Kembalinya Delon

Suasana dalam mobil begitu hening. Baik Atlana maupun Regan, keduanya sama terdiam. Atlana sesekali melirik Regan yang terus fokus menyetir. Wajah Regan yang selalu terlihat dingin membuatnya tidak bisa menebak, apakah Regan marah padanya atau tidak.

Tapi, perasaannya mengatakan jika Regan marah padanya. Setelah latihan dan diantar kembali ke apartemennya oleh Regan, Atlana langsung menemui Yuni dan Dara. Dia tidak memberitahukan rencananya itu pada Regan.

"Kamu marah?" tanya Atlana, memberanikan diri.

Regan menghembuskan nafasnya, lalu menoleh pada Atlana. "Mau beli sesuatu?" Regan malah mencari topik lain untuk dibicarakan.

"Regan, kamu marah kan? Bilang sama aku kalau kamu marah."

"Iya, aku marah. Aku marah karena aku khawatir sama kamu. Kamu pergi nggak bilang-bilang."

Atlana menunduk. "Maaf, aku nggak mau repotin kamu."

"Aku lebih suka kamu repotin, Na."

Atlana mendongakkan wajahnya menatap wajah Regan. Tatapan lembut dan khawatir yang terpancar di mata Regan membuatnya sadar, cowok di depannya ini benar-benar mengkhawatirkan dirinya.

Keterdiaman Atlana membuat Regan menghentikan mobilnya. Dia meraih tangan Atlana dan menggenggamnya. Kemudian sebelah tangannya mengusap pelan puncak kepala Atlana.

"Udah, jangan dipikirin. Mau beli sesuatu?" tanyanya lembut.

Atlana menggeleng pelan. "Nggak. Mau cepat sampai apartemen terus istirahat." Regan terkekeh pelan. Dia kembali mengusap lembut rambut Atlana kemudian melajukan mobilnya menuju apartemen Atlana.

***

Seperti biasa, Regan selalu menjemput Atlana untuk berangkat sekolah bersama. Kehadiran mereka selalu menjadi pusat perhatian.

Tapi, Atlana maupun Regan tak begitu memperdulikan mereka. Keduanya berjalan bersama tanpa menghiraukan tatapan maupun sapaan yang ditujukan pada mereka.

"Regan!" Suara Yudha terdengar memanggil. Lelaki itu berlari kecil mendekati Regan dan Atlana. Sementara Jovan, dia berjalan santai ke arah yang sama yang dituju Yudha.

"Seharian lo gak ke markas kenapa?" tanya Yudha pada Regan. Atlana lantas menoleh. Sejak bersama Regan, dia tidak tahu jika pacarnya itu memiliki markas.

"Markas? Kalian punya markas?" tanya Atlana.

"Punya. Markas kit—"

Jovan tak mampu melanjutkan ucapannya lagi karena tatapan tajam Regan tertuju padanya. Seharusnya dia tidak usah ikut-ikutan Yudha untuk membahas tentang markas.

"Ayo, aku anterin ke kelas." Regan berusaha mengalihkan perhatian Luna tentang markas.

"Gak! Aku gak mau ke kelas sebelum kamu beritahu aku soal markas."

Regan menarik nafasnya lalu mengusap lembut rambut Atlana. "Pulang sekolah, kita ke markas," putusnya membuat senyum Atlana mengembang.

"Makasih Regan."

"Hm," gumamnya sambil tersenyum tipis. Setelah itu, Regan kembali menatap Jovan dan Yudha. Keduanya hanya menyengir dengan perasaan deg degan. Habislah mereka di tangan Regan nanti.

"Ya udah. Aku ke kelas dulu. Gak perlu dianterin."

"Yakin?"

"Iya."

"Jangan direspon kalau—"

"Digodain cowok," potong Atlana, sudah hafal dengan kalimat yang akan Regan lontarkan setiap kali dirinya sedang tidak bersama Regan.

