mengacaukan hari libur Dara dan Yuni.

Kini, Atlana duduk di ruang tengah apartemennya, memakan satu cup es krim sambil menonton televisi. Sesekali ia menatap handphonenya, menunggu telpon dari Dara. Dia sangat tidak sabar mendengar suara Dara yang begitu frustasi.

"Tungguin siapa?" Suara rendah Regan terdengar. Cowok itu mengambil tempat di sebelah Atlana, dengan mata menatap layar handphone Atlana.

"Dara. Kayaknya bentar lagi bakal telpon dan marah-marah," ucap Atlana, lalu menyendok es krim dari cup lalu memasukan ke mulutnya.

Regan mengalihkan tatapannya pada Atlana. Tangannya terangkat mengusap sudut bibir Atlana yang sedikit berlepotan.

"Kamu lakuin sesuatu?"

Atlana tersenyum lalu mengangguk. "Ternyata trik yang dikasi tau Erteza berguna." Atlana berbicara dengan senyum mengembang dan tatapan lurus ke depan sambil menyebut nama Erteza, sahabat Regan yang berada di sekolah berbeda dengan mereka. "Beruntung ketemu Erteza di markas, sama dikasi tau Yudha kalau dia jago soal IT."

Regan terdiam. Ada perasaan tak suka saat gadisnya memuji cowok lain di depannya. "Aku bisa lakuin lebih dari itu," ucap Regan dingin.

Atlana menyadari nada bicara Regan yang sedikit berubah. Senyumnya pudar, bersamaan dengan wajahnya yang menoleh ke arah Regan. Dia menggeser tubuhnya hingga posisinya kini berhadapan dengan Regan. Tangannya terulur mengusap rahang tegas Regan.

"Cemburu? Hmm?" tanya Atlana tanpa menghentikan usapannya.

"Aku lebih suka kamu bergantung ke aku daripada orang lain," balas Regan.

Atlana mengulas senyum. "Aku udah banyak bergantung ke kamu."

Regan menarik nafasnya, meraih tangan Atlana, membawanya mendekati bibir lalu mengecupnya. Setelah itu, Regan kembali menatap Atlana. Perlahan, wajahnya mendekat dengan mata yang kini fokus pada bibir Atlana. Hingga bibirnya hampir bersentuhan dengan bibir Atlana, tiba-tiba handphone Atlana bergetar.

Drrttt... Drrttt....

Sontak Atlana menjauhkan wajahnya, lalu dengan cepat menjawab telpon yang ternyata dari Dara.

"Atlana sialan!!" Pekikan suara Dara membuat Atlana menjauhkan handphone dari telinganya. Melihat itu, Regan sontak mengambil alih handphone dan meletakkannya di atas meja. Cowok itu menghidupkan speaker, lalu menarik Atlana dalam pelukannya.

Atlana tak menolak. Dia bahkan menyandarkan kepalanya di dada Regan, lalu melingkarkan tangannya di perut sixpack Regan.

"Gak usah teriak! Gue gak budek!" balas Atlana, sambil menikmati elusan lembut di kepalanya oleh Regan.

"Lo emang sialan! Lo udah apa apain handphone gue kan?! Lo yang kirimin tautan berbahaya ke handphone Mama pakai handphone gue sampai semua isi salah satu tabungan Mama habis. Ngaku lo!"

"Gak salah lo nuduh gue?" balas Atlana santai.

"Kalau bukan lo siapa lagi? Kemarin gue liat sendiri lo yang megang hp gue!"

Atlana terkekeh, membuat Dara menggeram marah. Baginya, Atlana seperti sedang menertawakannya.

"Sialan lo! Kalau lo gak ngaku, gue bisa laporin lo ke polisi."

"Lo punya bukti?"

Dara terdiam sejenak, membuat Atlana menyunggingkan senyumnya. Dia sangat yakin, Dara pasti memikirkan apa yang ia katakan barusan.

"Gue emang gak punya bukti. Tapi, gue bisa minta Mama buat laporin kasus ini ke kantor polisi."

"Hehehe.... Yakin? Lo gak takut masuk penjara?" tanya Atlana, masih dengan nada santainya. "Lo harus hati-hati kalau nyuruh nyokap lo ke kantor polisi. Semua bukti mengarah ke lo. Siap-siap aja mendekam di penjara."

"Arrghh... Lo brengsek, At—"

Tuuttt.... Tuuttt

Sambungan telpon langsung terputus sebelum Dara menyelesaikan ucapannya. Bukan Atlana yang melakukannya, tapi Regan. Sikap Regan membuat Atlana mendongak menatapnya.

"Kenapa dimati in?" tanya Atlana.

"Aku gak suka dia ngatain kamu."

Atlana menahan senyum mendengar ucapan Regan. Dia mengeratkan pelukannya, lalu mengecup rahang Regan. "Terima kasih. I love you," ucap Atlana, membuat senyum tipis terukir di bibir Regan.

"I love you so much," balas Regan, mengecup lembut puncak kepala Atlana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!