Gudang

Pagi sekali, Atlana bangun dan bersiap ke sekolah. Dia sangat besemangat hari ini. Lebih tepatnya, dia semangat karena menantikan reaksi Fenny dan Yura. Dia sangat yakin, Dara sudah pasti memberitahu mereka tentang keadaannya saat ini.

Semalam, dia ingin mengirim foto Dara yang tidak berdaya pada kedua sahabat Dara itu. Tapi, setelah dipikir-pikir, dia tidak melakukannya. Biarkan saja dia kesusahan sendiri di apartemennya.

Atlana meraih tas, lalu bergegas keluar dari kamar. Sudut bibirnya tertarik melihat Regan sudah berada di meja makan, menata semangkuk bubur di sana.

"Kapan sampai?" tanya Atlana dengan senyum mengembang. Dia mendekati lelaki itu sehingga bisa melihat semangkuk bubur yang Regan siapkan.

"Sepuluh menit lalu," jawab Regan.

"Kamu beli bubur?"

Tadi sebelum mandi, Regan memang mengirimi pesan padanya, bertanya tentang sarapannya pagi ini.

Atlana sengaja mengatakan jika dia ingin makan bubur. Hanya menjawab pertanyaan Regan, bukan meminta lelaki itu membelikan bubur untuknya. Biasanya dia memasak sarapannya sendiri. Tapi hari ini, dia tidak melakukannya.

"Hm. Kenapa?" Regan menatap Atlana lembut. "Kamu mau makan bubur kan?"

"Iya. Tapi, aku pengen ajak kamu ke warung bubur langganan aku. Aku mau traktir kamu."

Regan menarik senyum tipis lalu menepuk pelan kepala Atlana. "Ya udah. Ayo, kesana!"

Atlana melototkan matanya. Apa semudah itu bagi Regan? Semangkuk bubur sangat berharga, apalagi baru saja dibeli. Sangat disayangkan jika tidak memakannya.

Atlana menggeleng pelan. "Nggak usah. Aku makan bubur yang ini aja." Regan hanya mengangguk. Dia menarik kursi untuk Atlana duduk, kemudian bergegas menuangkan air putih untuk gadis itu.

"Gak usah repot-repot Regan. Aku bisa sendiri."

"Makan." Seolah tak peduli dengan apa yang Atlana katakan, Regan malah menyuruhnya makan. Alhasil, Atlana terdiam dan mulai memakan buburnya.

"Kamu gak makan?" tanya Atlana, setelah menelan habis bubur di mulutnya. Regan menggeleng. Matanya tak lepas menatap Atlana.

Sebelah tangannya terangkat mengumpulkan rambut Atlana yang terurai, lalu memegangnya. Perlakuan Regan membuat Atlana tersipu. Cowok itu selalu pandai memperlakukannya.

Atlana menghentikan makannya dan mengeluarkan karet rambut untuk mengikat rambutnya. Tapi, Regan dengan cepat mengambilnya dari tangan Atlana. Tanpa mengatakan apapun, dia berdiri dan mengikat rambut Atlana.

"Makasih," ucap Atlana.

Regan menarik senyum dan mengetuk pipinya. "Makasihnya di sini," ucap Regan.

Atlana terkekeh kecil. Dia menyuapkan sesendok bubur dan sengaja belepotan di bibirnya. Dan tanpa aba-aba, gadis itu langsung mengecup pipi Regan. Setelahnya, dia terkekeh melihat pipi Regan yang kotor oleh bubur.

Bukannya marah, Regan malah terkekeh pelan. Dengan jarinya, dia mengusap pipinya yang terdapat bekas bubur.

"Sini-sini, biar aku bersihin," ucap Atlana, masih terkekeh pelan. Dia mengusap-usap pipi Regan menggunakan tisue.

"Kapan-kapan aku balas," ucap Regan dengan suara beratnya. Sontak saja Atlana melotot. Tapi, Regan tidak peduli. Dia meraih sendok di mangkuk dan menyendokkan bubur, kemudian mengarahkannya ke mulut Atlana.

