Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi kanan gadis berkacamata. Meski begitu, tak ada perlawanan yang dia lakukan. Baginya, caci maki, tamparan, bahkan pukulan di sekujur tubuhnya bukan hal asing lagi. Menangis dan teriak pun tak akan mereka hiraukan.
Plak!
Satu tamparan lagi mendarat di wajahnya, seiring dengan air matanya yang jatuh.
"Cih! Kamu benar-benar anak nggak tau diri! Saya sudah biarkan kamu menumpang disini! Tapi, kamu malah bersantai dan mengabaikan pekerjaanmu?"
"Ma, Atlana gak sengaja, Ma. Dara—"
"Kamu menyalahkan putri saya?!" Bentakan keras itu terdengar di telinga Atlana, membuat air matanya kembali menetes. Dia rindu hidupnya yang dulu. Hidupnya bersama sang papa dan mama.
Atlana Nayanika, gadis berusia 18 tahun yang hidup menderita bersama sang ibu tiri dan juga saudara tirinya. Ibunya meninggal ketika usianya 8 tahun. Kepergian ibunya membawa sang Ayah menikah lagi setelah dua tahun menyendiri. Namun, siapa sangka? Ibu tirinya dan saudara tirinya tak sebaik yang dia pikirkan.
Ibu dan saudara tirinya adalah manusia bermuka dua. Mereka bersikap baik ketika berada di depan ayahnya. Namun, ketika tanpa sang ayah, ia akan dijadikan pembantu di rumahnya sendiri, bahkan disiksa tanpa belas kasih. Penderitaannya semakin bertambah setelah sang ayah meninggal 5 tahun lalu. Dia benar-benar merasakan neraka di rumahnya yang penuh kenangan indah.
"Ma, Atlana itu pinter bohong, Ma. Jangan percaya!" ucap Dara memprovokasi Mamanya.
Wanita itu mengeraskan rahangnya. Dia mengambil sebuah sapu dan memukul tubuh Atlana. Wanita itu tak peduli dengan jeritan kesakitan Atlana. Bekas lukanya belum kering. Bahkan dia mendapatkan luka baru saat pulang sekolah kemarin. Dan itu sangat menyakitkan.
"Ma, ampun, Ma.... Atlana gak akan ulangi lagi," ucapnya dengan air mata yang terus mengalir.
"Jangan didengerin, Ma. Mukanya aja yang sok polos! Dia suka bohong!" tambah Dara, semakin membuat Mamanya tersulut emosi.
Setelah merasa puas, wanita yang sering disapa Yuni itu menghentikan pukulannya.
"Bersihkan ruang tamu ini. Kamu boleh berangkat sekolah setelah membersihkannya!" tegasnya. "Ayo, sayang, kita sarapan. Kamu harus sarapan agar fokus di sekolah."
"Ya, Mama duluan aja. Nanti Dara nyusul." Yuni hanya mengangguk, mengiyakan ucapan putrinya. Dia tahu, Dara masih ingin bermain-main dengan Atlana.
"Enak ya, digampar, dipukul Mama gue?" tanya Dara dengan senyum mengejek. Dia menarik kasar rambut sepunggung Atlana yang dikepang gadis itu. "Lo tau? Lo itu pantas dapat ini semua! Lo dilahirkan untuk jadi babu gue!"
Air mata tak hentinya mengalir di pipi Atlana. Rasa sakit di sekujur tubuhnya membuatnya menggigit bibirnya, mencoba meredam tangisnya.
"Aku salah apa, Dara...?"
"Salah lo? Salah lo banyak! Yang paling besar kesalahan lo yaitu memperoleh warisan paling banyak dari papa! Cewek cupu kayak lo gak pantas dapat banyak harta! Gue juga benci lo dekat sama Delon!"
Atlana terdiam. Apa ada yang salah jika dia dekat dengan Delon? Cowok itu sendiri yang mendekatinya dan memintanya menjadi pacarnya. Dia menyukai Delon sejak awal masuk SMA. Dia tidak berharap cowok itu balas menyukainya.
Tapi, takdir berkata lain. Delon juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Dan untuk warisan, bukan dia yang memintanya. Sang ayah yang memberikan semua itu padanya.
"Cih! Babu kayak lo gak pantas sama pangeran kayak Delon!" Dara berdecih sambil membuang ludahnya di rok abu milik Atlana. "Nih, tas gue! Lo bawa. Tas gue harus ada di kelas saat gue tiba di sana." Dara melempar tasnya ke tubuh Atlana, lalu membawa langkahnya menjauh dari Atlana.
