Surat Wasiat Papa

Ulang tahun sekolah akan diselenggarakan dua minggu lagi. Berbagai persiapan dilakukan. Beberapa siswa dipilih untuk ikut memeriahkan acara. Sekolah juga menyelenggarakan perlombaan-perlombaan.

"Atlana!"

Atlana yang sedang berjalan sendirian ketika kembali dari toilet menghentikan langkahnya dan berbalik. Seorang ibu guru menghampirinya.

"Iya, Bu?"

"Kamu sudah baca pemberitahuan di grup sekolah?"

"Sudah, Bu. Soal acara ulang tahun sekolah kan?"

Wanita yang berstatus sebagai guru wali kelas di kelas Atlana itu mengangguk. "Iya. Kamu ibu pilih untuk acara pementasan busana. Teman-teman kamu sudah setuju. Untuk pembuatan busananya, kamu diskusikan dengan teman-teman. Ibu sudah sedikit menjelaskan pada mereka. Pementasan busana ini akan disaksikan para undangan yang datang ke acara perayaan."

Atlana terdiam. Dia hendak menolak, tapi guru wali kelasnya adalah satu-satunya guru yang selama ini tidak pernah menganggapnya rendah. Walaupun wanita itu tidak berbuat banyak untuk membelanya, setidaknya, wanita itu tidak berpihak pada orang-orang yang membullynya dulu.

"Baik, Bu," balas Atlana mengiyakan.

"Syukurlah. Terima kasih, ya?"

Atlana mengangguk pelan. "Sama-sama, Bu."

"Oh ya, setiap kelas hanya ada satu utusan. Untuk pasangannya, kita ambil dari kelas lain. Dan kamu berpasangan dengan Delon."

"Delon?"

"Iya, Delon. Jadi, antara kelas kamu dan kelas Delon harus menjalin kerja sama yang baik. Ibu harap, semuanya berjalan dengan baik."

Atlana lagi-lagi mengiyakan. Tidak apa-apa berpasangan dengan Delon. Hanya saja, dalam hatinya terus berharap agar Delon tidak bisa mengikuti acara tersebut sehingga bisa diganti oleh orang lain.

Sementara itu, Dara bedecak kesal saat mendapat kabar dari Yura, jika Atlana mengikuti acara pementasan busana dan berpasangan dengan Delon. Dia yang masih belum bisa bersekolah mengumpat pelan di kamarnya. Atlana membuatnya sangat kesal.

"Atlana sialan! Berani-beraninya lo ambil posisi gue?" gumam Dara. Ya, selama dia bersekolah, jika ada pementasan busana, dia lah yang terpilih menjadi modelnya dan Delon yang selalu menjadi pasangannya.

"Gak bisa! Ini gak bisa dibiarin! Gue harus bisa sekolah besok." Dara bergumam. Dia tidak akan membiarkan Atlana merebut posisinya.

Yuni yang baru saja masuk langsung mendapati wajah muram putrinya. Dia duduk, lalu menatap sang putri.

"Kenapa?" tanya Yuni.

"Ini, Ma. Dara kesel banget! Masa Atlana gantiin Dara buat ikut pementasan busa di acara ulang tahun sekolah nanti? Pasangannya Delon lagi."

"What? Mereka buta apa gimana sih? Perempuan jelek kayak Atlana kok dipilih?"

"Iya. Kesal banget Dara, Ma. Ini pasti Bu wali kelas yang milih."

"Sudah, tidak apa-apa. Kamu tenang aja. Saat kamu ke sekolah lagi, pasti mereka buang si Atlana sialan itu!"

***

Atlana bergegas dengan cepat turun dari mobil Regan. Langkahnya langsung menuju rumah seseorang. Regan yang berada di belakangnya hanya bisa mengikuti gadis itu dengan langkah santai. Tapi tiba-tiba, Atlana menghentikan langkahnya, menepuk pelan jidatnya lalu berbalik dan berjalan cepat menghampiri Regan.

"Maaf, aku lupa kalau dateng sama kamu," ucapnya sambil menunjukkan cengirannya dan tangannya meraih tangan Regan.

Regan tersenyum tipis. Atlana terlihat lucu. Dia balas menggenggam tangan Atlana kemudian bersama-sama berjalan menuju sebuah rumah yang ada di depan mereka.

Tok... Tok... Tok...

Ketukan pertama, pintu rumah langsung dibuka oleh pemilik rumah. Atlana memberikan senyuman tipis pada gadis seusianya yang membukakan pintu. Sementara Regan, cowok itu berdiri di sebelah Atlana dengan wajah dingin tak sedikitpun tersenyum.