"Ayo, makan. Kita bisa telat ke sekolah."

***

Gudang belakang sekolah menjadi tempat pertemuan Atlana dengan Fenny dan Yura setelah pulang sekolah. Dua cewek itu mengiriminya pesan untuk bertemu di gudang. Atlana sudah bisa menebaknya, sudah pasti masalah yang dibahas adalah persoalan Dara.

"Lo gak punya otak? Tega lo sama saudara sendiri!" ucap Yura.

Atlana tersenyum miring. Saudara? Apa pantas Dara disebut saudaranya? Tidak sama sekali.

"Lo salah orang. Dia bukan saudara gue!" balas Atlana.

"Udahlah, Yur. Cewek kayak dia gak akan ngerti hal-hal kayak gitu!" Fenny berucap dengan tatapan sengit menatap wajah Atlana.

"Heh! Lo berua lucu! Sok nasihatin gue. Apa kabar lo berdua yang gak punya rasa kemanusiaan tiap kali bully orang? Lupa lo berdua?" tanya Atlana santai.

Tapi, beberapa detik kemudian dia berpura-pura terkejut. "Ya ampun, gue lupa! Lo berdua kan gak punya otak. Mana bisa lo berdua ingat apa yang pernah lo berdua laku—"

"Atlana!!" teriak Fenny keras. Cewek itu berjalan cepat mendekati Atlana, lalu menarik kerah baju gadis itu. Tapi, Atlana dengan kuat menghempas tangan Fenny hingga terlepas dari kerah bajunya, dan menatap Fenny dengan tatapan permusuhan.

Fenny tak tinggal diam. Dia kembali maju dan melayangkan satu pukulan ke wajah Atlana. Namun sayang, pukulannya meleset.

Atlana dengan cepat menghindari pukulan tersebut, dan langsung melayangkan pukulan di perut Fenny. Membuat gadis itu tertunduk sambil memegang perutnya.

Yura yang juga menyimpan dendam pada Atlana mencari benda yang bisa dia gunakan untuk melukai Atlana. Dia menemukan patahan kursi kayu dan langsung melemparkannya pada Atlana.

"Akkhh...." Atlana meringis sakit. Dia tak sempat menghindar karena sedang fokus pada Fenny. Alhasil, patahan kursi tersebut mengenai pelipisnya dan sedikit berdarah.

"Lo!!" Atlana menggeram marah. Dia mendekati Yura, tapi tanpa diketahui, Fenny kembali bangkit dan berjalan di belakangnya.

Saat Atlana hendak melayangkan pukulannya pada Yura, Fenny langsung memukul punggung Atlana dengan patahan kursi tersebut. Atlana langsung duduk jongkok di lantai sambil menyentuh punggungnya.

"Huh! Rasain lo!" ucap Fenny.

Yura tersenyum jahat. Dia meraih rambut Atlana dan menariknya kuat, membuat kepala Atlana mendongak.

Fenny mengambil kesempatan untuk memukul Atlana lagi. Tapi, sebelum dia melakukannya, Atlana meraih tangan Yura yang memegang rambutnya, lalu memelintirnya.

"Aaakkhhh...." Teriakan Yura cukup kencang. Pelintiran Atlana tidak pantas diremehkan. Apalagi saat gadis itu memelintir semakin kuat.

"Gue bisa lebih jahat dari yang lo pikirin!" ucap Atlana lalu mendorong tubuh Yura ke arah Fenny.

Fenny dan Yura tak mau kalah secepat itu. Keduanya maju dan menyerang Atlana secara bersamaan. Atlana mengambil kesempatan untuk menghajar keduanya. Dia tidak peduli jika akan dipanggil untuk yang kedua kalinya ke ruang BK.

Wajah Yura sudah terdapat beberapa lebam, begitu juga wajah Fenny yang terdapat lebam di sudut bibirnya dan juga pelipis.