Gadis itu sesenggukkan. Tangisnya sedikit terdengar. Batin dan fisiknya begitu sakit.
"Sudahlah, Atlana. Jangan menangis lagi. papa dan mama pasti akan sedih melihatmu menangis. Sekarang, kerjakan pekerjaanmu dengan cepat. Kamu harus tiba di sekolah terlebih dahulu sebelum Dara," batin Atlana menyemangati dirinya sendiri.
Atlana segera bangun dan berdiri. Dia sedikit meringis menahan sakit. Setelah itu, dia segera membersihkan ruang tamu sesuai permintaan ibu tirinya.
***
Atlana berjalan pelan menyusuri setiap lorong kelas. Perutnya begitu lapar karena tidak sempat sarapan pagi tadi. Yuni dan Dara menghabiskan semua sarapan yang dia masak.
Langkahnya berhenti ketika menabrak seseorang. Dengan pelan dia mendongak. Gadis dengan rambut yang dikepang dan kacamata yang bertengger di hidung itu meneguk ludahnya kasar.
Di depannya, berdiri seorang cowok dingin, bertubuh tinggi nan atletis yang begitu ditakuti siswa siswi di SMA Mandala. Dia Regantara, cowok yang akan membalas berkali-kali lipat jika dirinya diusik. Tidak peduli pria atau wanita, semuanya sama di mata Regantara. Meski begitu, masih banyak siswi di sekolahnya yang menyukai Regantara.
"Ma-maaf. A-aku tidak sengaja." Atlana hendak pergi, namun cowok yang akrab disapa Regan itu menahan tangannya. Pegangan cowok itu dipergelangan tangannya begitu kuat. Membuat ia semakin merasakan sakit karena tangannya tak luput dari pukulan sang Mama pagi tadi, dan juga masih terdapat bekas-bekas pebullyan yang dia dapatkan dari geng cantik, geng yang diketuai Fenny, dan beranggota Dara dan Yura.
"Aku mohon, Re-Regan. Ma-maafkan aku. Aku benar-benar nggak sengaja," ucap Luna terbata. Dan tiba-tiba, Regan melepaskannya dan berjalan menjauh. Atlana bisa bernafas lega.
Atlana melanjutkan jalannya. Dia tidak memiliki teman di sekolah itu. Tidak ada siswa yang mau mendekatinya lantaran tidak suka dengannya yang terkesan tidak pandai mengurus diri. Padahal, mereka tidak pernah tahu, apa yang terjadi padanya di rumah peninggalan sang papa.
"Sayang, kamu kapan sih mutusin si cupu itu? Aku muak tau nggak tiap kamu dekat sama dia?" Suara Manja itu begitu Atlana kenal. Itu suara Dara. Atlana melangkah mendekat. Sontak, ia menutup mulutnya saat melihat Dara sedang bersama Delon. Ya, Delon yang merupakan cowok yang masih berstatus sebagai pacarnya.
"Tenang sayang. Kamu harus bersabar. Aku belum puas memanfaatkan gadis bodoh itu! Semua tugas sekolahku ia kerjakan. Dia bahkan mau menuruti semua yang ku katakan. Aku masih membutuhkan dia. Tiba waktunya nanti, dia pasti akan ku buang."
Air mata Atlana menetes. Dia salah selama ini. Cowok yang dia anggap baik, ternyata hanya memanfaatkannya. Dia bahkan mendengar gelak tawa dua orang itu yang sudah pasti menertawakan kebodohannya.
Atlana bergegas meninggalkan tempat itu dan kembali ke kelasnya. Air matanya tak behenti menetes. Hingga bel memulai kembali pelajaran terdengar, Atlana baru menghentikan tangisnya.
***
"Aku ingin kita berhenti, Delon," ucap Atlana.
Wajah lembut yang dibuat-buat oleh Delon langsung berubah dingin. Dia menatap Atlana tak suka. "Apa maksudmu?" tanyanya.
"Aku nggak mau lagi dimanfaatin kamu," ucap Atlana. Dia sadar, dia begitu naif selama ini. Cowok yang cukup tampan seperti Delon tidak mungkin menyukai gadis lusuh dan cupu sepertinya, kecuali untuk dimanfaatkan.
Delon tersenyum. "Kamu terlalu peduli sama kata orang, sayang," ucap Delon mencoba mempengaruhi Atlana.
