Milik Papa, Milik Gue!

Atlana dan Dara tiba di kediaman Dara setelah menempuh perjalanan selama hampir 30 menit. Atlana menarik nafasnya sebelum keluar dari mobil. Akhirnya dia kembali lagi ke rumah itu setelah hari dimana dia menghancurkan beberapa barang milik Yuni.

"Lo sebenernya mau apa sih kesini?" tanya Dara tak suka. Atlana yang duduk di kursi penumpang membuatnya kesal sejak tadi. Dia seolah seperti supir yang sedang mengantar majikannya.

Atlana tak menjawab. Dia melangkah meninggalkan Dara menuju pintu rumah. Meraih gagang pintu, Atlana mendorongnya dan pintu terbuka. Gadis itu melangkah masuk tanpa peduli dengan Dara yang sudah begitu kesal padanya.

Namun, langkah Atlana terhenti ketika tiba di ruang tengah. Di sofa, Yuni bersama seorang pria sedang berciuman mesra. Atlana tersenyum miring, kemudian mengeluarkan handphonenya dan memfoto pria dan wanita itu. Mendengar langkah Dara yang mendekat, Atlana dengan tenang menyudahi kegiatannya dan menyimpan handphonenya.

"Jadi gini kelakuan Mama lo?" Sengaja Atlana mengeraskan suaranya, membuat Yuni segera menyudahi ciumannya dan menatap ke arah suara. Begitu juga dengan si pria yang ikut menatap ke arah Atlana yang kini disebelahnya ada Dara.

Dara terdiam mematung. Dia tahu pria itu adalah kekasih sang Mama. Tapi, dia cukup terkejut melihat perbuatan sang Mama. Namun, setelah itu dia kembali menormalkan raut wajahnya.

"Kamu! Anak sialan! Kenapa kamu kemari?" tanya Yuni dengan sedikit membentak, membuat Atlana merubah raut wajahnya menjadi dingin.

Wanita itu bangun dan menghampiri Atlana yang berdiri sambil melipat tangannya di dada. Pria yang bersama Yuni juga ikut menghampiri Atlana dan Dara. Matanya tak henti menatap Atlana. Dia mengenal Dara, tapi tidak dengan gadis cantik berwajah dingin itu. Gadis itu menarik perhatiannya, membuatnya tak lepas menatap.

"Emang salah gue ke rumah sendiri?" tanya Atlana tenang.

"Apa? Rumah sendiri? Hahaha... Atlanaaa, Atlana. Jangan mimpi. Kamu gak punya rumah. Ini milik saya dan Dara," ucap Yuni.

"Oh ya?" Atlana berjalan maju hingga jarak antara dirinya dan Yuni begitu dekat. "Asal lo tau, 60 persen harta milik Papa adalah milik gue. Dan rumah ini, sepenuhnya milik gue. Karena surat atas nama gue!"

Yuni tertegun, begitu juga dengan Dara. Mereka tidak menyangka Atlana tahu tentang masalah warisan itu.

"Kam-kamu, tahu dari mana?" tanya Yuni gagap. Dia tidak akan rela jika harta yang selama ini dia nikmati lenyap seketika. Dia sangat tahu, berapa miliknya dan Dara yang Fauzi tinggalkan.

"Lo gak perlu tau, dari mana gue tau. Yang jelas, gue kesini buat ambil semua hak gue!" ucap Atlana. Gadis itu itu berbalik, membuat dirinya berhadapan dengan Dara. Senyum jahat ia perlihatkan pada gadis seusianya itu.

"Thanks ya, Dar? Lo udah bantuin gue dateng ke sini," ucap Atlana, seolah-olah Dara yang sudah membantunya. Padahal, Dia sendiri yang memaksa Dara.

Atlana melenggang pergi, menyisakan tatapan tajam Yuni yang kini tertuju untuk Dara.

"Da-ra!" Yuni menggeram marah. Putrinya sangat bodoh sudah membawa Atlana ke rumahnya.

"Ma, Mama jangan dengerin Atlana. Dia bohong, Ma. Dara dipaksa sama dia. Mama tau sendiri, Atlana sekarang berbahaya. Dara gak mau sakit lagi cuman karena gak nurutin apa maunya."

"Sejak kapan kamu jadi takut sama dia?"

"Ma—"

"Udah. Ayo, cepat susul Atlana." Yuni berjalan cepat meinggalkan ruang tengah untuk menyusul Atlana. Dara juga mengikuti, begitupun lelaki yang bersama Yuni tadi. Atlana harus segera dihentikan. Jika tidak, mereka akan benar-benar kehilangan semua kehidupan mewah mereka.

Sementara itu, Atlana tidak peduli dengan kemarahan Yuni dan Dara. Yang dia pikirkan sekarang adalah dia harus mendapatkan semua surat-surat penting yang pak Wisnu maksudkan.

Atlana memasuki sebuah ruangan tempat kerja ayahnya dulu. Ruangan tersebut masih tertata sesuai keinginan ayahnya. Bahkan aroma khas sang ayah masih mampu Atlana rasakan.

Atlana menarik nafanya panjang. Belum saatnya untuk dia mengenang masa lalu. Dia harus segera mendapatkan surat-surat tersebut.

