Kedatangan Orang Tua Regan

Dering handphone Atlana terus terdengar. Atlana sampai malas untuk melihat siapa yang menelponnya. Regan yang sejak tadi duduk menatap Atlana yang sedang mengerjakan tugas pun beranjak untuk menjawab telpon tersebut.

"Delon?" gumamnya dengan kening mengerut. Handphone Atlana adalah handphone baru yang ia belikan. Kontak yang tersimpan di handphone tersebut juga dia yang menyimpannya. Tidak ada nomor Delon disana.

"Kapan kamu simpan nomor dia?"

Atlana mengalihkan tatapannya menuju Regan. "Aku menyimpannya tadi," ucap Atlana.

Regan terdiam. Dia hendak menjawab panggilan Delon, tapi panggilan tersebut tiba-tiba terputus.

Regan mendudukkan tubuhnya di depan Atlana. Matanya tak sedikitpun teralihkan dari wajah serius Atlana yang benar-benar fokus mengerjakan tugas.

"Jadi, yang nelpon dari tadi Delon?"

Atlana mengangguk pelan. "Tadi dia chat, suruh aku ke apartemennya. Tapi, gak aku balas." Atlana menghembuskan nafasnya. Dia meletakkan pulpennya, lalu menatap wajah dingin Regan.

"Aku yakin, dia pasti mau suruh-suruh aku. Dia pikir aku mau disuruh-suruh kayak dulu apa?" Entah kenapa Atlana merasa kesal dengan pikirannya. Dia meluapkannya di depan Regan.

Sudut bibir Regan tertarik membentuk senyum. Dia mengacak pelan rambut Atlana, membuat rambut gadis itu berantakan.

"Regan, jagan diberantakin," ucap Atlana kesal.

Regan terkekeh melihat ekspresi kesal Atlana. Dia mencubit gemas pipi Atlana. "Gak papa. Kamu tetap cantik," ucapnya, membuat senyum tipis terbit dibibir Atlana.

"Mau keluar gak?"

"Kemana?"

"Taman?"

Atlana menarik sudut bibirnya membentuk senyum. Tapi detik berikutnya, mimik wajahnya langsung berubah datar. "Aku sedang ada tugas," ucap Atlana lalu kembali fokus mengerjakan tugasnya.

"Aku bantuin."

"Gak usah, Regan. Aku bisa selesai in."

"Ya udah. Aku keluar bentar," ucap Regan. Tatapan Atlana langsung tertuju pada cowok itu. "Mau beli apa?" lanjutnya bertanya.

Mata Atlana langsung berbinar senang. Jika lelaki itu sudah bertanya seperti ini, dia tidak akan sungkan.

"Aku mau es—"

"Gak ada es!" potong Regan cepat. Air muka Atlana seketika berubah cemberut.

Regan selalu menolak jika dirinya memesan es krim. Atlana hendak melayangkan protes. Namun handphonenya yang kembali berdering membuatnya tak sempat mengutarakan protesnya.

Berbeda dengan Regan. Wajahnya yang tadi sempat tersenyum sekejap berubah dingin saat melihat nama Delon tertera di layar handphone Atlana yang ia pegang. Tanpa mengatakan apapun, dia langsung menjawab panggilan tersebut.

"Hallo Atlana? Kenapa gak angkat telpon aku dari tadi? Kamu tau? Aku kesusahan melakukan sesuatu karena lengan kananku melepuh. Aku ingin kamu datang membantuku. Aku—"

"Regan." Suara dingin Regan seketika membungkam Delon. Cowok itu terdiam cukup lama setelah mendengar suara Regan. Jika sudah begini, Atlana pasti sedang bersama Regan.

"Ekhm. Gan, cewek gue—"

"Gue gak peduli! Jangan ganggu dia saat gue lagi butuh!" Regan langsung memutuskan panggilan tersebut. Dia meletakkan kembali handphone Atlana dan beranjak berdiri.

Regan mendekati sofa, meraih jaket dan kunci mobilnya, lalu balik mendekati Atlana.

"Aku keluar bentar. Tetap di apartemen," ucapnya memberi satu kecupan di kening Atlana, kemudian meninggalkan Atlana dalam keadaan diam mematung.

Ini pertama kalinya Regan melakukan hal lebih dari sekedar genggaman tangan dan pelukan.

"Jantung gue gak aman," gumam Atlana.

***

Lima menit setelah Regan pergi, bel apartemen Atlana berbunyi. Pintu apartemennya juga diketuk. Atlana terdiam sesaat, memikirkan siapa yang bertamu ke apartemennya. Ia rasa itu bukan Regan, karena lelaki itu baru saja pergi.

Atlana beranjak menuju pintu. Dia membukanya sehingga terlihat seorang pria dan wanita. Kedua orang itu menatapnya dingin dan tajam.

Meskipun terkesan menakutkan, Atlana tetap begitu tenang menghadapi dua orang yang tak ia kenal itu. Tapi, tatapan pria itu membuatnya teringat pada Regan.

"Jadi kamu yang buat anak saya sering keluar malam?" Wanita itu berbicara dengan nada tak sukanya.

"Maaf, maksud Ibu, anak Ibu siapa ya?"

"Regan! Dia anak kami!" sahut pria di sebelahnya.

Atlana terdiam dan meneguk ludahnya. Pantas saja tatapan pria itu seperti tatapan milik Regan. Ternyata mereka adalah orang tua Regan.

"Kamu pasti sudah guna-guna in anak saya kan? Anak saya selama ini gak pernah membantah perintah saya sama suami saya!" ucap wanita itu.