Gadis itu menggeleng. Saat hendak membuka suara, terdengar sorak sorai mendekat ke arah mereka. Dua sahabat Delon tiba-tiba menarik cowok itu untuk pergi. Sementara Atlana, mereka biarkan bersama geng cantik, dimana sudah ada Fenny, Dara dan Yura yang menatap miring Atlana.
Alaram bahanya memperingati Atlana. Senyum miring yang ketiga gadis itu tunjukkan mebuatnya merasa takut. Dengan cepat ia bergegas pergi. Tapi, Dara dan Yura dengan cekatan menahannya.
"Mau kemana? Hmm?" tanya Fenny. Dia mengelus pipi Atlana dengan lembut, lalu...
Plak!
Plak!
Dua tamparan Fenny layangkan. Cewek itu lalu meraih kasar rahang Atlana. "Gue muak lihat muka lo!" ucap Fenny, lalu menghempas kasar wajah Atlana.
"A-apa salah aku?" tanya Atlana.
"Apa salah lo? Gara-gara lo, kita bertiga dihukum! Lo telat anterin tas Dara. Lo goblok kalau gak tau apa isi tas Dara." Atlana terdiam. Dia tahu, tas Dara bersisi buku tugas mereka yang semalam ia kerjakan. Tapi, bukan hanya mereka yang dihukum. Dia juga dihukum karena telat.
Atlana sangat ingin membantah ucapan Fenny. Tapi, dia tidak memiliki keberanian. Alhasil, dia hanya mampu menunduk dan bersikap mengakui kesalahan yang sebenarnya tidak sepenuhnya salahnya. "Maaf," ucap Atlana.
"Huh! Maaf? Lo pikir dengan minta maaf, lo bisa kembali in waktu 5 menit kita di depan kelas, berdiri sambil narik telinga?" ketus Yura.
Lima menit? Atlana bahkan mendapatkan hukuman membersihkan semua toilet di lantai satu sekolah.
"Ck. Udahlah, Fen, Yan. Langsung aja ke toilet gak?" ujar Dara dengan seringaian jahat.
Atlana menggeleng. Dia tidak ingin dibawa ke toilet. Itu sangat menakutkan. Dia begitu trauma jika ketiga cewek itu mengatakan membawanya ke toilet. Mereka tidak memiliki belas kasih. Atlana sudah berkali-kali tidak masuk sekolah ketika di bully di toilet oleh ketiga gadis itu.
"Aku mohon, jangan bawa aku ke toilet."
Mereka seolah tuli dengan ucapan Atlana. Bagi mereka, menyiksa Atlana adalah kebahagiaan. Tidak peduli gadis itu terluka, atau bahkan mati.
Dengan kasar mereka menyeret Atlana ke toilet. Yura dan Dara mendorong tubuh Atlana hingga membentur pinggiran wastafel.
"Akhh...." Atlana meringis sakit. Benturan keras itu membuat pinggangnya hampir patah.
Belum sempat Atlana menjauhkan tubuhnya dari wastafel, tamparan kembali mendarat di pipi Atlana. Kali ini dilakukan bertubi-tubi dan bergantian oleh ketiga gadis itu. Atlana benar-bebar tak berdaya. Wajahnya bengkak dan memar.
Tidak hanya sampai di situ. Mereka juga bergantian membentur kepala Atlana ke dinding toilet. Sehingga kening gadis itu mengeluarkan darah.
"Hahaha.... Puas banget gue!" ucap Dara. Fenny dan Yura ikut terkekeh.
"Tapi, gue mau ngasih satu lagi," ucap Yura. Dia mendekati Atlana dan menarik gadis yang terduduk lemas itu untuk berdiri. Dia menghidupkan kran air hingga air memenuhi wastafel.
Dengan tak berperasaan gadis itu menenggelamkan wajah Atlana dan menekan paksa kepalanya. Atlana mencoba memberontak. Tapi, tenaganya tak mampu menyaingi Yura.
Yura terkekeh melihat Atlana. Dia menarik rambut Atlana hingga wajah gadis itu keluar dari air. Tapi tak lama, dia kembali memasukkannya. Hal itu dia lakukan beberapa kali. Hingga merasa nafas Atlana hampir habis, dia menghempaskan tubuh gadis itu ke lantai.
Fenny tersenyum miring, begitu juga Dara dan Yura. Dara maju dan menendang tubuh Atlana beberapa kali. Membuat gadis yang sudah terduduk lemas itu semakin tak berdaya.
"Mampus lo! Gue benci banget sama lo, sialan!" ucap Dara.