"Aku akan selalu ingat. Ya udah, aku ke kelas dulu. Jovan, Yudha, gue ke kelas dulu."

"Silakan Bu Bos," sahut keduanya bersamaan.

Atlana segera berjalan menuju kelas. Setelah tubuh Atlana menghilang dari pandangan, Regan segera berbalik menuju kelasnya diikuti Jovan dan Yudha.

Namun langkah mereka terhenti sebelum tiba di kelas. Didepan mereka, berdiri Fenny dengan senyum merekah. Dia berjalan mendekat ke arah Regan.

"Regan," sapanya ketika berada di dekat Regan. Sebenarnya dia ingin menggandeng lengan Regan. Namun, aura gelap yang Regan tunjukkan membuatnya mengurungkan niatnya.

"Emm... Tadi kakek telpon aku buat sampai in pesannya ke kamu. Kakek udah telpon sama kirim pesan ke kamu beberapa kali. Tapi kamu gak pernah angkat telpon dan balas pesan. Kata kakek, besok malam kamu disuruh datang ke acara makan malam—"

"Gue gak berminat!" Regan langsung pergi begitu saja setelah mengatakan penolakannya.

"Regan! Regan, aku belum selesai ngomong!"

"Regan!"

Teriakan Fenny tak sedikitpun dipedulikan Regan. Cowok tampan itu terus berjalan tanpa sedikitpun niat untuk menoleh. Fenny hanya mampu berteriak sambil memperhatikan punggung lebar Regan.

"Jiaahh... Dianggurin. Makanya, jangan suka makan anggur. Mending makan apel, diapelin tiap malam. Hahahaha...." Yudha tertawa kencang setelah membuat Fenny kesal dengan ucapannya.

Begitu juga Jovan yang tertawa sambil memegang perutnya. Ini bukan pertama kalinya mereka membuat Fenny kesal bahkan sampai marah-marah. Sejak awal Fenny mengejar Regan, sejak itulah mereka memiliki misi menjauhkan Fenny dari Regan.

"Lo berdua bisa diam gak?!" bentak Fenny kesal.

"Di suruh diam Yud sama mak lampir."

"Jovan!!" Fenny tak terima dikatai mak lampir oleh Jovan.

"Lari Van, mak lampir ngamuk," ucap Yudha sambil menunjukkan ekspresi takutnya. Tapi setelah itu, dia dan Jovan terkekeh bersama.

"Hahaha... Udah, Yud. Jangan digodain lagi. Entar kang bully nangis lagi."

"Ho'oh. Udah ye, lo baek-baek, jangan nangis. Malu kalau ketauan kang bully nangis. Kita nyusul si Regan dulu. Bye-bye, lampir." Yudha melambaikan tangannya begitu juga Jovan.

Mereka juga menjulurkan lidah, membuat Fenny bertambah kesal dan mengumpat. Setelah itu, keduanya menjauh dari Fenny sambil terkekeh.

"Ini semua karena Atlana. Regan semakin gak peduli sama gue karena Atlana! Gue bakal buat perhitungan sama lo, Atlana!" gumam Fenny.

Sementara di kelas, Atlana menatap cowok tampan yang berdiri di depannya sambil tersenyum ke arahnya. Ada sebuah kotak berpita di atas meja, tepat di depan Atlana.

"Aku gak nyangka, setelah pulang dari liburan bisa liat kamu lagi," ucap cowok itu yang tak lain adalah Delon.

"Kenapa gak nyangka? Lo pikir setelah lo pulang liburan, gue udah mati? Gitu?"

Wajah tersenyum Delon langsung berubah sendu. Dia menarik kursi di depan Atlana dan duduk menghadap cewek itu. "Kamu kok ngomong gitu? Aku gak bermaksud seperti itu. Kamu tau? Aku khawatir banget sama kamu. Di Singapur, aku terus kepikiran sama kamu. Aku bukan sengaja ke sana saat kamu lagi sakit. Aku dipaksa mama karena harus ketemu sama nenekku," jelas Delon.