Atlana membuka laci meja kerja ayahnya. Memeriksanya dengan cepat, tapi tak menemukan apapun. Dia mencoba memeriksa laci bagian bawahnya. Namun, belum sempat tangannya menarik gagang laci, tiba-tiba tubuhnya ditarik ke belakang.

Atlana menoleh dan mendapati pria yang bersama Yuni tadi. Di belakang pria itu ada Dara dan Yuni. Atlana mendengus kesal lalu menghempas tangan lelaki itu hingga genggamannya terlepas.

"Apaan sih lo?" ucap Atlana kesal.

"Lo yang apaan? Gak punya sopan santun lo!" Dara mendorong kasar bahu Atlana.

Atlana tersenyum miring lalu dengan kasar mendorong Dara. Dorongan Atlana tidak main-main, membuat Dara terjauh hingga terjerembab di lantai.

"Atlana! Kamu makin kurang ajar ya!" Yuni melayangkan tangannya hendak menampar Atlana, namun dengan cepat Atlana menepisnya dengan cara memukul tangan Yuni dengan bogemannya. Sontak, Yuni berteriak kesakitan.

Perbuatan Atlana membuat lelaki paruh baya yang bersama Yuni itu segera mendekati Yuni.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya lelaki itu.

"Sayang, tanganku sangat sakit," ucap Yuni merengek.

Lelaki itu mengangkat wajahnya menatap sengit Atlana. Dia berdiri, dan mendekati Atlana. Tapi, Atlana tidak peduli dan tak sedikitpun takut pada lelaki itu.

"Kenapa? Marah lo gue pukul pacar lo?" Atlana menatap tajam lelaki itu.

Pria itu mengeraskan rahangnya, kemudian hendak menampar Atlana. Namun, gerakan tangan Atlana begitu cepat menahan tangannya. Gadis itu langsung memelintir tangannya membuatnya berteriak kesakitan.

"Aakkhh...."

"Gue peringatin sama lo! Jangan pernah ikut campur urusan gue! Gue gak akan segan buat nyakitin lo!" Atlana mendorong kasar lelaki itu hingga tersungkur di lantai dengan kepala yang terbentur lantai. Lalu, Atlana menatap mereka satu persatu dengan tatapan tajam tak bersahabatnya.

"Berani kalian mendekat dan halangin gue, kalian akan tanggung akibatnya!" tegas Atlana kemudian melanjutkan pencariannya.

Dara dan Yuni hanya mempu menatap Atlana. Mereka sangat yakin, ancaman Atlana tidak main-main. Sementara itu, pacar Yuni kembali berdiri sambil mengusap jidatnya. Dia lalu mengeluarkan handphonenya dari saku, hendak menelpon. Tapi, dengan cepat Yuni menahannya.

"Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Yuni berbisik.

"Aku ingin menelpon polisi," balas lelaki itu ikut berbisik.

"Om mau memenjarakan kita? Om belum tahu, gimana Atlana yang sekarang. Dia gila! Dilihat dari mana pun, kita berada di posisi yang nggak aman. Atlana bisa membuat kita di penjara," ucap Dara memperingatkan.

Di saat mereka sedang berdebat, Atlana sudah menemukan beberapa surat penting. Tapi, dia masih belum puas. Surat penting yang lainnya, salah satunya surat rumah belum ia temukan.

Atlana menegakkan tubuhnya kemudian berjalan meninggalkan ruangan tersebut tanpa mengatakan apapun. Langkahnya langsung menuju kamar Yuni.

Perbuatan Atlana sontak membuat Yuni yang mengikutinya tak terima. Wanita itu dengan cepat berusaha menghalangi Atlana.

"Mau apa kamu?" Yuni merentangkan tangannya di depan pintu kamar, tak mengizinkan Atlana masuk.

"Minggir! Gue gak punya waktu ngeladenin lo!" Atlana mendorong kasar tubuh Yuni ke samping, membuat wanita itu bergeser dan memberinya jalan untuk masuk.

Atlana mengobrak abrik seisi kamar Yuni, membuat wanita itu berteriak kesal. Atlana juga mengeluarkan isi lemari Yuni, hingga menemukan sebuah brankas. Gadis itu membawa benda tersebut, yang sontak membuat Yuni melotot tak terima.

"Kamu—"

"Buka!" Atlana mengarahkan benda tersebut untuk Yuni buka.

Yuni menggeleng. "Gak!"

"Buka atau gue bawa semuanya!"

Yuni meneguk ludah. Dia tidak ingin Atlana membawa brankas tersebut. Dengan sangat terpaksa, Yuni membuka brankas tersebut.

Wajah Atlana langsung tersenyum cerah. Dia meraih beberapa surat di delam brankas tersebut dan membawanya, menyisakan surat yang diperuntukkan untuk Yuni dan Dara. Dia juga tidak peduli dengan emas dan uang yang ada di brankas tersebut. Surat-surat tersebut sudah cukup baginya. Setidaknya, semua milik ayah dan ibunya aman.

Yuni dengan cepat memeluk brankasnya setelah Atlana melenggang pergi. Uang dan emasnya sangat berharga. Sementara Dara dan lelaki paruh baya itu hanya bisa terdiam menatap Yuni. Keduanya tidak menyangka, Yuni menyimpan uang dan emas di rumah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!