Fenny mendekat. Kini gilirannya. Dia menadahkan tangannya pada Dara. Dan dengan cepat gadis itu mengeluarkan sebuah silet tajam. Fenny tersenyum jahat sambil memegang silet tersebut. Dia berjongkok di depan Atlana, meraih tangan gadis itu dan memposisikannya memegang silet.
"Selamat menikmati masa sekarat, Atlana," ucapnya tersenyum jahat. Dia menuntun tangan Atlana menggores pergelangan tangannya sendiri.
Gadis yang sudah mulai tak sadarkan diri itu hanya meringis pelan satu kali. Setelah itu, kesadarannya benar-benar menghilang.
Sementara itu, Fenny kembali menggores pergelangan Atlana sekali lagi. Setelahnya, dia dan kedua temannya bergegas meninggalkan Atlana di toilet dengan harpan pembullyan yang mereka lakukan kali ini bisa menghabisi nyawa Atlana.
"Tunggu! Gue kunci in dulu ni toilet," ucap Dara sebelum mereka benar-benar meninggalkan toilet.
Bau obat-obatan begitu menyengat di indra penciuman Atlana. Matanya begitu berat untuk terbuka. Ia merasakan rasa pusing yang teramat mendera kepalanya. Namun, dengan tekad yang kuat, Atlana tetap berusaha membuka matanya. Pertama kali yang ia lihat adalah ruangan berwarna putih.
"Shh...." Atlana meringis pelan kala merasakan rasa sakit dan pusing di kepalanya.
"Anjing, Yudha! Atlana sadar, woy!" Suara itu membuat Atlana sadar, dia tidak sendiri di ruangan yang terlihat bercat putih itu.
"A-aku dimana?" tanya Atlana terbata. Dia menatap dua lelaki yang berdiri di sisi brankarnya.
"Lo di rumah sakit. Syukur banget lo udah sadar," ucap seorang cowok.
"Ho'oh. Lo koma 4 hari," ujar cowok sebelahnya.
Atlana mencoba melihat dua cowok itu lebih jelas lagi. Hingga pada akhirnya, matanya bisa melihat dengan sempurna.
Tapi, itu yang membuatnya terkejut. Dia memiliki mata rabun karena kecelakaan yang mempengaruhi syarafnya dan berimbas pada mata. Tapi, sekarang dia bisa melihat dengan jelas tanpa harus menggunakan bantuan kacamata.
"Ko-koma? A-aku merasa aku pergi ke suatu tempat dan bertemu papa dan mama. Tapi, mereka mengusirku kembali."
Dua cowok itu meneguk ludah mendengar ucapan Atlana. Keduanya tahu jika orang tua kandung Atlana sudah meninggal. Mendengar itu membuat mereka merinding.
"Gue kok jadi merinding ya, Van?" ucap Yudha, sembari mengusap lengannya.
"Gue juga, Yud," balas Jovan.
"Kalian Jovan sama Yudha kan?" Dua orang itu mengangguk cepat. "Terima kasih udah nolongin aku."
"Bukan kita yang nolongin. Tapi Regan," ucap Jovan.
"Regan? Re-Regantara maksudnya?"
"Yup. Regantara. Cowok yang gantengnya sebelas dua belas sama gue."
Plak!
Jovan langsung menggeplak lengan Yudha. Membuat Yudha meringis, tapi Atlana tersenyum tipis.
"Lo tau, Regan udah kayak superhero saat nolongin lo. Pintu toilet yang dikunci didobraknya cuma sekali. Regan terkejut liat lo terkapar dengan darah yang mengalir dari kepala lo dan juga tangan. Dia langsung bawa lo kesini," jelas Jovan.
Atlana terdiam. Dia tak menyangka, cowok yang terkenal dingin, kejam dan tak banyak bicara itu sudah menolongnya.
"Terus Regan— "
Ucapan Atlana terpotong oleh decitan pintu yang terbuka. Dari sana, muncul cowok bertubuh tegap nan atletis yang berjalan ke arah mereka. Mata tajamnya menatap lurus pada Atlana. Dia menarik kursi yang ada di samping brankar Atlana lalu mendudukinya.
"Udah panggil dokter?" Suara dingin dan rendah itu terdengar.
Jovan dan Yudha langsung meneguk kasar ludah. Mereka terlalu semangat melihat Atlana sadar, dan melupakan untuk memanggil dokter.
"Ki-kita... lupa, Gan," ucap Yudha takut.
Regan tak mengatakan apapun. Dia sekilas melirik tajam kedua temannya, lalu menekan tombol yang ada di dinding ruangan untuk memanggil dokter. Setelah itu, dia meraih segelas air. "Minum dulu," ucapnya, membantu Atlana bangun dan minum air. Setelah itu, Regan membantunya berbaring.