Atlana terdiam. Seharusnya dia tidak langsung menyerang Delon. Seharusnya dia memulainya perlahan.

Gue gak boleh gegabah. Gue harus bisa ngendali in rasa benci gue ke Delon. Batin Atlana.

Delon menarik nafasnya lalu menghembuskannya. Dia meraih tangan Atlana, namun segera ditepis gadis itu. Air muka Delon sempat berubah dingin, namun secepat mungkin ia berubah lembut pada Atlana.

Untung sekarang lo berubah cantik dan berguna buat gue. Kalau gak, gue gak sudi mohon-mohon gini sama lo. Batin Delon.

"Atlana, dengerin aku, ya? Aku tau aku salah. Aku gak temani kamu saat masa sulit kamu. Tapi aku beneran gak sengaja. Aku mohon sama kamu, percaya sama aku. Aku gak akan setega itu ninggalin pacarku dalam keadaan koma."

Huh! Bajingan! Jangan kira gue gak liat perubahan ekspresi lo barusan. Gue gak akan mudah termakan omongan lo lagi. Tapi, untuk melancarkan aksi balas dendam gue, gue bakal jadi Atlana yang dulu buat lo. Batin Atlana.

"Atlana, kamu denger kan apa yang aku bilang?"

Atlana berubah sendu dan mengangguk pelan. "Gue denger," ucapnya lembut. "Tapi, gue gak mau sakit karena percaya sama lo. Gue ingat dengan jelas, lo dekat sama gue cuman manfaatin gue." Atlana memulai aktingnya.

Delon kembali meraih tangan Atlana. Kali ini gadis itu tak menepisnya, sehingga membuatnya senang.

Tangan Atlana jauh lebih lembut dari sebelumnya. Batin Delon.

"Hei, semua itu cuman omongan orang. Kamu jangan percaya apa kata orang. Mereka gak pernah suka liat hubungan kita baik-baik saja. Mereka cuman pengen kita udahan. Karena itu mereka sebarin berita-berita yang gak bener."

"Lo gak bohong kan?"

"Enggak, Atlana. Perasaan gue sama lo tulus. Gue bukan orang yang suka manfaatin orang lain. Kamu percayakan sama aku?"

Atlana mengangguk pelan. "Iya, gue percaya."

Delon tersenyum. Dia mengusap pelan rambut Atlana. Sebenarnya, Atlana sangat risih dengan semua yang Delon lakukan.

Tapi, demi melancarkan rencananya, dia akan berusaha menahan diri untuk tidak menghempaskan tangan Delon dan memukulnya.

"Ngomong-ngomong, siapa yang ajarin ngomong lo gue?"

"Regan. Dia nolongin gue. Tapi, dia gak suka denger gue ngomong aku kamu. Demi menghargai perbuatan baik dia, gue turutin apa mau dia."

"Cuman itu mau nya?"

"Gue harus nurutin apa kata dia. Gue datang dan pulang sekolah bareng dia."

"Dia ngebatasin aktivitas lo juga?"

"Gak. Gue dibebasin ngelakuin apa yang gue suka. Yang penting, gue bantuin dia ngerjain semua tugas sekolah dan nurut sama dia," ucap Atlana berbohong. Dalam hati dia terus meminta maaf pada Regan. Pulang sekolah nanti, dia akan jelaskan pada cowok itu.

Sementara Delon, dia tersenyum. Setidaknya, Regan bukan menjadi penghalang buatnya untuk terus memanfaatkan Atlana, seperti apa yang diceritakan Dara semalam.

Regan juga tidak jauh berbeda dengannya, yaitu sama-sama memanfaatkan kehadiran Atlana.

Sudah bener gue gak telan mentah-mentah ucapan Dara semalam. Atlana bukan dekat dengan Regan karena mereka pacaran. Tapi dimanfaatin Regan. Batin Delon.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!