"Betul! Regan juga jadi nakal setelah kenal sama kamu! Kamu mau manfaatin anak saya kan?" sahut si pria.

"Maaf Om, Tante. Aku gak pernah guna-guna in Regan. Aku juga gak manfaatin Regan."

"Oh ya? Kalau begitu, tinggalin anak saya!"

Deg!

Jantung Atlana berdetak cepat mendengar ucapan wanita itu. Tidak pernah terlintas di benaknya untuk meninggalkan Regan.

Karena Regan, dia kembali merasakan kehangatan dan kasih sayang dari seseorang. Dia juga merasa memiliki orang yang selalu menguatkannya.

Tapi, didepannya adalah orang tua Regan. Restu orang tua itu sangat penting. Memikirkan dirinya meninggalkan Regan membuat hatinya terluka. Matanya tiba-tiba berembun. Rasanya dia ingin meneteskan air mata sekarang.

Sedangkan pria dan wanita yang mengakui diri mereka sebagai orang tua Regan itu, manahan diri untuk tidak tertawa. Mereka berhasil mengerjai Atlana.

"Pfftt... Hahaha...." Akhirnya tawa si wanita terlepas. Tak lama kemudian, si pria juga ikut tertawa lepas. Atlana lantas mengangkat wajanya menatap kedua orang itu.

"Ck. Ck. Ck. Kamu lucu sekali, Nak," ucap wanita itu sambil mencubit pipi Atlana.

"Papa gak nyangka Ma, Regan dapat gadis semanis ini," ucap si pria.

"Ini, maksudnya apa ya?" tanya Atlana bingung. Dia benar-benar tidak paham dengan semua ini.

"Boleh kami masuk?" Atlana menatap mereka sejenak, kemudian mengangguk.

Keduanya masuk mengikuti Atlana. Mereka sama-sama duduk di sofa yang tersedia di ruang tamu. Senyum tipis muncul di bibir kedua orang itu ketika melihat beberapa buku Atlana yang ada di atas meja.

"Maaf, berserakan," ucap Atlana sambil mengumpulkan kembali buku-bukunya. Setelah itu, dia duduk bersama kedua orang tua Regan.

"Kamu Atlana, kan?" Atlana mengangguk. "Perkenalkan, saya Yolan, Mama Regan, dan ini suami saya—"

"Arman, Papa Regan," sahut Arman sambil tersenyum yang dibalas senyum canggung Atlana. Dia berharap Regan segera kembali dan menyelamatkannya dari situasi canggung ini.

"Maafin Mama sama Papa ya, udah buat kamu gak nyaman. Tadi beneran cuma bercanda," ucap Yolan.

"Iya. Papa sama Mama gak bermaksud ngusir kamu dari kehidupan Regan. Kita cuman mau ngerjain. Pengen liat gimana reaksi kamu, hehehe," ujar Arman diakhiri kekehan.

"Lagian anak nakal itu. Mama sama Papa telpon dari tadi gak diangkat. Mama sama Papa ini barusan sampai rumah. Ke apartemen Regan, eh orangnya gak ada."

"Om—"

"Mama sama Papa," ucap Arman dan Yolan bersamaan, meralat ucapan Atlana.

"Mama?"

Suara rendah yang terdengar membuat ketiga orang itu menoleh. Regan berjalan mendekati mereka dengan tangan yang membawa dua paper bag berisi beberapa bungkus snack yang dibelinya di mini market.

Kedatangan putranya membuat Yolan berdiri dan langsung memeluk sang putra. Arman juga begantian memeluk Regan setelah Yolan melepas pelukannya.

"Kapan sampai?" tanya Regan. Dia meletakkan paper bag tersebut di atas meja, lalu duduk di sebelah Atlana.

"Pesawat landing jam 5 sore tadi. Sampai rumah setengah tujuh, terus ke apartemen kamu. Eh kamu nya gak ada. Jadi kita ke sini," jelas sang Mama.

"Kamu Papa telpon dari tadi gak angkat-angkat. Hampir aja Papa mau hancurin apartemen kamu." Arman berucap serius. Wajahnya juga berubah dingin. Tidak beda jauh seperti Regan. "Untung Mama kamu langsung telpon Jovan, tanya soal kamu. Jadi kita kesini," lanjut Arman.

Regan tak menjawab. Raut wajahnya juga tak terlihat bersalah. Dia begitu tenang dan seolah menganggap semua itu hal biasa.

Yolan memutar bola matanya melihat sang suami yang mulai serius pada putranya. Ia sudah tahu, suaminya itu sedang bercanda.

"Oh ya, Atlana. Mama sama Papa nginap ya malam ini? Malas balik lagi ke rumah atau apartemen Regan."

Atlana tersenyum kaku. Dia menatap Regan, namun lelaki itu hanya diam. "Maaf, Tan—"

"Mama sayang, bukan Tante."

"Hehe... I-iya, Ma. Itu... maaf, kamar di apartemen aku cuman satu."

"Gak apa-apa, sayang. Kita berdua di kamar, Regan sama Papanya biar tidur di sofa." Arman melototkan matanya, hendak melayangkan protes.

Tapi, pelototan balasan dari Yolan membuatnya seketika diam. Sementara Regan, dia tak mengatakan apapun. Dia setuju-setuju saja dengan usul sang Mama.

Terpopuler

Comments

pisces

pisces

weeeh dah tau to org tua regan ttg atlana apalgi skrg udah kenal, suruh panggil mama papa lagi, restu diterima baik kyke

2024-01-24

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!