"Lo berdua balik!" perintah Regan.
"Siap Bos!" jawab keduanya bersamaan. Mereka segera mendekati sofa, meraih jaket dan kunci motor mereka, kemudian keluar dari ruang rawat itu.
Tapi, Yudha menghentikan langkahnya ketika berada di ambang pintu. Dia menoleh pada Regan dan Atlana yang terdiam.
"Ingat Bos! Atlana masih sakit. Jangan digrepe-grepe dulu," ucap Yudha, kemudian berlari cepat meninggalkan ruangan tersebut. Dia sangat takut dihukum Regan.
"Apa yang lo rasain?" tanya Regan, setelah Yudha dan Jovan meninggalkan ruangan tersebut.
"Pusing," jawab Atlana.
"Bentar lagi dokter datang," ucap Regan.
Tak berapa lama, seorang dokter benar-benar datang bersama seorang perawat. Dokter perempuan itu segera memeriksa Atlana.
***
Hari terus berganti, tak terasa sudah seminggu berlalu sejak Atlana sadar dari koma. Hari ini adalah hari dimana Atlana diperbolehkan pulang ke rumah. Selama itu juga, Regan tak pernah absen menemani Atlana.
"Lo punya tempat lain selain rumah lo?" tanya Regan. Dia tidak ingin Atlana kembali ke rumah penuh penyiksaan itu.
"Aku ada apartemen," ucap Atlana.
Regan hanya mengangguk. Dia kemudian membantu membereskan barang-barang Atlana yang akan dibawa pulang.
"Regan." Suara Atlana yang mengalun memanggilnya membuat Regan menoleh.
"Hm?"
"Makasih," ucap Atlana. Regan hanya mengangguk, lalu kembali fokus pada kegiatannya.
Atlana menarik nafasnya panjang. Dia sudah memikirkan semuanya dengan matang. Dia akan merubah hidupnya. Dia akan mengakhiri semua perlakuan semena-mena padanya.
Dia ingin membalas semua yang telah orang-orang itu perbuat padanya. Atlana menatap Regan. Cowok dingin yang selalu ia anggap kejam itu ternyata begitu baik padanya.
"Lo ga ada kepikiran buat balas dendam?"
Deg!
Atlana terkejut. Dia meneguk ludahnya kasar. Dia baru saja berpikir untuk membalas semua perbuatan yang orang-orang itu lakukan padanya. Tapi tak disangka, Regan malah bertanya tentang itu padanya.
"Ya, aku ingin membalas mereka dengan tanganku sendiri," jawab Atlana mantap.
Regan tersenyum tipis. Dia mendekati Atlana dan duduk di kursi yang berada tepat di sebelah brankar Atlana. Saat ini, gadis itu sedang duduk di pinggir brankar dengan kaki yang menjuntai.
"Gue akan bantu lo."
Atlana menggeleng. "Makasih. Tapi, aku mau balas dendam dengan caraku sendiri."
Regan menarik sudut bibirnya, membentuk senyum tipisnya. Sepersekian detik, Atlana tepaku dengan senyuman Regan yang baru pertama kali ia lihat. Tapi, dengan cepat dia menyadarkan dirinya.
"Gue bantu lo mempersiapkan diri. Urusan balas dendam, gue gak akan ikut campur kecuali lo yang minta bantuan."
Atlana terdiam. Bukan karena ucapan Regan, tapi karena Regan berbicara dengan kalimat yang panjang padanya. Selama ini, dia belum pernah mendengar cowok itu berbicara panjang.
Setelah semuanya selesai, Regan dan Atlana pergi meninggalkan rumah sakit. Regan langsung membawa Atlana menuju apartemen, sesuai alamat yang Atlana katakan. Dia akan memulai kehidupannya disana.
***
Dua seminggu berlalu. Akhirnya Atlana kembali ke sekolah. Jika dulu, dia akan selalu mengepang rambutnya dan memakai kacamata, kali ini tidak.
Dia membiarkan rambutnya terurai. Kacamata juga sudah tak dia butuhkan. Bibirnya sedikit ia beri lip balm. Baju tak dimasukkan kedalam rok. Dasi yang ia gunakan juga sengaja tak dia kenakan dengan benar.
Ada beberapa aksesoris gelang di tangannya. Penampilannya benar-benar sangat berbeda dengan Atlana sebelumnya.
"Udah siap?" tanya Regan yang sejak tadi menunggu di ruang tamu.