Sementara Atlana, di bagian rahang kanannya terdapat tiga garis luka akibat cakaran Fenny, juga di bagian tangannya akibat dicakar Yura. Terdapat luka juga di keningnya karena terkena lemparan patahan kursi oleh Yura.

"Anjing kayak lo berdua, seharusnya sadar diri. Jangan malah tambah cari keributan!" ucap Atlana, menendang perut Yura, kemudian menendang kaki Fenny.

Kedua wanita itu tersungkur di lantai karena kehabisan tenaga. Setelah itu, Atlana meraih tasnya dan keluar dari gudang. Menyisakan Fenny dan Yura yang kini menatapnya dengan tatapan benci.

***

Dara duduk diam di atas ranjangnya. Tatapannya tetap tak sedikitpun teralihkan dari guling yang dipeluknya. Dia seolah tak peduli dengan Delon yang duduk di sisi ranjangnya.

Masih teringat jelas bagaimana Delon memperlakukannya di Club, hingga ia berakhir dihajar Atlana sampai babak belur seperti sekarang. Beruntung dia kembali tersadar setelah pingsan, dan dengan sisa tenaga menelpon mamanya.

"Kamu masih gak mau ngomong sama aku?" tanya Delon lembut. Delon yang sekarang berbeda dengan Delon yang semalam.

Dara tak menjawabnya, membuat Delon mendengus pelan. Dia bangun dari duduknya dan berdiri tegap di sisi ranjang Dara.

"Kamu kenapa sih? Aku tanya diam aja? Masih marah soal semalam?" tanya Delon. Nada suaranya sedikit tak bersahabat.

Dara beralih menatap Delon. Sudut bibirnya sakit jika dia membuka mulut untuk berbicara. Tapi, dia tidak tahan untuk berbicara dengan Delon.

"Iya, aku marah! Aku jelas marah, Delon. Kamu lebih bela Atlana dibanding aku. Kamu bahkan sampai nampar aku gara-gara cewek sialan itu!"

"Dar, aku begitu cuman pura-pura. Aku yakin kamu pasti mengerti."

"Pura-pura? Huh! Pura-pura sampai beneran nampar aku?" ucap Dara. "Kamu tahu? Aku kayak gini karena Atlana! Dia nyiksa aku di apartemen semalam!"

Sebelah alis Delon terangkat mendengar ucapan Dara. Apa Dara sedang berusaha membodohinya? Gadis lemah seperti Atlana bisa membuatnya sebabak belur itu? Dia rasa Dara sedang benar-benar berbohong. Atlana bahkan tidak mampu membalas saat ditampar semalam.

"Kamu jangan ngaco, Dar. Atlana gak mungkin bisa ngelakuin ini."

"Kamu gak percaya? Delon, ini beneran ulah Atlana. Aku gak bohong. Kalau kamu gak percaya, kamu tanya aja teman-teman kelas aku. Waktu itu, di sekolah, Atlana nampar aku dan dorong aku. Dia juga nendang aku Delon. Atlana sampai dipanggil ke ruang BK."

"Aku tetap gak percaya. Waktu itu aku pulang lebih dulu, gak tau kejadiannya. Bisa aja kamu bohong."

Dara melototkan matanya. Setidak percaya itu kah Delon padanya? Jujur hatinya sakit mendapati kenyataan ini.

Delon menarik nafasnya. Dia lalu mendekati Dara dan mengusap pelan puncak kepala gadis itu.

"Udah ya, gak usah dipikirin. Aku bakal cari pelakunya. Sekarang kamu istirahat. Atau mau makan sesuatu?" tanya Delon. Dia tidak ingin hubungannya dengan Dara renggang.

Dara mengangguk pelan. Dia adalah gadis yang dengan mudah luluh dengan satu ucapan lembut dan perlakuan lembut. Meskipun hatinya sakit, dia tidak bisa mengabaikan perhatian yang Delon berikan. Terlebih lagi, dia takut kehilangan cowok itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!