"Maaf, kalian cari siapa ya?" tanya gadis itu setelah membalas senyuman Atlana.

"Ini bener kan rumahnya pak Wisnu?" tanya Atlana.

"Iya. Ada perlu apa, ya?"

"Saya ingin bertemu pak Wisnu. Dia dulu bekerja pada Papa saya."

Gadis itu mengangguk lalu mengajak Atlana dan Regan masuk. Dia mempersilahkan keduanya duduk, kemudian segera memanggil pak Wisnu. Tak lama, dia kembali dengan mendorong kursi roda.

Atlana cukup terkejut. Pria yang duduk di kursi roda itu adalah orang yang sama yang datang setelah beberapa hari Papanya meninggal. Tapi, dia tidak tahu jika sekarang Pak Wisnu mengalami nasib buruk seperti ini.

Atlana menemui Pak Wisnu untuk mengetahui semua harta milik Papanya. Dia ingin merebut semua yang harus menjadi miliknya itu dari ibu dan saudara tirinya.

"Pak," sapa Atlana pelan.

"Iya? Maaf, ini siapa ya? Saya tidak bisa mengenali anda," ucap pria itu. Selain tidak bisa berjalan, pria itu juga tidak bisa melihat.

"Saya Atlana, Pak. Putri dari almarhum pak Fauzi dan almarhumah Daniah."

"Ya ya. Saya ingat Nak Atlana. Maafkan saya sudah menghilang selama ini. Saya mengalami kecelakaan setelah pulang dari rumah Nak Atlana setelah kematian pak Fauzi."

"Nggak apa-apa, Pak. Saya juga kaget melihat bapak seperti ini. Saya turut prihatin, Pak." Pria itu tersenyum tipis. Gadis yang berbicara dengannya masih gadis yang sama, gadis yang lembut seperti gadis kecil milik pak Fauzi yang sering ia ajak bicara dulu.

"Maaf sudah mengganggu waktu Bapak. Saya kesini ingin menanyakan beberapa hal termasuk harta milik Papa, Pak. Saat itu, saya belum benar-benar mengerti saat Bapak ke rumah waktu itu.

"Nak Atlana. Semua surat-surat aset milik pak Fauzi berada di tangan ibu tiri Nak Atlana. Meskipun begitu, dalam surat wasiat pak Fauzi, Nak Atlana mewarisi 60 persen kekayaan pak Fauzi. 25 persen untuk panti-panti asuhan, dan sisanya baru untuk ibu dan saudara tiri Nak Atlana."

Atlana mengeraskan rahangnya mendengar ucapan pak Wisnu. Dia tidak masalah jika ibu dan saudara tirinya mendapatkan 15 persen warisan ayahnya. Tapi, surat-surat itu, dia tidak terima jika semuanya berada di tangan Yuni dan Dara.

Atlana lanjut bertanya-tanya mengenai apa yang tidak dia ketahui. Setelah merasa cukup, Atlana dan Regan berpamitan pulang.

"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Regan, menoleh sebentar ke arah Atlana, kemudian beralih menatap ke depan, meperhatikan jalanan.

Sementara Atlana, dia yang awalnya melihat keluar jendela, beralih menatap Regan. "Kayaknya aku bakalan ke rumah buat ngurus ini semua."

"Kapan?"

"Besok."

"Mau aku temenin?"

Atlana menggeleng. Regan langsung paham akan maksud gelengan Atlana. Tidak ada reaksi apapun yang Regan tunjukkan. Wajah dinginnya terlihat begitu tenang.

"Mau beli sesuatu?" tanya Regan, saat melewati jalanan yang terdapat beberapa mini market.

"Eemm... Apa ya? Kayaknya kebutuhan aku masih lengkap semua. Kita langsung pulang aja."

Regan mengangguk. Dia mengulurkan sebelah tangannya dan menepuk pelan puncak kepala Atlana. Setelah itu, Regan kembali fokus mengendarai mobilnya dan melajukan mobil tersebut menuju apartemen Atlana.

Setelah satu jam perjalanan, akhirnya mereka tiba. Atlana langsung menuju kamarnya. Sementara Regan, cowok itu duduk diam di sofa ruang tamu. Pikirannya melayang, mengingat setiap ucapan Atlana tentang acara pementasan busana. Jujur, dia tidak rela Atlana harus berpasangan dengan Delon.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!