Atlana cukup terkejut melihat kehadiran cowok itu. Tapi, itu hanya beberapa detik. Setelah itu, dia tersenyum manis pada cowok yang selalu ada untuknya sejak pembullyan itu terjadi.
"Kapan sampai?" tanya Atlana, duduk di sofa sebelah Regan. Dua minggu bersama Regan, membuat gadis itu tak secanggung pertama kali berdekatan. Dia bahkan sangat percaya pada Regan. Buktinya, pin apartemennya ia berikan pada Regan.
"Dua puluh menit lalu," jawab Regan. "Udah sarapan?"
"Udah. Ayo, berangkat!" ajak Atlana setelah memperbaiki kaos kakinya lalu berdiri.
Regan menatapnya dalam diam. Gadis lugunya yang selama ini terus ia perhatikan diam-diam sekarang sudah berubah. Dan dia menyukai perubahan Atlana sekarang.
Kedua orang itu segera keluar dari apartemen. Regan segera melajukan mobil menuju SMA Mandala. 30 menit akhirnya mereka sampai.
Seperti biasa, kehadiran Regan selalu berhasil mencuri perhatian siswa siswi di sekolah. Regan menolehkan wajahnya pada Atlana yang duduk di sampingnya.
"Udah siap?" tanyanya yang langsung dibalas anggukkan Atlana. Regan mengangguk dan menepuk pelan kepala Atlana. Setelah itu, dia keluar dan langsung membuka pintu mobil untuk Atlana.
Sontak, semua yang menyaksikan terkejut melihat Regan membawa seorang cewek. Selama ini, cowok itu tak terdengar gosip apapun bersama cewek. Tapi, kali ini, dengan tiba-tiba membawa seorang cewek ke sekolah.
"Gila! Itu beneran Regantara? Sejak kapan dia mau dekat cewek?" ujar seorang siswa.
"Anjing! Mana cantik banget tu cewek," ucap seorang siswa lainnya.
"Ck. Masih cantikkan gue," ucap seorang siswi yang sejak tadi mendengar ocehan kedua siswa di dekatnya.
"Syirik aja lo!" balas kedua siswa itu bersamaan.
"Eh, bukannya itu Atlana ya? Cewek cupu yang kabarnya jadi korban bully tapi ditolongin Regan?"
"Eh iya. Anjirr, cantik banget si cupu."
Sekarang fokus para siswa siswi bukan lagi tertuju hanya pada Regan. Fokus mereka terbagi pada Atlana yang berpenampilan berbeda dan terlihat begitu cantik. Regan bahkan sampai kesal melihat tiap siswa yang menatap Atlana.
"Gue anter lo ke kelas," ucap Regan. Atlana tak membantah. Dia membiarkan saja Regan mengantarnya. Bahkan Regan yang tiba-tiba menggenggam tangannya pun ia biarkan.
"Makasih, Regan."
"Hm. Gue ke kelas dulu," ucap Regan mengusap pelan rambut Atlana.
Brak!
Satu kali gebrakan di meja tak membuat Atlana terusik. Dia malah semakin serius membaca buku komiknya, tak peduli dengan apa yang dilakukan ketiga cewek itu.
"Kayaknya ni anak budek setelah pulang dari rumah sakit," ucap Dara. Ya, ketiga cewek itu adalah Fenny, Dara dan Yura.
Ketika mendengar Atlana kembali, mereka begitu marah. Apalagi Fenny. Dia sangat marah saat mendengar Atlana datang bersama Regantara. Baginya, hanya dia lah satu-satunya cewek yang boleh dekat dengan Regantara.
Dengan penuh emosi, Fenny menarik kasar buku yang Atlana baca. Membuat Atlana menatap mereka dengan tatapan malas. Tatapan malas Atlana semakin memancing amarah ketiga cewek itu.
"Merasa hebat lo bisa deketin Regan?" tanya Fenny menggebu.
"Huh! Gila!" ucap Atlana tersenyum miring.
"Nantangin ni cupu!" ujar Yura. Ini pertama kalinya Atlana mengatai mereka.
Fenny dengan penuh perasaan kesal menjatuhkan buku Atlana ke lantai. Setelah itu, dia menarik kerah baju Atlana dan memaksa gadis itu berdiri.
"Ngapain lo bareng Regan?" tanya Fenny yang kembali dibalas senyum oleh Atlana.
"Bukan urusan lo," jawab Atlana tenang. Regan sudah mengajarinya untuk bersikap tenang dalam menghadapi sesuatu. Termasuk hal yang berurusan dengan ketiga cewek tak waras itu.
"Udah berani lo gue, lo?" tanya Dara. Dia sangat benci melihat saudara tirinya yang berhasil selamat.
Atlana tersenyum miring, lalu sedikit memiringkan kepalanya. "Hai, saudara tiri," sapanya. Membuat Dara berdecih kesal. Setelah itu, Atlana kembali menatap Fenny.
Atlana menyentuh pelan kedua tangan Fenny yang memegang kerah bajunya. Setelah itu, dia menyentak dengan kasar, diikuti raut wajahnya yang berubah dingin.
"Tangan kotor lo, gak pantas sentuh gue!!" bisik Atlana. Dia berjongkok meraih buku komiknya, kemudian berjalan meninggalkan ketiga cewek itu.
"Atlana sialan! Jangan kira karena lo dekat Regan, gue bakal takut!" teriak Fenny.
Atlana yang mendengarnya tersenyum. Dia berbalik menghadap ketiga cewek itu, berjalan mundur dan mengacungkan jari tengahnya.
Sebenarnya, dia ingin sekali membuat ketiga cewek itu semakin kesal. Tapi, dia teringat akan dirinya yang belum cukup kuat dan masih dalam kondisi pemulihan.
***
Sebulan berlalu. Misi balas dendam yang Atlana rencanakan belum benar-benar ia lakukan. Dia masih sibuk membekali dirinya. Dia hanya sekedar membuat orang-orang yang membullynya merasa kesal padanya.
Tapi, setelah belajar banyak sebulan ini bersama Regan, Jovan dan Yudha, dia merasa lebih mantap lagi menjalankan aksi balas dendamnya.
"Hai, Dar!" sapa Atlana yang tiba-tiba ada di toilet, dimana ada Dara disana. Kehadiran Atlana membuat Dara cukup terkejut.
Tapi, dia kembali bersikap santai. Baginya, Atlana bukan orang yang berbahaya. Selama ini, Atlana hanya membuat mereka kesal. Dan keberanian cewek itu karena ada Regan di belakangnya.
"Berani juga lo, datang kesini. Gak takut lagi lo diseret ke toilet?" tanya Dara dengan tatapan merendahkan.
Atlana mengedikkan bahunya. Dia bersandar di dinding toilet, lalu menatap kukunya yang bersih. "Kayaknya gue gak takut lagi," ucap Atlana. "Toilet... gak semenyeramkan lo sama dua sahabat lo," lanjut Atlana.
Dara yang mendengarnya pun menatap tak suka. Dia mendekati Atlana dan menggeplak tangan Atlana, sehingga gadis cantik itu mendongakkan wajahnya menatapnya.
"Apa kata lo? Coba ulangi?" geram Dara.
"Apa? Soal lo sama kedua temen lo? Ya, lo bertiga lebih serem dari pada toilet."
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi Atlana. Membuat wajahnya tertoleh ke samping. Atlana tersenyum. Dia mengangkat wajahnya, lalu menatap Dara.
"Coba ulangi?" seru Dara.
"Lo bertiga Setan!"
Plak!
Bukan. Bukan Dara yang melakukannya, tapi Atlana. Wajah Dara tertoleh ke samping. Dia merasakan pipinya panas dan kupingnya berdenging.
Dia tak menyangka Atlana bisa secepat itu mendahuluinya. Bahkan pukulan gadis yang dulunya ia anggap lemah itu terasa sangat keras dan menyakitkan.
Dara mengangkat wajahnya dan menatap sengit Atlana. Sedangkan Atlana, gadis itu malah tersenyum miring. "Sialan!" Dara kembali melayangkan tangannya untuk membalas Atlana. Namun sayang, dia didahului Atlana lagi. Kali ini tamparan itu jauh lebih kuat.
"Lemah," ujar Atlana sambil terkekeh. Dia medekati Dara dan menarik rambut gadis itu.
"Lo ingat? Gue sering dijambak seperti ini di rumah," bisik Atlana. Dia menarik lebih keras rambut Dara hingga gadis itu meringis.
"Shhh...."
"Kenapa? Sakit ya?" tanya Atlana. "Cup... Cup... Cup... Kasian anak Mama tiri," ujarnya berpura-pura. Tapi, tak lantas membuatnya melepaskan rambut Dara.
"Atlana sialan! Lepasin gue!"
"Lepasin ya? Ck. Sayang banget. Gue masih mau main-main sama lo."
Saat Dara hendak berbicara lagi, Atlana dengan sengaja menendang kaki cewek itu, membuatnya tersungkur ke lantai. Sontak, Dara berteriak karena jijik. Hal itu membuat Atlana terkekeh.
"Hehehe... Kenapa? Jijik lo?"
"Atlana sialan!" Dara memberontak. Namun, dia tetap tidak mampu melepaskan diri dari Atlana. Gadis itu begitu kuat baginya.
"Atla—"
Dugh!
Atlana dengan santainya membenturkan kepala Dara ke lantai. Ketika Dara hendak kembali mengeluh sakit, dia kembali membenturkan kepala cewek itu ke lantai.
"Gimana rasanya? Enak kan?" tanya Atlana. Kening Dara sudah sangat lebam.
"Lo benar-benar jahat!"
Atlana tersenyum miring. "Ini belum apa-apa. Masih banyak kejutan buat lo sama yang lain," ujar Atlana. Dia mendorong kasar tubuh Dara hingga membentur dinding. Setelah itu, dia bergegas keluar dari toilet sambil sengaja menginjak kaki Dara. Membuat cewek itu terpekik kesakitan.
***
Fenny dan Yura yang sedang duduk bersantai langsung melototkan mata mereka. Di hadapan mereka, Dara berjalan pincang dengan rok seragam yang kotor, kening lebam, pipi memerah dan rambut berantakan. Segera mereka mendekati Dara.
"Lo kenapa, Dar?" tanya Fenny. Dia meraih sebelah tangan Dara. Begitu juga dengan Yura.
"Ada yang nyakitin lo?" sahut Yura.
"Atlana," jawab Dara singkat. Sudut bibirnya yang terluka membuatnya malas membuka mulut.
"What?!!" pekik Fenny dan Yura bersamaan.
"Lo serius Atlana yang lakuin ini ke lo?" Fenny tak percaya, dan Dara hanya bisa mengangguk.
"Gila banget! Cewek cupu itu bisa ngelukain lo kayak gini? Dibantu siapa dia?" tanya Yura. Dia tidak yakin Atlana melakukan itu semua sendiri.
"Dia shh... sendiri."
Fenny dan Yura terdiam. Mereka tidak menyangka, gadis lemah seperti Atlana bisa melakukan itu pada Dara.
"Ya udah. Sekarang kita bawa lo ke UKS." Fenny dan Yura segera menuntun Dara ke UKS. Masalah Atlana, mereka akan pikirkan nanti.
Sementara itu, Atlana sedang berada di rooftop bersama Regan. Gadis itu diam memandangi pemandangan dari rooftop sekolah.
Tapi, tidak dengan Regan. Dia tak sedetik pun memalingkan wajahnya dari Atlana. Gadis yang selama ini ia perhatikan diam-diam. Bahkan, Jovan dan Yudha pun tahu, seperti apa perasaannya pada Atlana.
"Na," panggil Regan lembut.
"Hmm?" Atlana menolehkan wajahnya menatap Regan. Rambutnya yang diterpa angin membuat beberapa helai menempel di wajah Atlana. Regan dengan lembut menyingkirkannya.
"Gue suka sama lo."
Deg!
Jantung Atlana berdegup kencang. Dua bulan bersama Regan membuatnya sadar, Regan memiliki perasaan untuknya. Dia juga bukan gadis bodoh yang tidak paham setiap perlakuan dan perhatian Regan.
Dia hanya berusaha untuk menepis setiap pikirannya dan membentengi dirinya agar tidak menyimpan perasaan lebih pada Regan. Cowok tampan dan bergelimang harta seperti Regan tidak pantas bersamanya.
"Udahlah, terima aja. Kasian temen gue. Udah dari dulu suka sama lo." Suara Yudha terdengar. Cowok itu datang bersama Jovan.
Mendengar ucapan Yudha, Atlana mengalihkan tatapannya yang sebelumnya sempat teralih pada Yudha, kembali pada Regan. Dia menatap wajah Regan.
"Benar?" tanya Atlana.
"Iya," jawab singkat Regan. "Lo pasti anggap gue bercanda." Atlana mengangguk pelan.
"Gak salah nih perkiraan lo, Gan!" teriak Jovan. "Asal lo tau, Atlana. Itu yang Regan takutin. Dia takut lo cuman anggap dia bercanda. Dia takut lo bakal jauhin dia. Walaupun memang selama ini lo terus menghindar dari dia," lanjut Jovan.
"Dan gue yakin lo paham, kenapa mereka pada berhenti bully lo tiap Regan muncul."
Atlana terdiam. Dia tidak pernah berpikir, jika selama ini, Regan diam-diam memperhatikannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!